Segenggam Nasehat di Balik Coretan Dinding Rumah
Saat masih
kanak-kanak, saya, kakak-kakak, dan adik senang menggambar di dinding ruang
tamu. Saat itu kami hanya berpikir memiliki kesenangan dan kegembiraan setelah
menuangkan ide dengan menggambar di dinding. Tidak pernah terpikir bahwa
coreten itu memberi kesan kumuh dan kotor untuk ruangan yang harusnya rapi dan
bersih. Saya masih ingat dulu Bapak belikan papan tulis untuk media kami
menggambar, juga kertas dan buku gambar. Tapi kami tetap memilih dinding
sebagai tempat ternyaman dan terbaik. Satu hal yang masih saya ingat sampai
saat ini adalah Bapak tidak pernah marah karena dindingnya kacau dan tidak enak
dilihat karena kotor oleh coretan dan gambar-gambar yang tidak jelas
bentuknya.
Ketika dewasa baru
saya tahu kenapa Bapak tidak pernah marah melihat kami mencorat-coret dinding
ruang tamu. Beliau tidak ingin mematikan kreativitas anak-anaknya. Jika dinding
adalah pilihan terbaik menurut anak-anaknya, maka Bapak akan mendiamkan kami
berimajinasi dan terus membangun ide dengan media dinding tersebut.
Bercita-citalah sesuai harapan dan keinginanmu, katanya suatu ketika. “Bapak
tidak akan mememaksa dan batasi untuk bereksplorasi agar engkau bebas kepakkan
sayapmu setinggi lapisan langit yang paling tinggi. Bapak tidak akan patahkan
semangat kalian agar anganmu membentang luas seluas alam yang tercipta”.
Dinding ruang tamu kami
sekarang jauh terlihat lebih bersih. Coretan itu kini sudah dilapisi cat
sejak kami, anak-anak Bapak tidak lagi suka menggambar di dinding ruang tamu.
Ya, karena kami telah dewasa. Tapi beberapa lemari tua kami masih menyimpan
cerita tentang gambar dan tulisan yang lebih tepatnya coretan itu. Ternyata
dulu kami tak hanya menggambar di dinding ruang tamu saja, tapi juga di lemari,
di balik pintu, dan entah dimana lagi ada ruang kosong untuk menampung karya-karya
kami. Suatu senja ketika saya bercengkrama bersama Bapak sembari minum segelas
air perasan tebu, tepat kami duduk-duduk di sebelah lemari tua yang masih
menyimpan coretan ku, Bapak berkata, “Ini adalah kenanganmu, jejak awal di mana
kamu mengukir harapan, cita-cita dan semangat, maka Bapak tak pernah marah dan
batasi impianmu agar kamu menjulang melebihi mimpi yang kau bangun sendiri”
Kini, saya juga sudah
siapkan papan tulis, buku gambar dan lembar-lembar kertas untuk murid-murid.
Tapi masih saja saya temui coretan di dinding kelasku. Awalnya sangat risih
melihat dinding kelas tidak rapi. Tapi itu persepsi saya dulu. Sekarang setiap
masuk kelas dan melihat coretan itu, saya dapatkan sebuah energi baru, energi
yang membangun dan memotivasi jiwa untuk terus bertumbuh dan berproses.
Saya jadi ingat dengan
salah seorang sahabat. Secara fisik ia biasa-biasa saja. Kemampuan akademiknya
(maaf) di bawah rata-rata. Tapi siapa sangka ia miliki segudang prestasi di
bidang pencak silat. Tak perlu diceritakan berapa puluh kali ia dapatkan trophy
atau medali saat ikuti kejuaraan di liga bergengsi. Dan seorang guru pernah
komentari tentang dirinya, “Sayang, ia gak pinter”. Sekarang ini saya tersentak
jika mendengar statement tersebut.”What? Gak Pinter? Lho kok? Kenapa tidak
digali saja potensi sahabat ini. Ia miliki kemampuan yang sungguh luar biasa
bahkan tidak semua orang memilikinya. Dan pintar itu bukan soal kemampuan
kognitif saja kan..?”
Kembali pada
perbincangan bersama Bapak; ia adalah sosok yang tidak pernah memasung kreativitas
anak-anaknya. Ia tak hanya seorang ayah tetapi guru yang memberi kesempatan
kami sebagi anak-anaknya untuk menggambar sebebas mungkin bahkan dengan media
yang kami inginkan dan ia hargai kreativitas itu bukan secara visual bagus atau
tidak. Dan kini saya pun berkata pada murid-murid, ”Engkau tak mesti
sama seperti yang Ibu instruksikan, dan Ibu tak akan mendikte kalian karena Ibu
tak akan batasi ruang imajinasi kalian. Agar engkau dapat kepakkan sayapmu
setinggi bintang. Agar dapat kau bentangkan misi dan mimpi-mimpi seluas
bumi dan angkasa raya dan dengan sendirinya kalian akan berproses menjadi
pribadi-pribadi yang berarti, menjadi sang revolusioner yang rendah hati
dan membawa kemanfaatan bagi sesama.”||
Maulani, S. SosI
Pendidik di TPA Prabha Dharma, Yogyakarta
Post a Comment