Menjadi Anak Emas




Anak emas, hampir dipastikan setiap keluarga, setiap kelas, atau bahkan setiap dusun ada yang namanya ‘anak emas’. Kalau secara definitif, anak emas adalah anak yang selalu digadang-gadang, ditimang-timang, atau anak yang selalu dilebihkan dalam segala hal. Biasanya anak emas ini identik dengan hal-hal yang negatif. Karena ada istilah anak emas untuk anak yang selalu mendapatkan kasih dan sayang lebih dari yang lain.

Sebagai contoh anak emas adalah kisah Nabi Ayub as, karena beliau, menurut anak-anaknya, lebih menyayangi, lebih mencintai nabi Yusuf dan Bunyamin, maka anak-anaknya yang lain menjadi iri, akhirnya mereka mencelakai Nabi Yusuf dengan dibuang di hutan. Mengapa Nabi Ayub lebih mencintai Yusuf dan Bunyamin? Tentunya ada kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh keduanya.

Oke, penulis berlepas dari anak emas yang bersifat negatif, mari kita fokus kenapa seseorang itu mencintai lebih, menyayangi lebih, memberi perhatian lebih kepada si anak emas. Manusiawi memang, ketika di dalam kelas ada anak yang paling cantik wajahnya, pasti si cantik akan jadi pusat perhatian oleh guru dan teman-temannya, ia dijadikan ikon di kelasnya, bahkan pasti ada salah satu atau lebih guru menjadi si cantik itu sebagai anak emas karena kecantikannya. Mungkin segala perilaku, model pakaian, model rambut yang dikenakan si cantik akan menjadi tren di kelasnya. Itulah, dia menjadi anak emas karena rupa wajahnya.

Mungkin di kelas yang lain ada anak-anak yang selalu nangkring di rangking satu setiap akhir semester, dan bisa dipastikna juga ada satu atau lebih guru di kelas tersebut menjadikan dia sebagai anak emas karena kecerdasannya. Si cerdas ini biasanya tidak menjadi ikon dalam hal apapun di kelasnya, dia hanya terkenal karena kecerdasannya. Dampaknya memang tidak terlalu besar, karena biasanya si cerdas ini temannya tidak terlalu banyak. Itulah, dia menjadi anak emas karena kecerdasannya.

Nah, kalau ada si cantik tentu juga ada si ganteng bagi laki-laki dan tentu saja ada si buruk rupa, seseorang yang tidak diberi Allah kelebihan dalam hal kerupawannya. Tentulah dia menjadi ikon keburukkan di kelasnya, biasanya teman-temannya akan membuat olok-olok dengan menjodohkan dengannya. Kalau pernah melakukan hal ini, sepatutnya kita meminta maaf kepada teman kita yang satu ini, karena tidaklah pantas hal ini dilakukan. Tapi itulah kenyataan, si buruk rupa akan selalu menjadi bahan ejekkan. Nasib si buruk rupa tidak sebaik si cantik atau si ganteng, dia menjadi lebih sulit untuk menarik simpatik guru-gurunya dengan bermodal wajahnya, jadi untuk menjadi anak emas, si buruk rupa harus menjadi cerdas baru dia bisa menjadi anak emas.

Kalau ada si cerdas, tentu ada si bodoh. Nah si bodoh ini bisa saja menjadi anak emas, jika dengan modal yang pertama, cantik atau ganteng. Jika tidak ada, maka hal yang mustahil untuk menjadi anak emas di kelasnya.

Dari sekumpulan cerita di atas, anak emas identik dengan kelebihan yang dimiliki. Jadi mudah saja untuk menjadi anak emas, punyalah nilai lebih dalam hal kebaikan. Jika yang ada hanya kelebihan keburukkan, maka anak emas sulit didapatkan.

Nah, menjadi anak emas harus berprestasi, bukan hanya modal wajah cantik atau rupa yang ganteng. Berprestasilah, menjadi anak emas. 

Mahmud Thorif, Redaktur Majalah Fahma 
Foto : Indana, murid kelas 3A SDIT Hidayatullah
Powered by Blogger.
close