Mengajarkan Perilaku Baik Pada Anak



Tulisan kali ini akan dipaparkan mengenai apa yang perlu dilakukan oleh orangtua agar hadiah dan hukuman dapat efektif membentuk perilaku anak. Untuk dapat menerapkan hadiah dan hukuman dengan efektif, ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh orangtua, yaitu:
Pertama : Bersungguh-sungguh. Anak yang sholih adalah salah satu dari 3 amalan yang tidak akan terputus meskipun orangtua telah meninggal dunia. Oleh karena itu, membentuk anak sholeh adalah sebuah usaha yang sangat mulia bagi seorang muslim. Ada seorang ustadz pernah berkata,“bagaimana akan tercipta keajaiban bila kita tidak memiliki niat yang kuat?” Bila hal ini diterjemahkan dalam hal mendidik anak, maka “bagaimana akan tercipta anak yang baik/sholeh bila orangtua tidak memiliki niat yang kuat untuk mendidik anaknya?” Bersungguh-sungguh adalah niat yang kuat dari orangtua untuk mendidik anaknya menjadi anak yang baik/sholeh. Kesungguhan orangtua dapat dilihat dari pikiran, waktu dan usaha yang telah dilakukan orangtua untuk mendidik anaknya. Sudahkah orangtua benar-benar memikirkan berbagai macam cara dalam mendidik anak? Sudahkah orangtua memprioritaskan waktu untuk mendidik anak dibanding untuk urusan yang lain? Sudahkan orangtua memaksimalkan usahanya dalam mendidik anak?
Kedua : Konsisten. Konsisten artinya ajeg. Konsistensi ini juga merupakan wujud dari kesungguhan orangtua. Hadiah dan hukuman harus diberlakukan secara konsisten, artinya, ketika anak berbuat baik akan selalu mendapatkan hadiah dan ketika ia melanggar aturan ia akan selalu mendapatkan sangsi sampai perilaku baik terbentuk menjadi sebuah kebiasaan dan perilaku buruk hilang. Bila orangtua hanya memberikan hadiah atau hukuman tergantung dari mood atau suasana hati orangtua dan “kalo orangtua sempat” maka dapat dipastikan hadiah dan hukuman tidak akan efektif. Hukuman yang sudah dibicarakan di awal dan tidak diberlakukan justru akan dipahami anak sebagai sebuah ancaman saja dari orangtua. Besok lagi jika ada aturan dan hukuman baru, anak tidak akan mematuhinya karena ia tahu itu hanyalah sekedar ancaman yang tidak perlu dianggap serius.
Ketiga : Memahami anak. Hadiah dan hukuman juga akan efektif untuk diterapkan bila orangtua mampu berempati atau memahami karakter anak. Orangtua perlu sekali untuk memahami karakter anaknya yang pasti berbeda antara satu anak dengan anak yang lain. Hadiah dan hukuman harus disesuaikan dengan karakter anak. Hadiah dan hukuman serta penerapannya dapat berbeda antara satu anak dengan anak yang lain.
Keempat : Bersabar. Sabar tidak ada batasnya. Ketika anak berperilaku buruk, orangtua harus menahan diri untuk tidak segera memarahi/menghukum anak. Hal ini memang tidak mudah, terlebih bagi orangtua yang dulu didik orangtuanya dengan “keras/otoriter” yang jika melakukan kesalahan langsung mendapat hukuman. Mungkin hal ini dapat dipermudah bila orangtua memiliki pemahaman bahwa “membentuk perilaku anak tidak dapat instan, membentuk perilaku anak merupakan sebuah proses yang panjang”. Bila telah ada kesungguhan pada diri orangtua, hal ini akan lebih mudah lagi, insyaAllah. Sebelum diberi hukuman, anak perlu ditanya mengapa ia melakukannya, baru diputuskan apakah hukuman perlu diterapkan atau tidak. Orangtua juga perlu memahami bahwa tidak mungkin sekali memberi hadiah sebuah perilaku baik akan terbentuk. Demikian juga dengan pemberian hukuman, tidak mungkin sekali memberikan hukuman sebuah perilaku buruk akan menghilang. Mungkin perlu berpuluh-puluh kali untuk memberikan hadiah agar perilaku baik terbentuk, demikian halnya dengan hukuman.
Kelima : Memberikan Penjelasan Pada Anak. Setiap kali orangtua memberikan hadiah pada anak karena anak telah berbuat baik, orangtua perlu menjelaskannya saat memberikan hadiah. Misalnya, sambil memberikan hadiah buku pada anak karena ia telah membantu orangtua, orangtua berkata “ Alhamdulillah, kemarin seharian Nisa mau membantu ibu di dapur, sebagai hadiah atas kebaikan nisa kemarin, ini ayah beri buku”. Dengan begitu anak memahami bahwa perbuatan baiknya mendapat perhatian orangtua. Anak menjadi senang karena dengan berbuat baik ia mendapatkan perhatian orangtua. Sesuatu yang menyenagkan biasanya akan diulang kembali, dan lama-kelamaan hal ini akan menjadi sebuah kebiasaan.
Demikian juga ketika orangtua memberikan hukuman pada anak karena telah berperilaku melanggar aturan. Orangtua perlu memberikan penjelasan pada anak mengapa ia mendapatkan hukuman meskipun anak sudah tahu akan mendapat hukuman jika berperilaku buruk. Misalnya, orangtua berkata,”maaf ya Mas, Mas Andi ibu hukum karena telah memukul adik. Besok lagi kalau Mas Andi mau meminjam mainan adik, Mas Andi tidak boleh main pukul, tapi ngomong baik-baik ya. || Hepi Wahyuningsih, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia.
Powered by Blogger.
close