Mendidik Anak Menghargai Barang Pribadinya


      “Bunda, tas adik di mana, ya?” tanya Adik.
      “Coba dilihat di lemari,” jawab Bunda dari dapur.
     “Tadi sudah Adik lihat, tapi tidak ada, ” jawab Adik.
      “Kemarin tasnya ditaruh di mana setelah pulang sekolah?” tanya Bunda.
      “Sepertinya Adik bawa pulang, tapi di mana ya menaruhnya? Lupa,” kata Adik sambil mengernyitkan dahi sambil berusaha mengingat di mana ia menaruh tasnya.
      “Hmm….., Bunda harap kali ini Adik tidak lupa lagi meninggalkan barang di sembarang tempat ya,” ujar Bunda.
     “Sepertinya tidak tertinggal kok Bunda!” jawab Adik berusaha menyakinkan Bunda.
     “Bunda percaya pada Adik, yang lebih penting bagaimana Adik bisa merawat barang-barangnya. Sayang kan kalau tasnya hilang lagi? Coba Adik ingat, seminggu yang lalu sandal pandanya hilang. Padahal itu yang membelikan nenek. Belum lama juga kerudung kelinci adik juga hilang ketika bermain. Sayang kan? Uangnya sebenarnya bisa untuk hal lain yang lebih bermanfaat,” kata Bunda berusaha menasehati adik.
      “Iya bunda,” jawab Adik. Jawaban yang sering Adik ucapkan acap kali Adik mendapat nasehat dari Bunda.
      Sebagai orangtua, terkadang kita bingung menyikapi anak kita yang kurang menghargai barang-barang milik pribadinya. Ada saja barang yang tercecer atau hilang . Pernah ada barang  tertinggal di tempat ayunan, di tempat temannya bermain, di dapur, dan sebagainya. Bunda di buat pusing karena harus merogoh uang lebih dalam untuk membeli lagi barang barang yang hilang karena memang sangat di butuhkan untuk kegiatan kesehariaan anak.
Nasehat
      Memberi nasehat kepada anak supaya bisa menjaga barang-barang milik pribadinya, tentunya harus dengan cara yang bijak. Hindari kata kata negatif yang justru menambah parah kebiasaan buruk sang anak. Contohnya, “Kamu itu pasti meninggalkan barangmu kan…? Dasar anak teledor…!” Kata kata ini membuat anak semakin yakin bahwa ia memang anak yang teledor dan sering meninggalkan barang-barangnya di sembarang tempat. Kata-kata ini bisa melukai perasaan anak sehingga anak beranggapan wajar ia teledor. Bukankah ia memang sudah dicap sebagai anak yang teledor?
Menanamkan Nilai Suatu Benda
        Semakin anak memahami nilai suatu barang, maka anak akan semakin berhati-hati untuk menjaga barang pribadinya. Kiat ini bisa dicoba untuk diterapkan pada anak. Ketika anak kita meminta sesuatu benda, jangan langsung dituruti keinginannya. Berilah tempo, misalnya, ”Kamu bisa membeli buku matematika yang hilang  itu dengan menabung uang jajan yang bunda berikan kepadamu!”.
       Mungkin anak akan protes karena buku yang hilang akan segera digunakan. Di sini orangtua bisa bekerjasama dengan guru di sekolah. Caranya dengan memberi tahu alasan kita bersikap terhadap anak, yakni dalam rangka memberikan pendidikan pada anak.
      Ketika anak mengalami sendiri bagaimana rasanya tidak mempunyai uang    karena uangnya harus ditabung untuk membeli buku yang dihilangkan, membuat anak lebih berhati hati lagi untuk tidak menghilangkan buku atau barang barang pribadinya. Sebab nilai yang harus ia bayar sebanding dengan barang yang ia hilangkan.
Tidak Boleh Boros
        “Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
  Sesungguhnya orang orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.”(QS: Al Isra’: 26, 27)
Orangtua harus memberi pemahaman pada anak maksud ayat ini, yaitu Allah tidak suka orang yang berbuat boros. Salah satu perbuatan boros adalah tidak menjaga atau mengabaikan sehingga barang cepat rusak  atau sering meninggalkan barangnya sehingga hilang.
         Daripada uangnya digunakan untuk membeli barang yang hilang, tentu akan lebih bermanfaat bila uangnya diiinfakkan atau disedekahkan untuk orang yang lebih membutuhkan.[]
Powered by Blogger.
close