Berdo'a dalam Amplop

google.com
Oleh: Mohammad Fauzil Adhim
  
Terhenyak saya.

Suatu pagi saya menghadiri sebuah acara. Ada hal yang mengejutkan saya dari penyelenggara. Salah seorang di antara mereka berbicara penuh semangat kepada peserta, perkataan yang tidak pernah saya dengar sebelumnya dari orang-orang shalih. Tidak pula saya dengar dari kakek nenek saya yang saya kenal bertekun-tekun mendalami agama. Saya justru mendapati apa yang mereka katakan itu pada agama lain. Tak terkecuali dari mereka yang berakrab-akrab dengan New Age Movement dengan segala cabang maupun rinciannya.

Sejenak saya terdiam sembari merenung, adakah ini yang dimaksud dalam hadis Nabi shallaLlahu 'alahi wa sallam? Sesungguhnya beliau telah bersabda:

سَيَكُوْنُ فِـيْ آخِرِ أُمَّتِيْ أُنَاسٌ يُحَدِّثُوْنَكُمْ مَـا لَـمْ تَسْمَعُوْا أَنْتُمْ وَلاَ آبَاؤُكُمْ ، فَإِيَّاكُمْ وَإِيَّاهُمْ

“Pada akhir zaman akan ada kaum yang berbicara kepada kalian dengan sesuatu yang tidak pernah kalian dengar dan tidak pula pernah didengar nenek moyang kalian. Maka hati-hatilah terhadap mereka.” (HR. Muslim, Ibnu Hibban & Al-Hakim). 

Tetapi..., perkataan apakah yang merisaukan saya itu? Do'a. Mereka mengobarkan semangat untuk berdo'a, tetapi dengan cara yang sangat asing dan tidak pernah saya dapati tuntunannya di dalam agama ini. Salah seorang berkata:

"Yang mau segera dapat jodoh, yang mau kaya raya, yang mau segera punya mobil.... Apa saja. Mudah. Semua ada caranya. Biar do'a lebih cepat terkabul, juga ada caranya. Pokoknya yakin dah Allah Maha Kuasa, Maha Kaya, Maha Mengabulkan Do'a. Minta saja sama Allah. Bagaimana caranya biar semua keinginan kita dikabulkan sama Allah? Bagaimana agar Allah kabulkan persis seperti yang kita minta? Mudah..... Tuliskan do'a Anda dengan rinci. Tulislah dengan lengkap, selengkap-lengkapnya. Apa saja. Mau mobil, kalau perlu warnanya apa, mereknya apa. Tuliskan di amplop. Makin lengkap makin baek."

Ia kemudian melanjutkan perkataannya:

"Kalau mau mobil, bayangkan dengan jelas, mobil apa yang Anda inginkan. Gambarkan dengan detail biar jelas. Kalau perlu lihat fotonya. Cari brosurnya. Masukin sekalian di amplop.
Nah, kalau sudah dimasukin amplop, terus ngapain? Bawa ke Ka'bah. Umrah ke sana dan bawa amplop itu. Pegangi amplopnya. Do'a yang sungguh-sungguh sama Allah. Bilang sama Allah, 'Ya Allah, penuhi semua keinginanku, kabulkan semua permintaanku yang di dalam amplop ini. Kalau sempet bacain akan lebih baik.' Habis itu taruh di sana. Yakinlah, segala yang kita inginkan akan segera dikabulin sama Allah."

Bagaimana jika seseorang tidak sempat atau tidak mampu umrah? Ada solusinya, yakni menitipkan kepada orang yang mau umrah. Bisa kepada "ustadz" yang mau ke sana. Ia juga mengajarkan triknya agar do'a dikabulkan lebih cepat dengan berbagai teknik amalan. Dan sekali lagi, saya tidak pernah menjumpai tuntunannya dari salafush-shalih. Tidak juga saya menjumpai nash shahih tentang itu. Yang saya dapati justru sebaliknya, praktek dari agama lain.

