Kecerdasan Wanita dan Kemajuan Negara
doc/thorif |
Oleh Imam
Nawawi
Dalam
Islam dikenal satu postulat “Wanita adalah tiang negara.” Artinya, peradaban
Islam tidak pernah menempatkan wanita secara tidak terhormat. Bahkan, Islam
sangat menekankan pentingnya pemeliharaan kehormatan kaum wanita dengan
mewajibkan penggunaan jilbab (menutup aurat).
Begitu
pentingnya memelihara kehormatan kaum wanita, Allah sampai menyatakannya di
dalam Al-Qur’an. “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. 33: 59).
Hal
ini karena umumnya pelecehan wanita atau penodaan kehormatan wanita diawali
dengan tidak adanya pengamanan terhadap aurat wanita, sehingga wanita dianggap
bahkan dijadikan objek hawa nafsu kaum pria belaka. Inilah yang terjadi pada
masa Yunani Kuno, masa Jahiliyah, hingga saat ini pada Peradaban Barat.
Jika
dalam Islam wanita diwajibkan menutup aurat, maka di Barat terjadi sebaliknya,
wanita dipersilakan bahkan dianggap hebat jika menanggalkan auratnya. Dan, hari
ini, di negeri kita, sedang terjadi upaya penyelenggaraan kontes
mempertontonkan wanita. Suatu agenda yang tidak saja ditolak dalam ajaran
Islam, tetapi juga sangat dibenci oleh hati nurani, tradisi dan nilai-nilai
keluhuran moral negeri ini.
Sungguh
tidak pernah ada sebuah penerimaan terhadap konsep dan praktik
‘mempertontonkan’ wanita di negeri ini, apalagi semata-mata karena kecantikan
fisik belaka. Karena dasar penilaian terhadap manusia itu hakikatnya tidak pada
kecantikannya, tetapi kemanfaatannya bagi seluas-luas umat manusia.
Apabila,
manusia diukur dari kecantikan dan ketampanannya, apa bedanya dengan kerbau,
kambing dan sapi yang diukur berdasarkan kondisi fisiknya semata. Manusia itu
diukur dari akal budinya, demikian kata Buya Hamka.
Itulah
mengapa Indonesia, dalam sejarahnya tidak pernah memiliki tradisi buruk seperti
itu (baca Miss World). Kecuali belakangan ini saja, yang nampaknya mendatangkan
keuntungan tertentu bagi pihak-pihak yang berkepentingan sehingga terlihat
begitu memaksakan kehendak dan menutup nurani dari kebenaran firman Ilahi.
Maka
dari itu, kita berharap semoga pemerintah mengambil tindakan tegas untuk tidak
mengizinkan dan melarang untuk selamanya segala macam acara yang seolah-olah
mengangkat derajat wanita, tapi hakikatnya justru semakin merendahkan derajat
wanita. Karena selain akan merusak budaya bangsa, juga akan berakibat pada
kerusakan negara.
Ilusi
Persamaan Gender
Satu
argumen yang mengemuka untuk menjustifikasi wanita harus maju dan mandiri
adalah argumen equality(kesetaraan). Argumen semacam ini muncul dan
subur di dunia Barat, kemudian menjamur dan subur di Jepang, Korea, dan
Singapura. Oleh karena itu di negeri itu wanita punya hak yang sama dalam hal
apa pun, termasuk berpolitik.
Tetapi,
fakta menunjukkan kondisi terbalik. Masuknya kaum wanita dalam gerakan
persamaan gender yang digagas dunia Barat, yang dinilai mampu meningkatkan
pembangunan suatu negara ternyata tidak relevan dengan kenyataan.
Wanita
seperti di Jepang, Korea, Singapura dan Amerika serikat dan sebagainya telah
menerapkan equality dan equal opportunity dalam
pendidikan dan pekerjaan. Tetapi, faktanya, semua itu tidak mengangkat share
income dalam keluarga.
Bahkan,
korelasi antara equality dan kemajuan pembangunan hanyalah
mimpi. Prosentase anggota parlemen di AS misalnya hanya 10,3%, di Jepang 6,7%
di Singapura lebih kecil lagi, hanya 3,7%. Sementara di Indonesia telah mencapai
angka 12,2%. Bahkan Undang-Undang menghendaki angka 30%.
Faktanya
sederhana, ternyata Indonesia juga tidak lebih maju dari AS, Singapura dan
Jepang, dalam semua bidang, khususnya bidang ekonomi. Sebaliknya, pelecehan
terhadap kaum wanita justru kian meningkat. Pemerintah juga tidak kuasa
melindungi hak-hak kaum wanita di area publik, seperti di bus way dan kereta
yang merupakan tempat paling populer terjadinya pelecehan seksual.
