Mengusahakan Anak Penegak Shalat
Oleh R. Bagus Priyosembodo
Apabila manusia
meninggal, maka terputuslah amalannya kecuali tiga hal. Shalat yang dulu
ditunaikan tidak lagi bisa ketika nyawa sudah meninggalkan badan. Haji dan
umroh yang dulu dilakukan sudah tidak bisa lagi karena sudah sama sekali tak
berkemampuan. Berbagai amal kebaikan yang lain juga sudah berhenti dilakukan
dan tidak lagi mengalirkan ganjaran kepada orang yang semasa hidup biasa
melakukannya. Akan tetapi ada keistimewaan pada 3 amal berikut. Amalan yang
tetap mengalirkan ganjaran kepada orang yang melakukannya meski ia sudah
meninggal dunia. Yakni ilmu yang dulu diajarkan dan masih terus memberikan
menfaat. Shadaqah yang terus menghasilkan ganjaran karena masih terus
menghasilkan manfaat. Dan, anak yang shalih yang mendoakan kedua orangtuanya.
Anak yang shalih
amat menguntungkan kedua orangtuanya, baik semasa mereka hidup maupun sesudah
mereka mati. Adapun anak yang buruk akan menyusahkan orangtuanya semasa mereka
hidup dan bisa terus menjelekkan nama baik orangtua bahkan sesudah mereka
meninggal dunia.
Maka hendaklah
setiap orangtua menjadikan keshalihan anak sebagai tujuan dari segenap upaya
pengasuhan dan pendidikan kepada anak-anaknya. Apabila keshalihan menjadi
perhatian utama maka pendidikan anak akan mementingkan materi dan cara-cara
untuk menghasilkannya. Adapun bila orangtua tidak berfokus pada upaya mewujudkan
keshalihan maka pendidikan anak akan dipenuhi materi dan cara untuk
menghasilkan tujuan lain meski keshalihan tidak ada pada diri anak tersebut.
Orang
yang shalih akan mendoa, "Wahai Rabb kami, karuniakanlah kepada kami
isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan
jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa." Ia amat mengharapkan pasangan hidup
yang menyenangkan karena memiliki akhlak yang mulia. Ia juga amat menginginkan
anak yang menyejukkan pandangan karena keshalihannya.
Orangtua yang baik
mendoa, "Wahai Rabb, jadikanlah aku dan keturunanku orang-orang yang
menegakkan shalat, wahai Rabb kami kabulkanlah doa (kami)." Ia memohon untuk dijadikan orang yang bisa
melaksanakan shalat dengan memenuhi berbagai syarat kesempurnaannya. Demikian
juga mengharapkan hal itu bagi anaknya. Jika lisannya bercocokan dengan hati
dan perbuatannya, maka ia akan serius memperhatikan upaya pendidikan shalat
pada anaknya. Keinginan kuat dan perhatian
serius terhadap shalat inilah modal utama untuk menghasilkan anak-anak rajin
shalat. Bagaimana akan mudah mendidikan shalat pada anak jika orangtua dan guru
bukanlah pribadi yang mementingkan shalat.
Allah Ta’ala memerintahkan, "Dan perintahkanlah anakmu
untuk shalat dan untuk bersabar di atasnya." Orang wajib
memerintahkan anaknya melakukan shalat. Dalam upaya memerintahkan shalat
terhadap anak itu mengandung berbagai kesulitan yang amat membutuhkan
kesabaran. Tanpa mempunyai kesabaran dalam mendidik anak melakukan shalat maka
upaya itu akan berhasil jelek.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam memberi
tuntunan kepada kita, “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat
ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka bila pada usia sepuluh
tahun tidak mengerjakan shalat, serta pisahkanlah mereka di tempat
tidurnya.”(hadits diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang hasan)
Perhatikan
petunjuk penting dalam hadits itu. Anak
tujuh tahun, apalagi sebelum itu, hanyalah diajari dan disuruh shalat tanpa
hukuman. Adapun sanksi barulah umur sepuluh tahun dan sesudahnya. Terlalu
tergesa sehingga menerapkan cara yang tidak tepat dalam mendidik anak akan
memburukkan mereka.||
Foto : Cover Majalah Fahma Edisi Maret 2014, Desain Budi Yuwono
Post a Comment