Sebaik-baik Nasehat


Oleh Mohammad Fauzil Adhim
Sebaik-baik do’a adalah do’a orang-orang shalih yang AllahTa’ala abadikan dalam Al-Qur’an. Tidaklah Allah subhanahu wa ta’ala memasukkannya ke dalam Al-Qur’an kecuali karena do’a itu Allah Ta’ala ridhai dan perkenankan. Begitu pun terkait perkara-perkara lainnya, termasuk nasehat orangtua. Sebaik-baik nasehat orangtua adalah apa yang Allah Ta’ala jadikan sebagai bagian dari ayat-ayat-Nya. Dan nasehat terbaik yang diberikan orangtua kepada anak itu adalah nasehat Luqman Al-Hakim kepada putranya.

Inilah nasehat yang Allah subhanahu wa ta’ala menyukai dan memuliakan. Inilah nasehat yang menjadikan Allah subhanahu wa ta’ala ridha dan memberikan barakah berlimpah kepadanya. Maka jika kita menginginkan kebaikan bagi anak-anak kita, sungguh,di antara nasehat-nasehat yang ingin kita sampaikan, amat penting bagi kita untuk menasehatkan kepada anak-anak kita apa yang Allah Ta’ala telah abadikan dalam Al-Qur’an.

Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kalamuLlah, yakni Al-Qur’anul Karim. Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad shallaLlahu ‘alaihi wa sallam. Inilah panduan bagi kita dalam mendidik anak, utamanya dalam meletakkan dasar-dasar keimanan, akhlak dan adab. Semoga Allah Ta’ala mengampuni saya, istri saya serta para orangtua yang lalai menanamkan ini kepada anak karena tak menyadari keutamaannya.

Mari kita telusuri nasehat Luqman Al-Hakim di dalam Al-Qur’an surat Luqman. Semoga Allah Ta’ala berikan hidayah dan taufiq untuk mampu menasehatkan dengan baik kepada anak-anak kita. Semoga pula kita dapat memetik keutamaan-keutamaan yang ada di dalam nasehat tersebut.

Mari kita baca dengan pelan seraya memohon petunjuk dari Allah subhanahu wa ta’ala:


Landasan Kepribadian Itu Bernama Syukur

Ada pelajaran besar dari rangkaian nasehat Luqman kepada putranya. Yang pertama ditanamkan kepada anak adalah nasehat untuk bersyukur kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Sungguh, amat banyak nikmat yang Allah Ta’ala berikan kepada kita. Dan sesungguhnya bersyukur kepada Allah ‘Azza wa Jalla itu pada dasarnya bersyukur kepada diri sendiri. Ini merupakan landasan yang sangat utama untuk terbentuknya pribadi yang matang.

Mari kita perhatikan firman Allah subhanahu wa ta’ala berikut ini:

ولقد آتينا لقمان الحكمة أن اشكر لله ومن يشكر فإنما يشكر لنفسه ومن كفر فإن الله غني حميد

Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman,yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (QS. Luqman, 31: 12).

Inilah hikmah yang Allah Ta’ala berikan kepada Luqman. Di antara hikmah itu adalah menyadari dan meyakini bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Andai manusia tidak bersyukur kepada-Nya, sungguh itu tidak sedikitpun mengurangi kemuliaan dan keterpujian-Nya. Maka, jika manusia bersyukur kepada Allah Ta’ala, semua itu manfaatnya kembali kepada dirinya sendiri.

Di antara fadhilah menanamkan ini kepada anak-anak kita –semoga Allah Ta’ala barakahi nasehat kita—maka anak akan memiliki landasan kepribadian yang kokoh. Ia tidak mudah minder karena melihat orang lain yang melebihi dirinya dalam sebagian perkara. Sesungguhnya, di antara hal yang sangat berharga bagi pertumbuhan pribadi anak adalah penerimaan diri apa adanya. Dan tidaklah seseorang mampu bersyukur dengan sebenar-benar syukur kecuali jika ia memiliki penerimaan diri yang baik. Bahkan lebih dari itu.

Tanpa penerimaan diri yang baik, anak yang memiliki beragam kemampuan cemerlang pun akan mengalami hambatan perkembangan, terutama secara mental. Tetapi bagaimana kita dapat berharap anak-anak akan senantiasa bersyukur jika ia dibesarkan tanpa perhatian memadai dan kasih-sayang tulus? Bagaimana ia akan tumbuh menjadi pribadi yang memiliki penerimaan diri bagus jika ia dibesarkan tanpa perhatian yang cukup? Ingatlah sejenak bagaimana Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam menyayangi anak, melimpahi perhatian dan menegur seorang ibu yang merenggut anaknya secara kasar.


Sebaik-baik Larangan: Jangan Persekutukan Allah!

Sesudah syukur kepada Allah Ta’ala, nasehat Luqman berikutnya adalah larangan mempersekutukan Allah Ta’ala dengan selainnya. Ini prinsip dasar tauhid yang melandasi apa pun pelajaran agama yang diberikan berikutnya. Tidak bermanfaat apa pun amal yang dikerjakan oleh seseorang jika ia mempersekutukan Allah Ta’ala, meskipun ia merasa benar-benar mencintai Allah subhanahu wa ta’ala. Bukankah di antara orang-orang musyrik pun mencintai Allah? Hanya saja mereka mencintai Allah Ta’ala sebesar kecintaan mereka kepada sesembahan selain Allah. Ini yang dapat kita ambil sebagai pelajaran dariAl-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 165.

