Cerdas di Sekolah : Jangan Ragu Melibatkan Anak
Oleh Suwati B. Abidin
“Hafiz pakai baju penghulu aja ya untuk karnaval
besok. Biar kelihatan berwibawa seperti pemangku adat di Padang, ”ujar bunda
sambil menyiapkan bekal sekolah anaknya.”Nggak
usah, ayah sudah sewakan baju Jawa lengkap dengan blankonnya,” sahut ayah
memotong ide Bunda.
Hafiz sebagai anak tentu bingung dengan
percakapan kedua orangtuanya.Tanpa diskusi sebelumnya, sebuah kebijaksanaan
telah diambil secara sepihak yang mau tidak mau harus diterima. Di sini telah
terjadi komunikasi yang salah antara ayah dan bundanya, yang mengakibatkan anak
sebagai obyek yang paling dirugikan.
Suatu hal yang wajar jika sang bunda
mengharapkan anaknya memakai baju adat Padang, asal daerahnya, mengingatkan
masa kecilnya dulu kala ikut acara perayaan. Tidak salah pula jika sang ayah menginginkan
anaknya memakai baju adat Jawa, kampung halamannya yang membuat bangga karena
nampak seperti raja Jawa dengan baju kebesarannya.
Satu hal yang salah adalah anak tidak
dilibatkan, ditanya atau diminta pendapatnya apakah dia suka atau tidak suka, setuju
atau tidak setuju dengan keputusan tersebut. Alhasil, anak merasa tidak punya
hak untuk mengemukakan gagasan yang dia inginkan. Kondisi tersebut akan
mempengaruhi perkembangan sosial sang anak. Anak akan menjadi pasif dan
cenderung tidak percaya diri. Lebih baik menunggu daripada aktif bertanya akan
sesuatu yang tidak diketahuinya. Dia juga akan lebih suka menyendiri daripada berkelompok
dengan kawannya.
Dalam suatu keluarga multi suku dengan
latar belakang dan kultur budaya yang berbeda, pernik-pernik masalah kecil akan
menjadi masalah besar bagi perkembangan karakter anak jika diabaikan. Orangtua
tidak sadar bahwa setiap perbedaan yang ditunjukkan melalui perilaku kehidupan
sehari-hari akan diperhatikan dan dievaluasi oleh anak.
Kekompakan orangtua untuk menyatukan
perbedaan yang ada dengan melibatkan anak sebagai penengah akan membuat anak
merasa lebih dihargai. Pada akhirnya, anak akan belajar menghargai orang lain.
Misalnya, tanyakan kepada anak, libur lebaran tahun ini ingin ke mana, apakah
pulang kampung ke Padang atau Yogya? Atau buat perencanaan yang bergantian dan
sampaikan kepada anak alasan-alasannya.
Dengan demikian anak diajak untuk ikut
berpikir dan mengeluarkan pendapatnya. Anak akan merasa menjadi sosok yang
penting dalam pengambilan keputusan. Jika hal ini dibiasakan. maka akan tumbuh
rasa percaya diri yang tinggi, selalu berpikir sebelum bertindak dan mampu
bekerja sama dengan orang lain.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam telah menjadi teladan yang baik untuk
pengajaran ini. Dengan berhijrah dari Makkah ke Madinah, beliau mempersatukan
suku-suku yang ada di Arab. Mengesampingkan kepentingan pribadi dan golongan, untuk
mewujudkan tatanan politik, pemerintahan, ekonomi dan syiar Islam.
Pun dalam keluarga, jadikan perbedaan
menjadi warna tersendiri bagi pendidikan anak. Ketika anak sedang belajar PPKN,
misalnya, hubungkan dengan adat istiadat kita. Atau ajarkan perbendaharaan kata
yang sering kita pakai dalam bahasa daerah halus, misalnya kata terimakasih. Ketika
anak sedang belajar IPS, kita bisa menyelipkan dengan pengetahuan hubungan
kekerabatan dalam masyarakat menggunakan contoh dari suku kita masing-masing. Dengan
demikian, anak akan memiliki pengetahuan serta wawasan yang luas. Jadi, kenapa
ragu melibatkan anak dalam perbedaan kita?||
*) Suwati B. Abidin : Ibu rumah tangga, tinggal di Batam
foto dokumentasi SDIT Hidayatullah Sleman
Post a Comment