Sakit Mengingatkan Nikmatnya Sehat
Sakit adalah
musibah, apabila tertimpa musibah hendaknya kita mengucap, “Sesungguhnya kepunyaan Allah dan sungguh kepada Allahlah tempat
kembali.” Seperti yang diajarkan Allah dalam surat Al-Baqarah. Musibah
memang datang dari Allah Ta’ala, karena sungguh segalanya memang dari Allah.
Jangan pernah mengaitkan musibah karena mimpi kita, karena kejatuhan cicak yang
padahal cicaknya juga kena musibah jatuh, atau karena mengikuti suara tokek,
dalam bahasa Agama Islam disebut tiyarah.
Jangan. Karena itu bisa membahayakan keimanan kita. Musibah datang dari Allah
Ta’ala, sebagai hambaNya tentu kita harus menerima dan berusaha keluar dari
musibah tersebut.
Saat musibah sakit
menimpa kita, sungguh itupun kifarat untuk menggugurkan dosa-dosa yang telah
diperbuat. Syaratnya cukup dengan ikhlas menerima sakit. Ikhlas menerima sakit
bukan terus kita diam saja tanpa mencari sembuh, kita harus aktif mencari
sembuh agar sakit yang diderita nantinya akan diangkat.
Ikhlas sakit bisa ditafsirkan
kita menerima sakit dan tidak mengeluh karena sakit, apalagi sampai kita
menyalahkan Allah tidak adil atau lainnya. Ikhlas ini juga kita tidak
dianjurkan mencari sembuh dengan cara-cara yang diharamkan, semisal mencari
sembuh di tempat dukun, atau tempat-tempat yang tidak dibenarkan oleh syariat.
Hakikat sakit kita
jadi paham, bagaimana nikmatnya sehat. Maka seharusnya rasa syukur bertambah
saat sakit menimpa kita.
Cobalah kita tengok
kisah nabi Ayub ‘alaihissalam, beliau ditimpa sakit menahun, tapi Beliau tetap
bersabar, beliau menyampaikan nikmat kesehatan yang Engkau berikan, wahai
Tuhan, lebih banyak dari sakit yang Engkau anugerahkan padaku. Nah, saat sakit
menimpa kita, cobalah kita kalkulasi, sekarang sudah berapa tahun hidup? Apakah
selama hidup kita lebih banyak sakit dari sehatnya?
Ambillah pelajaran
dari semua musibah, lebih baik bersusah-susah di dunia, dicuci oleh Allah
dengan berbagai kesusahan dunia, dari pada ditimpa kesusahan di akhirat dan
jadikanlah semua musibah sebagai koreksi atas segala amalan yang telah kita
perbuat.
Wallahu a’lam bi
shawab
*) Tuswan Reksameja
Post a Comment