Pengaruh Kejujuran Orangtua Pada Anak
Suatu hari, seorang saudagar perhiasan, Yunus bin
Ubaid menyuruh saudaranya untuk menjagakan tokonya karena dia akan melaksanakan
shalat. Saat itu, datanglah seorang badui hendak membeli perhiasan. Maka
terjadilah transaksi di antara badui dengan orang yang diamanahi tersebut. Satu
perhiasan permata yang hendak dibeli harganya 400 dirham. Saudara Yunus
menunjukkan barang yang sebetulnya harganya hanya 200 dirham. Barang tersebut
dibeli badui tadi tanpa melakukan penawaran.
Di tengah perjalanan, dia berpapasan dengan Yunus
bin Ubaids. Yunus lalu bertanya pada badui tersebut sebab dia mengetahui barang
itu adalah dari tokonya. “Berapa harga barang ini?” tanya Yunus. Badui itu
menjawab, “400 dirham,” Yunus terperanjat, “Harga sebenarnya 200 dirham. Mari
kembali ke toko saya agar saya dapat mengembalikan kelebihan uang anda,” pinta
Yunus. “Biarlah, tak mengapa. Aku bersyukur memiliki barang ini sebab di
kampungku harganya mencapai 500 dirham,” sahut badui.
Namun Yunus tetap mendesaknya agar mau kembali.
Akhirnya badui tersebut bersedia kembali ke toko dan menerima kelebihan
uangnya. Setelah badui tersebut pergi, Yunus berkata pada saudaranya, “Apakah
kamu tidak merasa malu dan takut pada Allah dengan menjual barang seharga dua
kali lipat dari harga aslinya?” Sang saudara pun berkilah, “Tetapi dia sendiri
yang mau membelinya seharga 400 dirham,” Yunus pun menjawab, “Ya, tapi di atas
kita terpikul satu amanah untuk memperlakukan saudara kita seperti
memperlakukan diri kita sendiri,”
Setiap orangtua pasti sangat ingin memiliki anak
yang jujur seperti Yunus bin Ubaid di atas. Kejujuran akan membuat seseorang
bertambah mulia dalam pandangan Allah dan seluruh makhluk-Nya. Apa gunanya
memiliki anak yang cerdas namun hatinya tidak jujur? Boleh jadi kita sebagai
orangtua justru akan dipermainkan dan ditipu olehnya. Sungguh, kecerdasan yang
tidak disertai dengan kejujuran akan sangat berbahaya. Bila ia menjadi pemimpin,
maka ia dengan kelihaiannya akan menyalahgunakan kekuasaan untuk menipu
orang-orang yang dipimpinnya.
Langkah pertama yang harus ditempuh orangtua agar
anak-anaknya tumbuh menjadi pribadi yang jujur adalah dengan memberikan teladan
berupa sikap jujur ketika berhadapan dengan mereka. Bagaimanapun keadaannya,
orangtua dituntut agar jangan sekali-kali menampakkan kebohongan di depan
anak-anak. Sebab ada kalanya orangtua tidak sadar bahwa sebenarnya mereka telah
berbuat dusta kala menyaksikan kenakalan anak. Sering kita menyaksikan sebagian
orangtua yang ingin menghentikan anaknya yang menangis atau rewel dengan berkata,
“Ssst…., diam ya sayang, kalau gak mau diam nanti ibu panggilin pak dokter buat
nyuntik kamu, lho!”
Karena panik, apapun mereka lakukan agar anaknya
berhenti menangis, termasuk ucapan di atas. Ucapan seperti ini tentu akan
membekas di hati anak. Anak mungkin akan berhenti menangis karena takut ancaman
orangtua. Anak pun juga akan tumbuh menjadi pribadi yang penakut. Dan tanpa
disadsari, orangtua sudah mengajari anaknya bersdusta. Untuk mengatasi hal ini,
orangtua hendaknya jangan ikut panik sebab hanya akan membuat orangtua menjadi
tidak bijak dalam bertindak. Alangkah lebih baik jika sikap rewel anak
dialihkan ke hal lain yang bermanfaat, seperti menggambar atau membacakan
cerita.
Di samping itu, orangtua juga tidak boleh membiarkan
anak berdusta begitu saja tanpa berusaha meluruskannya. Orangtua harus
menyadarkan anak bahwa bersdusta itu tidak baik. Karena sekali saja anak
dibiarkan berdusta, maka akan membuatnya berani bersdusta di lain waktu dengan
kedustaan yang lebih besar. Menegur dan mengingatkan anak saat berdusta bisa
mencegah mereka melakukan hal yang sama di lain waktu.
Mari kita tutup pembahasan tulisan ini dengan
mentadaburi sabda Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya kejujuran menunjukkan kepada kebaikan, dan
kebaikan menuntun pasa surga, dan sesungguhnya seseorang berkata jujur sehingga
dia menjadi orang yang jujur. Dan sesungguhnya kesdustaan menunjukkan pada
kejahatan, sedangkan kejahatan mengantar pada neraka, dan sesungguhnya
seseorang berkata dusta hingga ia tercatat di sisi Allah sebagai pendusta,” (HR
Bukhori, Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi)
*) Pemerhati dunia anak
Post a Comment