Mari kita perhatikan ayat berikut ini:


وإذ قال لقمان لابنه وهو يعظه يا بني لا تشرك بالله إن الشرك لظلم عظيم

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".” (QS.Luqman, 31: 13).


Apa yang dapat kita petik dari ayat ini? Tidak ada landasan yang lebih penting bagi keimanan anak-anak kita melebihi kemurnian tauhid dengan tidak mempersekutukan Allah ‘Azza wa Jalla. Sesungguhnya, syirik merupakan kezaliman yang sangat besar. Inilah yang perlu kita perhatikan agar segenggamiman anak kita tidak rapuh dan lemah.
Pelajaran lain yang penting adalah tentang pentingnya mengawal anak dengan menyampaikan larangan-larangan tegas. Ini bukanlah kesalahan komunikasi. Apa pun yang ingin kita lakukan, perlu ilmu untuk melaksanakannya dengan benar, baik itu berupa anjuran, perintah maupun larangan. Sebagian orang menghindari larangan karena munculnya beberapa asumsi yang dianggap ilmiah, meskipun sesungguhnya masih bersifat hipotetik (zhanniy; praduga).


Penegak Pribadi: Birrul Walidain.

Banyak orangtua bersibuk mengasah kemampuan anak, tetapi melupakan hal yang tampaknya sederhana, padahal ia sangat penting untuk keselamatannya di Yaumil-Qiyamah, arap hidupnya di masa dewasa dan efektivitas nasehat orangtua meskipun orangtuanya tidak memiliki keterampilan komunikasi yang bagus. Hal yang harus kita tanamkan dalam diri anak itu merupakan konsekuensi dari iman, yakni perintah berbakti kepada kedua orangtua. Inilah yang perlu kita bekalkan dalam diri anak, sehingga mereka senantiasa mengikatkan hatinya kepada kita.

Mari kita ingat sejenak firman Allah subhanahu wa ta’ala


ووصينا الإنسان بوالديه حملته أمه وهنا على وهن وفصاله في عامين أن اشكر لي ولوالديك إلي المصير

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.“ (QS.Luqman, 31: 14).

Keharusan berbakti kepada kedua orangtua itu bahkan berlaku untuk mereka yang orangtuanya tidak beriman dan bahkan nyata-nyata menyuruh kepada kesyirikan, sebagaimana kita baca dalam Al-Qur’an:


وإن جاهداك على أن تشرك بي ما ليس لك به علم فلا تطعهما وصاحبهما في الدنيا معروفا واتبع سبيل من أناب إلي ثم إلي مرجعكم فأنبئكم بما كنتم تعملون

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman, 31: 15).

Tetapi pokok pembahasan kita bukanlah tentang kewajibanbirrul walidain sebagai konsekuensi iman. Kali ini kita membincang dalam kaitannya dengan pendidikan anak, betapa ini akan membentuk pribadi yang senantiasa hormat kepada orangtua. Hikmahnya, anak akan lebih bersungguh-sungguh menetapi perintah orangtua.


Sesudah Tauhid, Ada Muraqabah

Sesudah memberi landasan tauhid, Allah Ta’ala tunjukkan hal penting yang tak boleh kita lalaikan, yakni memerintahkan kepada anak untuk berbakti kepada kedua orangtua (birrul walidain). Kebaikan terbesar sesudah tauhid adalah bersyukur kepada Allah Ta’ala dan kepada kedua orangtua serta memperlakukan ibu bapak dengan sebaik-baik perlakuan.

Sesudahnya, hal penting yang harus kita kita tanamkan adalah perasaan senantiasa diawasi oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Dan ini dikuatkan dengan mengimani bahwa amal apa pun, baik maupun buruk, besar maupun amat kecil, pasti akan dibalasi oleh Allah Yang Maha Adil lagi Maha Halus. Inilah yang perlu menjadi perhatian kita.

Sebesar apa pun keinginan kita untuk mengawasi anak, pada akhirnya tubuh kita akan melemah dan kemampuan kita akan mengendur. Sekuat apapun tekad kita untuk senantiasa memantau mereka, keterbatasan kita akan semakin besar. Maka, tidak ada penjagaan yang lebih baik melebihi perasaan senantiasa diawasi (muraqabah) oleh Allah ‘Azza wa Jalla dalam diri anak-anak kita.

Mari kita perhatikan nasehat Luqman kepada putranya sebagaimana yang Allah Ta’ala abadikan dalam Al-Qur’an:
(Lukman berkata): 


يا بني إنها إن تك مثقال حبة من خردل فتكن في صخرة أو في السماوات أو في الأرض يأت بها الله إن الله لطيف خبير

"Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (QS. Luqman, 31: 16).


Inilah landasan penting sebelum kita menanamkan kepada mereka adab yang baik. Semoga Allah Ta’ala mampukan saya untuk menulis lebih lanjut tentang masalah ini pada edisi yang akan datang.

Wallahu a’lam bish-shawab.


***
Bahasan ini sesungguhnya masih teramat ringkas. Saya berharap dapat membahasnya lebih mendalam pada kesempatan lain.

Powered by Blogger.
close