Bersiap Menghadapi Baligh

doc/thorif
Oleh Iin Sulastri

Sore itu, menjelang maghrib terjadi percakapan seorang ibu dengan anaknya yang kala itu sedang asyik dengan permainannya. “Nak, ayo bermainnya berhenti dulu sudah masuk waktu maghrib, ke masjid ya!” kata ibu itu. Anak yang sudah duduk di kelas enam itu menjawab dengan nada yang lembut , “Sebentar, lagian kan aku juga belum baligh. Kata guruku di sekolah kalau belum baligh belum wajib untuk shalat.”

Kisah di atas tersebut mungkin pernah terjadi di kehidupan di rumah kita. Nah, bagaimana kita sebagai orangtua menyikapi hal tersebut? Dalam Islam, anak adalah fase pemula dalam rentang kehidupan manusia.

Ada dua fase yang harus diperhatikan para orangtua, pertama : fase pra-baligh (belum dewasa ). Kedua adalah fase baligh (dewasa). Setiap orangtua mempunyai tugas untuk mempersiapkan dan mendampingi anak-anaknya dalam menghadapi masa akil baligh. Orangtua juga harus membimbing anak-anaknya mengenal Allah dan belajar disiplin pada fase pra-baligh untuk persiapan di usia baligh. Banyak orangtua yang tidak menyadari datangnya masa baligh anaknya. Tiba-tiba para orangtua sudah mendapati putranya berubah suaranya, berubah penampilannya.

Pada fase baligh, seseorang sudah bertanggungjawab secara langsung terhadap seluruh ucapannya, sikap, tindakan yang dia lakukan, baik kepada Allah Ta’ala maupun kepada manusia.Orangtua harus tahu kapan masa itu terjadi pada anaknya, sehingga bisa menjelaskan tentang apa saja yang akan mereka alami dan apa-apa pula yang mereka harus lakukan pada masa itu. Melihat kondisi pada zaman sekarang ini, dengan berbagai macam tantangan ,terutama dari segi teknologi modern, yang anak-anak sering terpapar hal- hal pornografi yang tidak layak konsumsi, di mana usia baligh pada anak sekarang bisa datang lebih awal dari umumnya terjadi pada masa yang lalu. Jadi orangtua harus jeli dan memahami tanda-tanda baligh yang terjadi pada anaknya sehingga bisa terjadi komunikasi lanjutan.

Saya kagum dengan cerita teman, pada saat itu anaknya yang laki-laki memasuki usia baligh dengan membuka sebuah percakapan “ Nak, kini sudah tiba saatnya bagimu untuk bertanggungjawab atas dirimu sendiri. Kau sudah baligh dan dewasa. Dan Ibu tidak bisa membantumu dalam mempertanggungjawabkan semua ucapan dan perbuatanmu. Allah Ta’ala selalu mencatat apapun amalan yang kamu perbuat, maka berhati-hatilah dalam melakukan sesuatu.” Subhanallah. Seperti kisah Usamah bin Zaid, pemuda hebat yang pada usia sudah dipercayakan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memimpin pasukan Islam menaklukkan bangsa Quraisy, Persia, dan Romawi.


Umar bin Khatab menjelaskan pendidikan anak dalam tiga bagian. Usia  0-7 tahun pertama, orangtua harus memberikan kasih sayang yang tulus serta disiplin, dengan mengajarkan adab makan, minum, istinja’,tidur, dan lain-lain. Pada 7 tahun yang kedua, kenalkan Allah dalam segala kehidupannya. Penjelasan surga dan neraka, halal dan haram, baik dan buruk, jelaskan perbuatan yang pertama kali akan dihisab di alam kubur, ajarkan dan biasakanlah anak dengan Al Quran, jelaskan hak-hak dan kewajibannya, dan tumbuhkan sikap percaya diri dan tanggung jawab atas apa yang diperbuatnya. Pada 7 tahun yang ketiga, perlakukanlah anak sebagai seorang yang dewasa,menjaga agar selalu berteman dengan orang-orang yang shalih dan shalihah. Wallahua’lam bis shawab.

*) Iin Sulastri, Guru SDIT Hidayatullah Sleman Yogyakarta
Powered by Blogger.
close