Tips Cerdas : Trik Mengkritik Anak
doc fahma/thorif |
Oleh Norhikmah
Jika anak melakukan kesalahan, biasanya secara spontan guru
akan terdorong untuk menegur agar anak segera memperbaiki serta tidak
mengulangi perbuatannya. Namun kadang sulit bagi kita untuk menyampaikan kritik
kepada anak, karena tanggapan anak seringkali di luar dugaan. Ada anak yang
langsung menurut dan segera mengubah perilakunya. Namun ada yang melakukan
pemberontakan dan ada pula yang tersinggung lalu menarik diri atau melancarkan
aksi perang dingin. Tanggapan yang terakhir ini paling banyak dilakukan anak
apabila dikritik oleh guru atau orangtuanya.
Mengkritik atau menunjukkan kesalahan anak memang bukan hal
yang mudah. Pesan utama dari penyampaian kritik adalah agar anak menyadari
kesalahan dan memperbaikinya, sehingga ketika dikritik anak tetap merasa
nyaman, tidak perlu merasa bersalah berkepanjangan dan tidak memberi orang yang
mengkritiknya karena tersudutkan.
Untuk bisa mengkritik anak dengan baik, hal-hal yang perlu
diperlihatkan adalah:
1. Terlebih
dahulu bisa membedakan antara perilaku dan pelaku.
“Pelaku” adalah individu anak yang sedang
melakukan sesuatu. Sedang “perilaku” adalah kegiatan yang sedang dilakukannya.
Misalnya Umar memukul kucing. Umar adalah pelaku sedang memukul kucing adalah
perilaku anak.
2. Antara
pelaku dan perilaku tidak selalu mempunyai konotasi yang sama.
Memukul kucing memang merupakan tindakan yang buruk tapi bukan
berarti Umar adalah anak buruk. Anak tetap anak, sekalipun perilakunya buruk.
Yang buruk adalah perilakunya, sementara pelakunya, yakni si anak sendiri
adalah anak-anak yang baik yang berhak untuk di sayang dan dicintai.
3. Spesifik,
bukan label
Kadang kita sulit membedakan antara memberi tahu tentang
perilaku yang salah dengan memberi label tentang karakter kepribadiannya.
Ketika di kelas anak terlihat malas mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru,
mungkin kita akan segera mengingatkan atau mengkritiknya. “Dari tadi kok belum
selesai sih? Kamu memang pemalas!” Pada saat itu anak mungkin memang sedang
malas, tapi kita tidak berhak memberinya label sebagai anak malas atau pemalas.
Bisa jadi, label tersebut diartikan oleh anak sebagai anggapan bahwa ia selalu
malas, dan tidak pernah rajin sama sekali. Label negatif yang diberikan guru
kepada anak tersebut, bukan tidak mungkin akan membuat anak tersinggung dan
sakit hati. Akibatnya tujuan kita mengkritik akan sulit terwujud. Sebaliknya
jika kita mengatakan “Sudah cukup lama kamu mengerjakan ini, tapi belum selesai
juga. Mengapa kamu hari ini terlihat malas? Bu guru yakin, Mbak bisa bekerja
lebih cepat lagi.” Jadi selain kita beritahu secara spesifik tentang
kesalahannya, kita juga perlu memotivasi agar ia bisa memperbaikinya.
4. Memantau
progresnya.
Seringkali guru mengomentari perilaku anak didiknya hanya bila
mereka melakukan kesalahan sementara jika mereka berbuat kebaikan jarang diakui
dan diberi pujian. Ketika anak melakukan kesalahan, kita perlu menegurnya
secara spesifik dan sesegera mungkin. Dengan demikian anak mengetahui dia
pernah melakukan kesalahan dan juga pernah diakui bahwa ia pernah melakukan
hal-hal yang baik. “Wah, bu guru senang, hari ini Mbak bersemangat belajarnya.
Pasti tugasnya jadi cepat selesai.”
5. Lakukan
kritik dengan metode “Teguran Satu Menit”
- Setengah menit pertama : Tegur
perilakunya.
Ketika seorang anak berbuat kesalahan, kita harus menegur
“perilaku” tersebut, tanpa mencela “pelaku”nya. Anak harus mengerti letak
kesalahannya dan mengetahui bahwa kita benar-benar marah, kecewa dan membenci
perilaku yang baru saja dilakukannya, sebaiknya pada saat itu dengan
sejelas-jelasnya.
- Jangan diulang, diamkan beberapa detik.
Teguran cukup dilakukan sekali saja. Insya-Allah anak
sudah bisa memahami perasaan kita. Kalau hal ini diulang-ulang justru akan
menimbulkan kebosanan dan anak merasa di gurui. Dengan didiamkan beberapa
detik, diharapkan dalam diri anak sendiri akan timbul perasaan yang tidak enak
menghadapi “kemarahan” gurunya.
- Setengah menit kedua : Hargai Pelakunya.
Menjadi orang yang dikritik bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Oleh sebab itu pastikan anak masih tetap merasa nyaman berada di dekat kita meskipun dia pernah berbuat salah. Yakinkan kepadanya bahwa kita hanya tidak menyukai perilaku tertentunya bukan pribadinya. Yakinlah bahwa kita tetap menyayanginya karena mereka pada dasarnya adalah anak-anak yang sholih dan sholihah yang patut dipuji dan dihargai.||
*) Norhikmah, Guru SDIT Hidayatullah, Sleman Yogyakarta.
Post a Comment