Generasi Tangguh
Oleh Yusuf
Sabiq Zaenuddin
Kasih sayang Allah
sangat luas pada hamba-Nya. Manusia dilahirkan lemah tak berdaya, hewan dilahirkan
dalam keadaaan mampu berdiri dan berlari. Kasih sayang
terbesar seekor induk elang adalah ketika dia melempar sang anak dari
sarangnya.
Ada slogan iklan, ”Kamu bisa! Kamu hebat! Kamu juara!” Benarkah untuk
menciptakan seorang yang hebat itu hanya sekedar memperhatikan kekuatan
fisiknya saja? Bukankah untuk menciptakan seorang tokoh bisa dikerjakan sambil
lalu? Tentunya tidak, untuk menjadi orang hebat, orang serba bisa, dan juara
harus seimbang dalam 3 jenis, baik gizi, jasmani dan rohani, maupun
intelektualnya.
Asupan tiga jenis gizi itu harus seimbang. Fisiknya harus sehat, jasmani
dan rohaninya pun harus sehat, kecerdasan intelaktualnya pun terpantau. Hal-hal
yang bersifat fisik misalnya ketika ia mengalami sakit panas, batuk, gatal yang
dirasakan bisa diantisipasi, tetapi kebanyakan orang mengabaikan dari sisi
spritualnya.
Zaman persaingan globalisasi tak pernah menemukan kata henti, persaingan
adalah tanda kehidupan. Hanya saja sering kali pola komunikasi antara anak dan
orangtua tidak dengan memberi kesempatan untuk memilih. Parahnya, anak tidak diberi
kesempatan membuat keputusan, justru orangtua yang memutuskan segala sesuatu
untuk anak, padahal memilih dan mengambil keputusan merupakan inti dari
ketangguhan.
Ketangguhan merupakan sebuah sikap hidup dari upaya kepengasuhan yang
komprehensif. Hal ini perlu diawali dengan kesepakatan orangtua tentang anak. Kalau
kita berkaca pada seekor burung elang, puncak kasih sayang seekor induk elang adalah
ketika ia mampu menendang anaknya dari sarangnya. Seperti kita ketahui sarang
burung elang berada di atas bukit cadas. Dengan lemparan itu, anak elang jadi
terpaksa mengeluarkan kemampuannya, akhirnya dia survive. Elang adalah inspirasi bagi rasa percaya diri, elang
selalu terbang sendiri.
Anak yang tidak pernah gagal dalam hidupnya, tidak akan tahu apa artinya
berhasil. Anak yang tidak pernah kecewa tidak tahu bagaimana nikmatnya mencapai
dan memperoleh sesuatu. Hal itu mudah diucapkan tapi berat dilaksanakan karena
umumnya orangtua selain selalu ingin menyenangkan anak, tapi tanpa sengaja
mengharap naka mampu mewujudkan mimpi pribadi orangtua yang tidak tergapai.
Bagaimana dengan sisi spritualnya? Mengenal Allah adalah ilmu tertinggi,
memperkenalkan kepada anak bahwa di atas segalanya ada Sang Maha Kuasa. Allah
memperhitungkan upaya seseorang, bukan pada hasilnya. Jadi bekal spiritual
dalam jiwa anak adalah syarat mutlak untuk mencetak pribadi tangguh. Dengan
begitu, anak akan menikmati proses pendakian dalam hidupnya sendiri.
Proses menciptakan generasi tangguh itu dimulai jauh-jauh hari ketika
memilih pasangan, Rasulullah bersabda “Wanita dinikahi karena 4 perkara, yakni karena
hartanya, karena kecantikannya, karena keturunannya dan karena agamanya. Berbahagialah
orang yang menikahi wanita karena agamanya, dan merugilah orang yang menikahi
wanita hanya karena harta, kecantikan dan keturunannya” (HR. Bukhori-Muslim).
Dalam hadits yang lain, Rasulullah mengingatkan agar kita selalu melakukan yang
terbaik, apalagi terhadap yang kita cintai. ”Sebaik-baiknya kamu adalah yang
paling baik kepada keluarganya, dan aku adalah orang yang terbaik di antara
kalian terhadap keluargaku”(HR Tirmidzi).||
*) Yusuf Sabiq Zaenuddin, Staf Pengajar di SDIT An Nida, Sokaraja, Banyumas
Foto dokumen SDIT Hidayatullah Yogyakarta
Post a Comment