Antara Kejujuran dan Kepercayaan



Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), jujur adalah lurus hati, tidak berbohong, tidak curang, tulus ikhlas. Sedangkan kejujuran merupakan sifat jujur, ketulusan hati, kelurusan (hati). Oleh karena itu, pengertian kejujuran atau jujur adalah tidak berbohong, berkata atau memberikan informasi sesuai kenyataan. Kejujuran adalah investasi yang sangat berharga, karena dengan kejujuran akan memberikan manfaat yang sangat banyak dalam kehidupan kita di masa yang akan datang.
 Kejujuran adalah dasar dari komunikasi yang efektif dan hubungan yang sehat. Hal ini membuktikan bahwa kejujuran merupakan elemen yang sangat penting, supaya hubungan anak dan keluarga dapat terjalin dengan harmonis. Kejujuran juga akan menciptakan komunikasi yang baik antara orangtua dan anak dan akan terciptanya rasa kepercayaan. Anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap ransangan-ransangan yang berasal dari lingkungan luar. Dengan demikian, pada masa anak sangat ideal untuk orang tua menanamkan nilai kejujuran pada anak-anaknya.
Kejujuran sangat berkaitan dengan kepercayaan. Dalam hubungan apapun, kejujuran dan kepercayaan sulit bahkan tidak bisa dipisahkan. Sebuah kejujuran dapat menimbulkan rasa kepercayaan, demikian pula kepercayaan biasanya lahir dari adanya kejujuran. Oleh karena itu, hendaknya para orangtua sudah menanamkan nilai kejujuran pada anak sejak usia dini untuk menciptakan hubungan keluarga yang harmonis dan membuat anak bertumbuh menjadi pribadi yang bertanggung jawab.
Bagaimana mungkin kita sebagai orangtua menanamkan kejujuran kepada anak-anak, sementara kita juga masih sering berbohong? Misalnya, hal yang sederhana seperti mengiming-imingi anak hadiah, tetapi tidak kita kabulkan sebenarnya tidak ada bedanya dengan sebuah kebohongan.
Banyak sekali perilaku buruk yang berawal dari ketidakjujuran, seperti menipu teman, berbuat curang, menyontek atau  menutupi kesalahan. Begitu pentingnya kejujuran sehingga sejak dini anak-anak harus ditanamkan nilai-nilai kejujuran. Orangtua di rumah dan guru di sekolah merupakan dua figur yang berperan besar dalam memupuk nilai kejujuran.
Karena itu, salah satu langkah awal yang harus kita lakukan adalah tidak membohongi anak.
Bila kita menjanjikan anak-anak sesuatu, misalnya hadiah saat nilai rapotnya baik, patuhilah janji itu. Begitu pun guru di sekolah, bila memang menjanjikan sesuatu, misalnya saat kelas meraih juara lomba kebersihan, penuhi janji itu. Jangan malah tidak dikabulkan, yang pada gilirannya berujung pada kebohongan. Anak-anak bisa saja belajar dari kebohongan ini. Kelak saat mereka dewasa, mereka bisa memakai cara yang sama. Maka, orangtua atau guru perlu berhati-hati dalam mengucap janji. Bila memang tidak bisa menjanjikan, sebaiknya tak menjanjikan apa pun.
Di sisi lain, kadang mungkin kita sudah menangkap basah anak-anak kita telah melakukan sesuatu yang tidak jujur. Jangan langsung menghardik anak sebagai pembohong. Hal ini justru membuat mereka takut untuk jujur. Mereka akan belajar lebih keras untuk mencari cara menutupi kesalahan. Tetapi, cara-cara lain yang lebih halus, seperti pertanyaan. Misal, saat kita tahu anak-anak kita membuat PR dengan menyalin jawaban teman, katakanlah, "Sayang, kok bisa dapat jawaban seperti itu caranya bagaimana?" Mungkin selanjutnya anak akan kebingungan atau memberikan jawaban yang kurang jelas. Kita bisa beri pertanyaan lanjutan, "Sayang, itu hasil kerjaan kamu sendiri atau dapat dari teman ya?" Jadi, daripada langsung melabeli anak sebagai pembohong, baiknya kita coba dorong anak untuk berterus terang sendiri.
Penting pula bagi orangtua dan guru untuk menjelaskan dengan bahasa sederhana kepada anak-anak bahwa kejujuran itu penting. Salah satunya adalah mudah mendapatkan teman.  Bila anak mengakui dengan jujur kesalahan yang ia perbuat, beri penghargaan. Sederhana saja, seperti acungan jempol, pujian bahwa anak kita telah melakukan tindakan yang terpuji. Bukan sebaliknya malah tambah keras kepada anak-anak kita.||


Arif Wicaksono, Pendidik, tinggal di Yogya


Powered by Blogger.
close