Menikmati Ketaatan
"Setiap kesulitan
itu, adakah mendekatkan diri kita pada Allah ataukah justru menjauhkan?"
Pertanyaan sederhana, simpel, dan sering
didengar di forum-forum kajian. Tapi bagi yang sedang dililit ujian, pertanyaan
itu begitu bermakna.
Belajar menjadi seorang istri shalihah rupanya tidak semudah dibayangkan saat saya masih jomblo (hehe). Ketika Allah menjodohkan saya dengan suami istimewa, seorang guru ngaji yang jam terbangnya tinggi, maka tanggungjawab saya berada di rumah adalah: menjaga diri dan harta suami dengan penuh ketaatan pada Allah.
Belajar menjadi seorang istri shalihah rupanya tidak semudah dibayangkan saat saya masih jomblo (hehe). Ketika Allah menjodohkan saya dengan suami istimewa, seorang guru ngaji yang jam terbangnya tinggi, maka tanggungjawab saya berada di rumah adalah: menjaga diri dan harta suami dengan penuh ketaatan pada Allah.
Menjaga diri dalam taat.
Ah ini perjuangan dahsyat bagi diri saya
pribadi. Berada di lingkungan baru dan saya yang berkarakter penyendiri. Saya
kehilangan banyak rutinitas yang menghidupkan selagi berada di Jogja dahulu....
Kehilangan suasana majelis ilmu, kehilangan kawan-kawan diskusi, kehilangan my
qur'an buddies...
Kehilangan itu sering kali terasa saat
suami harus menunaikan amanah di luar. Dan saya harus berdamai dengan sepi.
Terkadang sesak. Tapi disinilah letak ujiannya. Di sinilah letak jihadnya.
Akankah diri ini bertambah taat atau kufur nikmat?
Setelah direnung-renung, setelah menikah
sebenarnya berjuta nikmat begitu bertambah. Namun sempit hati dan futur membuat
diri berpusat pada masalah yang jumlahnya bahkan bisa dihitung dengan jari.
Satu berbanding berjuta.
Sekarang saya (harus) terus belajar.
Banyak kata 'seharusnya' untuk diri ini. Yang harus dilawan adalah kemalasan
dan putus asa. Yang harus digiatkan adalah amal-amal shalih dan
keistiqomahannya. Baik ketika sendiri, saat bersama suami, atau ketika bersama
banyak orang.
Pesan suami, bahwa "manusia itu selalu dalam satu kondisi. Jika ia tidak dalam
taat, berarti sedang bermaksiat. Belajarlah dari shahabiyah bagaimana mereka
mengisi waktunya". Hiks jleb banget.
Smoga kita diberi pertolongan oleh Allah,
untuk dapat menikmati ketaatan, tak peduli dalam lilit ujian atau guyuran
nikmat.
*) Yurisa Nurhidayati,
Lulusan Psikologi UGM, tinggal di Padang. Twitter @unirisa
Post a Comment