Just Play, Have Fun, Enjoy the Game
Membaca sebuah tulisan
di Majalah Fahma yang ditulis oleh Maulani, dengan judul Segenggam Nasehat di
Balik Coretan Dinding, saya jadi teringat dengan apa yang dikatakan pebasket
Michael Jordan ketika orang bertanya apa kunci suksesnya sampai menjadi
pebasket legendaris NBA. Jadi, janganlah lagi kita mengesampingkan peran
penting bermain di dalam kehidupan kita.
Mungkin kasus yang
diangkat oleh Maulani dan apa yang dikatakan Michael Jordan ini ada di dalam
lingkup yang berbeda. Bapak dari Maulani yang membiarkan anaknya berekspresi di
dinding rumah, sedangkan Micahel Jordan begitu menikmati permainan basketnya.
Meski demikian, ada kesimpulan yang sama dari dua kisah tersebut, yakni efek di
masa yang akan datang. Michael Jordan sukses sebagai pebasket. Dan Maulani
mampu memetik hikmah dari tindakan sang Bapak ketika dia sudah beranjak dewasa.
Berdasar tulisannya, saya rasa saat ini dia berprofesi sebagai guru.
Bermain adalah kegiatan
sepanjang hidup. Sungguh kasihan jika orang dewasa yang merasa tak punya gairah
lagi untuk bermain. Lebih kasihan lagi jika ada orangtua yang sewot ketika
beberapa hari menjelang ujian, dia
sering mendapati anaknya sedang bermain. Padahal filosof Jerman, Friedrich
Nietzsche (1844-1900) mengatakan, “Di dalam diri laki-laki sejati, bersembunyi
seorang anak yang ingin selalu bermain.”
Para orangtua dan para
pendidik, tahukah kita, kapan ekspresi anak terlihat sangat serius? Lebih
serius daripada ekspresi kita saat asyik dengan pekerjaan? Bukan pada saat dia
marah atau ngambek. Mari, berikan dia
sendok mainan dan sebotol air. Lalu ajak dia ke depan rumah. Akan kita lihat
betapa seriusnya ekspresi anak mengeruk tanah, mencampurnya dengan air lalu membentuk tanah itu sedemikian
rupa. Keseriusannya bahkan bisa melebihi para ekseskutif kantoran.
Lev Vygotsky
(1896-1934), seorang psikolog Rusia, pernah menuturkan, “Dalam bermain,
anak-anak selalu berperilaku lebih tinggi dari usianya, mereka juga selalu
beraksi lebih matang dari kegiatan sehari-hari lainnya. Ketika sedang bermain,
seolah-olah mereka bahkan lebih tinggi satu kepala dari tinggi badan
sebenarnya.”
Di antara berbagai sifat
intelektual manusia, yang paling mendekati sifat kebahagiaan adalah kreativitas.
Mengapa? Sebab sifat kreatif tumbuh bersama kegiatan bermain. Ahli Psikoanalisa
Swiss, Carl Gustav Jung (1875-1961) menguatkan hal ini melalui pendapatnya, “Berkreasi
dan membuat sesuatu yang baru bukanlah dilengkapi dengan intelektual, tetapi
dengan insting bermain.”
Bila ingin anak kita
tumbuh menjadi orang yang berbahagia kelak, biarkanlah ia memuaskan semangat
bermain dan bersenang-senang. Brian Sutton-Smith, seorang ahli cerita rakyat
kontemporer Amerika, bahkan berpendapat, “Lawan dari bermain bukanlah bekerja,
tetapi depresi.” Bermain bermakna sangat penting dalam menyiapkan anak
menghadapi kesulitan dan hal-hal di luar harapan, bahkan sampai kelak ia
dewasa. Ahli biologi kontemporer Amerika, Marc Bekoff, bilang, “Bermain adalah
latihan dalam menghadapi hal-hal di luar harapan kita.”
Kadangkala, saat kita
sebagai orangtua maupun pendidik, ketika hendak asyik bermain bersama anak, timbul kekhawatiran
akan dibilang “masa kecil kurang bahagia”. Akan tetapi, anggapan ini boleh
dibilang sudah usang dan tak perlu
dikhawatirkan lagi. Saya sendiri sering ikut bermain bersama anak, meski hanya
permainan kecil, misalnya bermain kereta-keretaan, kuda-kudaan, bermain pasir, dan sebagainya. Selama bermain pun, saya merasa fun dan senang. Mungkin itu
pula yang terasa di benak anak saya.
Maka dari itu, kita
sebagai orangtua dan pendidik jangan pernah sekalipun malu untuk nimbrung
bermain bersama anak. Insya Allah, akan kita rasakan sensasi dunia anak dalam
bermain. Jika sampai ada yang lewat, lalu bertanya, “Pak/Bu, asyik banget
bermain sama anak. Masa kecil kurang bahagia ya?” Tak usah malu maupun marah.
Bilang saja, “Iya, memangnya kenapa?” ||
Taufik Nur Hidayat, Pemerhati dunia anak
Post a Comment