Mengapa Tidak Kita Sadari?
imam nawawi |
Oleh Imam
Nawawi
Ketika
orang tertawa dengan hasil kecurangannya yang ‘cerdas’ dan sistemik, teguhkan
hatimu. Karena Allah mengatakan bahwa hanya kejujuran akar kebahagiaan. Tidak
akan ada orang bahagia dengan awal yang buruk dan hidup dalam keburukan.
Juga
tidak akan pernah ada orang yang sengsara dalam kebaikan dan kebenaran hingga
menemui ajalnya, melainkan Allah berikan kelapangan dan kekayaan di dalam
hatinya. Allah bahkan abadikan nama mereka yang teguh dalam kebenaran dan
kejujuran.
Untuk
itu, jangan pernah takut dalam mengarungi samudera kehidupan. Karena bagaimana
pun kuatnya goncangan dalam kehidupan, iman dan kebenaran pasti akan mengantarkan
kita pada kebahagiaan. Pasti saudaraku, sekali lagi pasti. Karena begitulah
akhir riwayat para Nabi.
Jauhilah
sifat putus asa, bahkan buang sifat terkutuk itu, pendam dan tinggalkanlah.
Karena tidak ada ke-putus-asa-an melainkan warisan setan. Apa engkau mau
mewarisi ketololan setan?
Bagaimanapun
beratnya engkau bertahan dalam keimanan, kebaikan, kebenaran dan kejujuran, di
tengah gemerlapnya kedustaan, kepalsuan, dan kecurangan. Sekali lagi, tetaplah
pegang erat dia (iman, baik, benar dan jujur).
Karena
itu tidak lain adalah manivestasi betapa kelahiran anak manusia itu mendebarkan
ayah dan ibu. Bahkan mendatangkan sakit yang sangat luar biasa pada diri
seorang ibu. Tapi seorang ibu tak pernah menyerah untuk bisa melahirkan kita ke
dunia.
Kita
tidak akan lahir manakala ibu kita menyerah untuk melahirkan kita bahkan
mengandung kita. Semua itu adalah ibrah agar kita sebagai Muslim punya
kekuatan. Lantas mengapa banyak di antara kita yang lemah, rapuh dan ‘idiot’
dalam hal hidup mempertahankan iman?
Engkau
lebih takut ancaman manusia daripada Allah. Bahkan engkau lebih suka dipuji
manusia daripada Allah.
Ketahuilah,
kelak siapa pun akan menghadap keharibaan-Nya. Jika di dunia ini engkau banyak
mengeluh, lantas apa yang akan engkau sampaikan pada Allah SWT yang Maha
Serius,Maha Teliti dan penuh kecermatan memberikan kesempatan hidup kepadamu?
Kalau
engkau mau berpikir, sebenarnya hidup kita ini sama dengan usia daun pepaya
atau daun pisang. Ia muncul, berkembang, lalu menguning, jatuh dan dibakar atau
ditimbun lalu diurai dalam tanah.
Cuman
durasi daun pisang atau pepaya tidak selama umumnya usia hidup manusia. Tapi
terlepas soal durasi, sebenarnya tidak ada bedanya.
Bahkan,
kita wajib malu kepada pohon pisang dan pepaya, mereka mati atau ditebang
setelah berbuah dan memberikan kebaikan. Sementara kita, hingga detik ini,
belum benar-benar berusaha untuk berbuah kebaikan yang bisa dinikmati atau pun
diwariskan kepada kehidupan itu sendiri.
Ya
Allah, ampunilah dosa-dosa kami. Kami sering lalai mengingat kuasa-Mu, karena
mengejar yang semu. Padahal di sisi Mu keabadian, kebaikan, keindahan dan
kebahagiaan. Astaghfirullahal Adzim.
Imam Nawawi, Pemimpin Redaksi Majalah Mulia. Twitter @abuilmia
Post a Comment