Sportif dalam Kelas
Istilah sportif
akrab kita dengar ketika memperbincangkan sebuah pertandingan atau perlombaan. Sikap
sportif dapat dilihat bagaimana seseorang dapat menghargai dan menghormati
hasil dari sebuah pertandingan. Untuk menjadikan sikap sportif sebagai sebuah
karakter membutuhkan waktu yang tidak instan tetapi memerlukan sebuah proses
yang konsisten.
Akhir-akhir ini
sportivitas termasuk hal langka untuk dijumpai. Lihat saja bagaimana
orang-orang dewasa para supporter suatu tim sepak bola yang tidak mampu
menerima kekalahan timnya dengan membuat onar dan mengeluarkan kalimat buruk
kepada tim pemenang. Akhirnya sikap orang dewasa inilah yang sangat cepat
diserap oleh otak anak-anak ketika menerima kekalahan.
Pernah terjadi
di sebuah sekolah perseteruan antar kelas karena pihak yang kalah dalam
permainan bola tidak mau menerima kekalahannya. Berujung dengan saling ejek sampai
perkelahian fisik dan berbuntut panjang sampai di lingkungan luar sekolah.
Hal-hal seperti ini ternyata tidak hanya terjadi dalam sebuah permainan di luar
kelas. Ternyata kemampuan anak untuk menerima kegagalan atau kekalahan dalam
berkompetisi di dalam kelas pun menjadi masalah yang harus segera ditangani.
Salah satu cara
menumbuhkan sportivitas pada anak adalah dengan menerapkannya pula dalam
pelajaran-pelajaran di dalam kelas. Setiap guru pasti memiliki aturan-aturan
yang disepakati untuk dilaksanakan bersama agar kelas terkondisikan selama
proses pembelajaran. Hal pertama yang harus dilakukan adalah membuat aturan
dalam kelas sejelas mungkin tidak perlu poin yang banyak, titik beratkan pada
substansial adab seorang pembelajar kepada guru dan akhlak kepada
teman-temannya.
Kedua, setelah
anak-anak memahami aturan yang sudah dibuat bersama maka ajaklah anak-anak
untuk membuat konsekuensi ketika aturan yang disepakati itu dilanggar.
Konsekuensi ini penting agar anak-anak belajar untuk berpikir sebelum bertindak
dan konsisten terhadap kesepakatan yang telah dibuat bersama.
Ketiga, uji
sportivitas anak-anak dengan mengajak mereka berkompetisi menjawab pertanyaan
dari materi pelajaran yang sudah diajarkan. Hal ini dapat menjadi kesempatan
seorang guru untuk menanamkan sikap sportif. Motivasi anak bahwa yang menjadi
nilai adalah bukan hanya hasilnya tapi prosesnya. Bukan masalah menang atau
kalah tapi bagaimana anak mau melalui kompetisi itu dengan jujur dan menerima
hasilnya dengan lapang dada.
Keempat,
berikanlah kalimat-kalimat positif sebagai apresiasi kepada anak-anak yang
mampu bersikap sportif walaupun dia gagal menjawab pertanyaan. Karena menurut
Wendy Grolnick, professor psikologi menyebutkan bahwa anak-anak sulit menerima
kekalahan karena ini berkaitan dengan harga diri dan penerimaan orang lain.
Oleh karena itu, peran seorang guru di dalam kelas adalah mengingatkan kembali
jika berkompetisi bukan berarti fokus pada hasil akhir saja. Hargai apa yang
telah mereka upayakan untuk berprestasi.
Kelima, berikan
teladan kepada anak-anak bahwa guru mereka juga sportif dalam proses
pembelajaran. Konsisten dan tegas dalam memberikan konsekuensi kepada anak-anak
yang melanggar. Ketika anak-anak melihat bahwa gurunya tidak konsisten maka
anak-anak pun akan dengan mudah melanggar peraturan yang telah dibuat. Tegas untuk
menyatakan kepada anak-anak apabila yang diperbuatnya itu salah dan bagaimana
seharusnya, serta apresiasi anak-anak yang telah berbuat baik selama proses
pembelajaran.
Terakhir yang
tidak kalah penting adalah bagaimana mengkomunikasikan penanaman sikap sportif
anak kepada orang tua. Tidak sedikit orang tua yang ingin anaknya selalu tampak
hebat. Ketika guru di sekolah sudah dengan tegas dan jelas menerapkan sikap
sprotif namun orang tua tidak menerapkannya, maka
anak-anak akan sulit menerima bagaimana seharusnya bersikap sportif.
Ketika sikap sportif
ini sudah menghujam dalam dada anak-anak terpatri kuat dalam pikirannya. Maka
kelak ketika ia tumbuh menjadi orang dewasa ia akan menjadi seseorang yang kuat
untuk menerima setiap tantangan dan memiliki ketahanan ketika menemui
kegagalan.
Oleh Sastriviana Wahyu Swariningtyas
Guru SDIT Hidayatullah Sleman Yogyakarta
Post a Comment