Cerdaskan
Wanita Indonesia
Selamanya
bangsa Indonesia akan berada dalam kegagalan dan keterpurukan jika kaum
wanitanya tidak dicerdaskan, utamanya aqidah dan akhlaknya. Hal ini jika
mengacu pada postulat dalam Islam yang menilai wanita sebagai tiang negara.
Wanita
memang lembut dan bertugas mengurus rumah tangga. Tetapi ia memiliki pengaruh
positif yang tidak kecil jika didukung oleh kepribadian, kecerdasan dan
keluhuran akhlak. Hadirnya Rasulullah sebagai pemimpin luar biasa juga karena
disampingnya ada seorang wanita sekelas Khadijah. Wanita yang cerdas,
profesional, dan berakhlak mulia. Artinya, lelaki tidak akan hebat jika tidak
ada wanita hebat di sampingnya.
Nabi
Ibrahim sangat berbangga dengan Ismail Alayhissalam, yang tumbuh menjadi anak
sholeh yang sabar dan cerdas juga karena kesholehahan seorang Hajar sebagai
ibu. Dalam tempo lama Ismail tak melihat sosok ayah, tetapi sang ibu mampu
menanamkan aqidah, akhlak dan kecerdasan kepada putra tercintanya itu.
Lebih
dari itu, lahirnya manusia-manusia hebat sekaliber Imam Syafi’i dan Imam
Bukhari adalah suatu bukti bahwa kaum wanita (ibu) memiliki peran besar dalam
kelanjutan perjuangan peradaban. Dan, ibu dari kedua ulama hebat itu tidak ada
yang menjadi profesional di sebuah perusahaan atau menjadi praktisi di lembaga
apa pun.
Mereka
menjadi seorang ibu yang murni menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana
kodrat seorang wanita, yakni mendidik, mengasuh dan membesarkan putra-putranya.
Fakta bahwa ibu bisa mencerdaskan generasi berikutnya adalah fakta universal.
Dalam
sejarah Thomas A. Edison, dari sang penemu lampu pijar itu kita juga dapat
melihat bahwa dia termasuk sosok anak yang ditolak oleh dunia pendidikan di
zamannya. Tetapi dengan kegigihan sang ibu untuk mengangkat moral, motivasi dan
kinerjanya dalam pendidikan, Thomas A. Edison mampu menghasilkan sebuah karya
dari eksperimen panjangnya menemukan lampu pijar. Jadi, wanita, utamanya ibu,
memang harus cerdas dan mencerdaskan.
Hal
ini menunjukkan bahwa, wanita yang cerdas utamanya aqidah dan akhlaknya sangat
potensial menghasilkan generasi yang cerdas. Sebaliknya, wanita yang buruk
(aqidah dan akhlaknya) akan menjadi bom waktu bagi sebuah bangsa dan negara.
Fakta
lain juga bisa dilihat dari riwayat panjang lahir dan tumbuh kembangnya Umar
bin Abdul Aziz. Pemimpin adil yang mampu membalikkan kondisi buruk menjadi baik
hanya dalam tempo dua tahun itu ternyata adalah cucu dari seorang ibu yang
berprofesi sebagai penjual susu yang diambil menantu oleh Umar bin Khaththab
karena kejujurannya dengan putranya Ashim.
Pernikahan
Ashim dengan gadis penjual susu ini melahirkan seorang putri bernama Laila yang
kemudian populer dengan julukan Ummu Ashim yang kemudian menikah dengan Abdul
Aziz bin Marwan, dan akhirnya lahirlah, Umar bin Abdul Aziz.
Dengan
demikian, seluruh pihak hendaknya menjaga, melindungi dan berupaya sekuat
tenaga untuk mencerdaskan para wanita negeri ini. Karena, pembangunan ekonomi,
teknologi dan pendidikan, akan berjalan sia-sia, jika wanitanya buruk akhlaknya
dan rusak moralnya.
Pemerintah
harus memahami ini dengan kejernihan hati, bahwa nasib negeri ini setengahnya
ditentukan oleh kualitas akhlak dan moral wanitanya. Oleh karena itu, membangun
ketangguhan negara jangan pernah mengabaikan kecerdasan aqidah dan akhlak kaum
wanita. Karena sejarah telah membuktikan bahwa kecerdasan wanita adalah awal
dari kejayaan suatu bangsa, negara bahkan peradaban.
*) Imam
Nawawi , Pimpinan Redaksi Majalah Mulia. Twitter @abuilmia
Post a Comment