Ada beberapa syubhat dalam berbagai ucapan tersebut. Dua di antaranya adalah, pertama,pernyataan yang menunjukkan seakan ada mekanisme yang menjadikan sebuah do'a secara pasti akan lebih mudah dikabulkan, lebih cepat dan dapat dipercepat lagi dengan berbagai hal justru bertentangan keras dengan tuntunan agar ada khauf dan raja' (cemas dan harap) dalam berdo'a. Ini meniadakan sikap tadharru' di hadapan Allah Ta'ala. Dan sesungguhnya, sebaik-baik perkataan adalah kalamuLlah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah Muhammad shallaLlahu 'alaihi wa sallam.

Kedua, cara-cara yang diajarkan sama sekali tidak terdapat dalam Islam. Padahal jika mereka meminta kepada Allah Ta'ala, maka tak ada yang lebih patut untuk diikuti melebihi tata-cara yang langsung dituntunkan oleh Allah Ta'ala dalam Al-Qur'anul Kariim serta dijelaskan oleh Rasulullah Muhammad shallaLlahu 'alaihi wa sallam di dalam As-Sunnah Ash-Shahihah. Bagaimana mungkin engkau meminta kepada Allah Ta'ala, tetapi mencampakkan cara yang telah ditetapkan-Nya? Bagaimana mungkin engkau berdo'a dengan mengambil keumuman makna "berdo'alah kepada-Ku niscaya akan Aku kabulkan bagimu", tetapi rincian caranya engkau ambil dari agama lain?

Sesungguhnya merinci-rinci do'a merupakan perbuatan melampaui batas sebagaimana kita dapat dalam hadis dari Abu Nu'amah. Begitu pula visualisasi do'a, sangat tercela menurut Islam. Sementara menuliskan keinginan dengan rinci dan menyerahkan (meletakkan) di Baitullah, baik dengan membacakannya maupun tidak, merupakan tindakan menyerupai (tasyabbuh) sebagian Nasrani serta Yahudi. Cara berdo'a seperti inilah yang kita jumpai pada peribadatan orang Yahudi dan Nasrani di Tembok Ratapan yang mereka yakini sebagai tempat suci. Maka apakah engkau akan berdo'a dengan cara mereka? Padahal Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa sallam telah tegas larangan tasyabbuh. Lebih-lebih dalam soal yang berkait dengan 'ibadah.

Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).

Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
  
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا

“Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang menyerupai selain kami.” (HR. Tirmidzi).

 Apakah setiap yang menyerupai orang kafir mutlak haramnya? Tidak! Yang dilarang keras dan karena itu terjatuh ke dalam maksud hadis ini adalah menyerupai dalam perkara-perkara yang merupakan kekhasan orang kafir, meskipun itu hanya soal cara berpakaian atau kegiatan yang tidak terkait dengan 'ibadah. Adapun dalam masalah 'ibadah, jangankan menyerupai orang kafir dan menirunya sehingga nyaris tak berbeda dengan mereka, melakukan ritual yang tidak jelas tuntunannya pun harus kita jauhi. Apalagi jika ritual itu nyata-nyata bertentangan dengan nash yang shahih dan berasal dari agama lain, maka tidak ada tempat sama sekali dalam agama ini. Melakukan praktek 'ibadah yang bertentangan dengan islam dan nyata diajarkan agama lain jelas merupakan perbuatan tasyabbuh (menyerupai) yang sangat dilarang.

Berdo'a dengan menuliskan secara rinci dan memasukkannya ke dalam amplop merupakan salah satu bentuk tasyabbuh dalam masalah yang justru sangat mendasar, yakni 'ibadah. Jika mengada-adakan yang baru tanpa ada dasar dalil yang jelas pun dapat tertolak, maka apalagi menyerupai praktek agama lain. Padahal, andaikan bukan meniru agama lain, berdo'a dalam amplop menyalahi nash shahih tentang do'a sehingga tak diragukan lagi keburukannya dalam agama. Kita perlu khawatir --seandainya ini bukan tasyabbuh dari agama lain-- do'a dalam amplop termasuk bid'ah (sebagian lainnya menyebut dengan istilah bid'ah madzmumah sebagai lawan dari bid'ah mahmudah atau bid'ah sayyi'ah yang merupakan lawan dari bid'ah hasanah).

Ingatlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
 أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan (bid’ah) dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Muslim).


Lalu, apa buruknya berdo'a dengan rinci dan menuliskan selengkap-lengkapnya? Mari kita simak hadis berikut ini sekali lagi:
 عَنْأَبِي نَعَامَةَ، عَنْ ابْنٍ لِسَعْدٍ، أَنَّهُ قَالَ: سَمِعَنِي أَبِي وَأَنَا أَقُولُ:اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَنَعِيمَهَا وَبَهْجَتَهَا، وَكَذَا، وَكَذَا،وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَسَلَاسِلِهَا وَأَغْلَالِهَا، وَكَذَا، وَكَذَا، فَقَالَ:يَا بُنَيَّ، إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ:" سَيَكُونُ قَوْمٌ يَعْتَدُونَ فِي الدُّعَاءِ " فَإِيَّاكَ أَنْ تَكُونَمِنْهُمْ، إِنَّكَ إِنْ أُعْطِيتَ الْجَنَّةَ أُعْطِيتَهَا وَمَا فِيهَا مِنَ الْخَيْرِ،وَإِنْ أُعِذْتَ مِنَ النَّارِ أُعِذْتَ مِنْهَا وَمَا فِيهَا مِنَ الشَّرِّ


Dari Abi Nu’aamah dari anaknya Sa’d (bin Abi Waqqaash), ia berkata: Ayahku mendengarku ketika aku berdoa, “Ya Allah,sesungguhnya aku memohon kepada-Mu surga, kenikmatannya, lalu ini, dan itu. Dan aku berlindung kepada-Mu dari neraka, rantai-rantainya, belenggu-belenggunya, lalu ini, dan itu”. 

Lalu ayahku berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

Kelak akan ada satu kaum yang melampaui batas dalam berdo'a’. Waspadalah agar engkau jangan sampai termasuk kaum tersebut. Seandainya engkau diberikan surga,maka akan diberikan pula segala yang ada di dalamnya dari kebaikan. Dan jika engkau dijauhkan dari neraka, maka akan dijauhkan pula segala apa yang ada di dalamnya dari kejelekan.” (HR. Abu Dawud).

Perhatikan! Baru menyebutkan permohon untuk mendapatkan surga dan kenikmatannya saja sudah termasuk merinci-rinci do'a. Apatah lagi menuliskan secara detail selengkap-lengkapnya, sungguh jauh lebih melampaui batas dibanding apa yang dilarang dalam hadis tersebut. Jika sedikit merinci saja sudah terhitung melampaui batas dengan merinci-rinci, apalagi jika lebih rinci dari itu. Seakan mereka menganggap Allah Ta'ala telah kehilangan sifat Maha Tahu.

Astaghfirullahal 'adziim.

Begitu pun melakukan visualisasi do'a, jelas sekali larangannya dalam agama kita. Sekali lagi, mari kita baca hadis berikut dengan seksama:
 عَنْأَبِي نَعَامَةَ، أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مُغَفَّلٍ، سَمِعَ ابْنَهُ يَقُولُ: اللَّهُمَّإِنِّي أَسْأَلُكَ الْقَصْرَ الْأَبْيَضَ عَنْ يَمِينِ الْجَنَّةِ إِذَا دَخَلْتُهَا،فَقَالَ: أَيْ بُنَيَّ، سَلِ اللَّهَ الْجَنَّةَ وَتَعَوَّذْ بِهِ مِنَ النَّارِ، فَإِنِّيسَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " إِنَّهُسَيَكُونُ فِي هَذِهِ الْأُمَّةِ قَوْمٌ يَعْتَدُونَ فِي الطَّهُورِ وَالدُّعَاءِ"


Dari Abi Nu’amah ia berkata bahwa Abdullah bin Mughaffal mendengar anaknya berdoa, "Ya Allah, aku memohon kepada-Mu sebuah istana putih yang terletak di sisi kanan surga, jika kelak aku masuk surga." 

