Pengaruh Kejujuran Orangtua Pada Anak


Oleh Muhammad Abddurrahman

Suatu hari, seorang saudagar perhiasan, Yunus bin Ubaid menyuruh saudaranya untuk menjagakan tokonya karena dia akan melaksanakan shalat. Saat itu, datanglah seorang badui hendak membeli perhiasan. Maka terjadilah transaksi di antara badui dengan orang yang diamanahi tersebut. Satu perhiasan permata yang hendak dibeli harganya 400 dirham. Saudara Yunus menunjukkan barang yang sebetulnya harganya hanya 200 dirham. Barang tersebut dibeli badui tadi tanpa melakukan penawaran.
Di tengah perjalanan, dia berpapasan dengan Yunus bin Ubaids. Yunus lalu bertanya pada badui tersebut sebab dia mengetahui barang itu adalah dari tokonya. “Berapa harga barang ini?” tanya Yunus. Badui itu menjawab, “400 dirham,” Yunus terperanjat, “Harga sebenarnya 200 dirham. Mari kembali ke toko saya agar saya dapat mengembalikan kelebihan uang anda,” pinta Yunus. “Biarlah, tak mengapa. Aku bersyukur memiliki barang ini sebab di kampungku harganya mencapai 500 dirham,” sahut badui.
Namun Yunus tetap mendesaknya agar mau kembali. Akhirnya badui tersebut bersedia kembali ke toko dan menerima kelebihan uangnya. Setelah badui tersebut pergi, Yunus berkata pada saudaranya, “Apakah kamu tidak merasa malu dan takut pada Allah dengan menjual barang seharga dua kali lipat dari harga aslinya?” Sang saudara pun berkilah, “Tetapi dia sendiri yang mau membelinya seharga 400 dirham,” Yunus pun menjawab, “Ya, tapi di atas kita terpikul satu amanah untuk memperlakukan saudara kita seperti memperlakukan diri kita sendiri,”
Setiap orangtua pasti sangat ingin memiliki anak yang jujur seperti Yunus bin Ubaid di atas. Kejujuran akan membuat seseorang bertambah mulia dalam pandangan Allah dan seluruh makhluk-Nya. Apa gunanya memiliki anak yang cerdas namun hatinya tidak jujur? Boleh jadi kita sebagai orangtua justru akan dipermainkan dan ditipu olehnya. Sungguh, kecerdasan yang tidak disertai dengan kejujuran akan sangat berbahaya. Bila ia menjadi pemimpin, maka ia dengan kelihaiannya akan menyalahgunakan kekuasaan untuk menipu orang-orang yang dipimpinnya.
Langkah pertama yang harus ditempuh orangtua agar anak-anaknya tumbuh menjadi pribadi yang jujur adalah dengan memberikan teladan berupa sikap jujur ketika berhadapan dengan mereka. Bagaimanapun keadaannya, orangtua dituntut agar jangan sekali-kali menampakkan kebohongan di depan anak-anak. Sebab ada kalanya orangtua tidak sadar bahwa sebenarnya mereka telah berbuat dusta kala menyaksikan kenakalan anak. Sering kita menyaksikan sebagian orangtua yang ingin menghentikan anaknya yang menangis atau rewel dengan berkata, “Ssst…., diam ya sayang, kalau gak mau diam nanti ibu panggilin pak dokter buat nyuntik kamu, lho!”
Karena panik, apapun mereka lakukan agar anaknya berhenti menangis, termasuk ucapan di atas. Ucapan seperti ini tentu akan membekas di hati anak. Anak mungkin akan berhenti menangis karena takut ancaman orangtua. Anak pun juga akan tumbuh menjadi pribadi yang penakut. Dan tanpa disadsari, orangtua sudah mengajari anaknya bersdusta. Untuk mengatasi hal ini, orangtua hendaknya jangan ikut panik sebab hanya akan membuat orangtua menjadi tidak bijak dalam bertindak. Alangkah lebih baik jika sikap rewel anak dialihkan ke hal lain yang bermanfaat, seperti menggambar atau membacakan cerita.
Di samping itu, orangtua juga tidak boleh membiarkan anak berdusta begitu saja tanpa berusaha meluruskannya. Orangtua harus menyadarkan anak bahwa bersdusta itu tidak baik. Karena sekali saja anak dibiarkan berdusta, maka akan membuatnya berani bersdusta di lain waktu dengan kedustaan yang lebih besar. Menegur dan mengingatkan anak saat berdusta bisa mencegah mereka melakukan hal yang sama di lain waktu.
Mari kita tutup pembahasan tulisan ini dengan mentadaburi sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya kejujuran menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan menuntun pasa surga, dan sesungguhnya seseorang berkata jujur sehingga dia menjadi orang yang jujur. Dan sesungguhnya kesdustaan menunjukkan pada kejahatan, sedangkan kejahatan mengantar pada neraka, dan sesungguhnya seseorang berkata dusta hingga ia tercatat di sisi Allah sebagai pendusta,” (HR Bukhori, Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi)


*) Pemerhati dunia anak

Powered by Blogger.
close