Saat Anak Marah
Marah merupakan reaksi terhadap perasaan
frustasi, sakit hati, dan merasa terancam. Umumnya, frustasi atau keinginan
yang tidak terpenuhi merupakan hal yang paling sering menimbulkan kemarahan
pada tingkatan usia, terutama bagi anak-anak. Pada dunia anak, penyebab munculnya
marah terhambatnya anak melakukan sesuatu. Hambatan bisa berasal dari dirinya
sendiri (ketidakmampuan) atau bisa juga dari orang lain (larangan). Bisa juga
muncul karena berontak akibat perasaan yang tidak nyaman, misalnya ketika
mainannya direbut orang lain.
Reaksi marah pada anak sangat beragam,
namun yang sangat sering ditampilkan anak adalah kemarahan yang bersifat
impulsive (agresi), tindakan yang langsung ditujukan pada orang lain atau objek
lain. Bisa berupa reaksi fisik atau verbal, bisa tempertantrum, mengigit, menendang, dan lain-lain.
Menekan dan menyimpan marah dapat
menyebabkan masalah yang bisa jadi lebih berbahaya. Namun seiring usia
perkembangana anak, maka anak akan dapat mengendalikan dirinya, dengan cara
mengontrol dan melampiaskan pada cara yang tepat dan produktif. Hal yang wajar
dan biasa ketika anak pra sekolah mengekspresikan dirinya dengan cara marah
sebagai tanda mencurahkan gejolak jiwanya sebagai protes terhadap perilaku atau
sesuatu yang tidak dapat diterimanya.
Sebenarnya ada dua perasaan dasar yang menyebabkan anak-anak
memiliki sifat pemarah. Pertama, anak memiliki keingintahuan dan kemauan yang
kuat untuk melakukan sesuatu, tapi seringkali kemampuannya tidak sekuat
keinginannya. Hal ini biasanya membuat ia kesal dan menuntunnya ke arah
frustasi yang diungkapkan dengan marah-marah. Kedua, kemauan dan keinginannya
untuk cepat menjadi besar. Biasanya anak-anak akan merasakan hal ini jika
orangtua sudah melarang-larangnya dengan kata “tidak”. Karena ia belum bisa
menguasai emosinya secara logis, maka ia memilih mengekspresikannya ke luar
melalui kemarahan.
Sifat anak yang pemarah bisa menjadi masalah bagi ibu dan anak.
Karena itu orangtua perlu memaklumi sifat anaknya tersebut. Meski demikian,
bukan berarti sebatas memaklumi tanpa melakukan tindakan berarti untuk meredam
kemarahan anak. Orangtua harus mengetahui dengan pasti hal apa yang dapat
memicu kemarahan anak, seperti lapar, bosan, suasana lingkungan yang tidak
mendukung atau lainnya. Dengan mengetahui penyebabnya, maka orangtua dapat
mencegah kemarahan anak.
Anak mempelajari sesuatu dari apa yang dilihat dan dengarnya,
karena itu penting untuk mencontohkan sikap tenang didepannya. Jika lingkungan
di sekitarnya suka marah-marah, maka anak akan menganggap bahwa perilaku ini
merupakan hal yang wajar.
Selain itu, jika orangtua adalah orang yang mudah emosi, maka akan
sangat mudah bagi anak untuk memancing kemarahan dan berakhir dengan lomba
saling teriak tanpa ada penyelesaian. Karena itu perlu diketahui siapa yang
marah agar kondisi tetap terkendali.
Usahakan untuk tetap tenang meskipun berada di tempat umum.
Sebaiknya orangtua tidak menunjukkan kemarahannya pada anak di depan banyak
orang, karena anak akan semakin menunjukkan rasa marahnya. Jadi cobalah untuk
menggendong dan membawanya ke tempat yang lebih sepi.
Tips menangani anak
pemarah:
· Bantulah anak mengendalikan emosinya saat Anda mengajarkan
cara-cara yang bisa diterima untuk mengemukan amarah.
· Pada balita dan anak pra sekolah, Anda bisa mengatakan pada anak
Anda bahwa perasaannya sah-sah saja.
· Menetralkan marah dan menyegerakan berdiskusi bersama dalam
forum keluarga yang dikemas dengan santai dan ringan.
· Latihlah dengan sabar apa yang anda ajarkan pada anak.
· Tetap tenang dan tidak menuruti keinginan anak, jika Anda ingin
memberikan nasihat lakukan ketika anak sudah tenang.
Suhartono,
Pendidik, tinggal di Yogya
Foto www.news.detik.com
Post a Comment