Maka ia (Abdullah bin Mughaffal) berkata, “Wahai anakku, mohonlah kepada Allah surga dan mohonlah kepada-Nya perlindungan dari api neraka. Karena sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

"Sesungguhnya kelak akan ada satu kaum dari umat ini yang melampaui batas dalam bersuci dan berdo'a.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan yang lainnya).

Nah. Maka tidakkah ini dasar yang jelas betapa tercelanya menuliskan do'a secara rinci segamblang-gamblangnya dan menggambarkan sejelas-jelasnya sampai-sampai melengkapinya dengan foto? Tidakkah itu merupakan tindakan melampaui batas? Dan jika kita telah mengetahui larangannya yang sangat tegas dalam agama, tetapi tetap melakukannya, tidakkah ini termasuk menghinakan larangan agama?

Lalu bagaimana dengan seseorang yang menuliskan permintaannya agar dido'akan oleh sahabat atau keluarganya yang sedang di Tanah Suci? Jika sekedar untuk mengingatkan, sangat berbeda keadaan dan kedudukannya dengan menuliskan do'a serinci-rincinya dalam amplop sebagaimana yang diajarkan dalam acara yang sempat saya ikuti ketika itu. Sangat berbeda.

Tak ada lagi alasan bagi kita untuk melakukan amalan yang jelas-jelas bertentangan dengan agama ini. Apalagi praktek do'a semacam itu justru tasyabbuh dari agama lain.


Berkenaan dengan surga, apakah tidak boleh kita meminta surga terbaik? Justru Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa sallam perintahkan kita berdo'a meminta surga yang tertinggi, yaitu surga Firdaus, sebagaimana sabdanya:
 إِنَّ فِي الْجَنَّةِ مِائَةَ دَرَجَةٍ أَعَدَّهَا اللَّهُ لِلْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِهِ كُلُّ دَرَجَتَيْنِ مَا بَيْنَهُمَا كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَسَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الْجَنَّةِ وَأَعْلَى الْجَنَّةِ وَفَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ وَمِنْهُ تَفَجَّرُ أَنْهَارُ الْجَنَّةِ

“Dalam surga terdapat seratus derajat yang Allah persiapkan bagi para mujahidin di jalan-Nya, yang jarak antara setiap dua tingkatan bagaikan antara langit dan bumi. Maka, jika kalian meminta kepada Allah, mintalah surga Firdaus, sebab Firdaus adalah surga yang paling tengah dan paling tinggi, di atasnya ada singgasana Ar-Rahman, dan dari sanalah sungai-sungai surga memancar.” (HR. Bukhari).

Inilah yang dituntunkan oleh Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa sallam, yakni meminta surga tertinggi, surga terbaik. Tetapi tak perlu engkau merinci-rinci dan mendeskripsikannya secara visual. Andaikan engkau memiliki imajinasi yang sangat kuat, maka sungguh Allah Ta'ala Maha Kuasa untuk mencipta surga yang tak sanggup engkau bayangkan keindahannya. Andaikata engkau memiliki kesanggupan memikirkan detail-detailnya, maka sungguh Allah Ta'ala memiliki ketelitian yang tak tertandingi oleh siapa pun untuk menjadikan manusia terkesimah dengan pemandangan di surga yang pintunya saja lebarnya antara Makkah dan Bushra atau antara Makkah dan Hajar (1.272 kilometer), sementara jarak antar pintu sejauh 40 tahun perjalanan.

Dari Utbah bin Ghazawan radhiyallaahu anhu, ia berkata mengenai lebar tiap pintu surga:

"Rasulullah (shallaLlahu 'alaihi wa sallam) bersabda kepada kami bahwasanya jarak antara daun pintu ke daun pintu surga lainnya sepanjang perjalanan empat puluh tahun, dan akan datang suatu hari ketika orang yang memasukinya harus berdesakan.” (HR. Muslim).

Semoga Allah Ta'ala menolong kita, melimpahi kita hidayah dan mematikan kita dengan husnul khatimah.

Mohammad Fauzil Adhim, Penulis Buku. Twitter @kupinang
Powered by Blogger.
close