Obsesi
google.com |
Oleh Yurisa
Nurhidayati
Karir tertinggi kita sebagai muslim adalah
menjadi muttaqiin (orang yang bertaqwa)...
tidak ada karir tertinggi dari muttaqin, apapun kelak profesi kita. Profesi di dunia adalah sarana agar kita manfaat buat umat dan ujung-ujungnya berharap agar bisa jadi penyelamat di akhirat.
tidak ada karir tertinggi dari muttaqin, apapun kelak profesi kita. Profesi di dunia adalah sarana agar kita manfaat buat umat dan ujung-ujungnya berharap agar bisa jadi penyelamat di akhirat.
Kemarin saya *jujur* sempet ngegalau masa depan, gimana agar ilmu yang dipunya benar-benar bisa
manfaat buat umat, terutama di lingkup islamisasi psikologi. mungkin ini
hikmahnya juga belum berkeluarga, hehe, jadi bisa gila-gilaan dalam belajar dan
berpikir buat ranah dakwah ilmi yang satu ini.
Kadang ya iri juga dengan teman-teman yang sudah
melanglangbuana ke belahan bumi lain untuk belajar, (salah satu nasihat ulama
adalah merantaulah dalam berilmu), maka sekarang harus menata step-step hidup
biar lebih jelas... *tiba-tiba kebayang Madinah al-Munawaroh dan makam Baqi'*
Ehm, terkadang kerasa juga "apa guwe terlalu obsesif yak?" Tapi ya mengejar cita-cita harus besar passion-nya..
Sampai suatu ketika, hari ini..... di jalan aku ngelihat seorang bapak-bapak yang pincang kakinya di terik panas, berjalan dengan bantuan penyangganya *kok gw lupa namanya yah*. saya tidak tahu beliau hendak kemana, namun tak lama bapak itu berhenti sebentar dan ngobrol-ngobrol dengan pak satpam dan seorang tukang becak. kadang terselip tawa di antara mereka. gw jadi mikir, Ya Robb betapa sederhana ya bahagia itu.... seandainya, ada dari kita beranggapan bahagia itu adalah 'kaya' maka apakah bapak satpam itu tidak berhak bahagia? jika ada yang beranggapan bahagia itu ketika sudah mencapai titel doktor, maka apakah bapak tukang becak itu tidak berhak bahagia?
Sampai suatu ketika, hari ini..... di jalan aku ngelihat seorang bapak-bapak yang pincang kakinya di terik panas, berjalan dengan bantuan penyangganya *kok gw lupa namanya yah*. saya tidak tahu beliau hendak kemana, namun tak lama bapak itu berhenti sebentar dan ngobrol-ngobrol dengan pak satpam dan seorang tukang becak. kadang terselip tawa di antara mereka. gw jadi mikir, Ya Robb betapa sederhana ya bahagia itu.... seandainya, ada dari kita beranggapan bahagia itu adalah 'kaya' maka apakah bapak satpam itu tidak berhak bahagia? jika ada yang beranggapan bahagia itu ketika sudah mencapai titel doktor, maka apakah bapak tukang becak itu tidak berhak bahagia?
Seandainya ada yang beranggapan bahagia itu
ketika kita sehat dan sempurna fisiknya, maka apakah bapak yang kakinya hanya
berfungsi sebelah itu tidak berhak bahagia?
tentu aja semua jawabannya adalah tidak..
tentu aja semua jawabannya adalah tidak..
Karena kebahagiaan itu letaknya di hati... dan
kebahagiaan adalah ketenangan yang diberi Allah, hadiah dari rasa syukur dan
sabar... buah dari iman... dan rasanya cita-citaku untuk jadi
A, B, C, jadi terasa kecil.. maksudku, ya itu sarana juga untuk kebaikan dunia
dan akhirat, tapi Allah tahu mana yang terbaik, dengan skenario Agung-Nya..
intinya jangan sampai kita berambisi pada suatu hal, tapi kita melupakan hak
asasi jiwa kita yang kelak bertemu Allah..
Hmm banyak juga ternyata yang tertulis.. hehe..
Penutup, ada sebuah cerita (silakan kalau ada yang bisa cek sumbernya, saya belum sempat cari). Khalifah Umar bin Abdul Aziz suatu ketika meminta pembantunya untuk membelikan kain untuk dirinya dengan harga termurah yang ada di pasar itu. Pembantu tersebut melaksanakan, dan sepulangnya dari pasar ia berikan kain yang dimaksud. Kain termurah, tentunya dengan kualitas paling rendah. Khalifah berujar "alangkah lembutnya kain ini. inilah kain terbaik". Pembantunya terheran-heran, sebab dahulu sebelum Khalifah Umar belum menjabat posisi tertinggi di umat Islam pernah memintanya untuk membelikan kain yang termahal yang ada di pasar. Bertanyalah pembantu tersebut pada tuannya. beginilah jawaban khalifah Umar: "Saya adalah seorang yang ambisius. Dan kini saya sudah menjabat posisi tertinggi di antara para muslimin (yakni sebagai khalifah). Dan kini saya harus mengejar yang lebih tinggi lagi, yakni Jannatul Firdaus"
Ah, kayaknya ngga perlu dijelasin lagi. Mari berkarya :)
Hmm banyak juga ternyata yang tertulis.. hehe..
Penutup, ada sebuah cerita (silakan kalau ada yang bisa cek sumbernya, saya belum sempat cari). Khalifah Umar bin Abdul Aziz suatu ketika meminta pembantunya untuk membelikan kain untuk dirinya dengan harga termurah yang ada di pasar itu. Pembantu tersebut melaksanakan, dan sepulangnya dari pasar ia berikan kain yang dimaksud. Kain termurah, tentunya dengan kualitas paling rendah. Khalifah berujar "alangkah lembutnya kain ini. inilah kain terbaik". Pembantunya terheran-heran, sebab dahulu sebelum Khalifah Umar belum menjabat posisi tertinggi di umat Islam pernah memintanya untuk membelikan kain yang termahal yang ada di pasar. Bertanyalah pembantu tersebut pada tuannya. beginilah jawaban khalifah Umar: "Saya adalah seorang yang ambisius. Dan kini saya sudah menjabat posisi tertinggi di antara para muslimin (yakni sebagai khalifah). Dan kini saya harus mengejar yang lebih tinggi lagi, yakni Jannatul Firdaus"
Ah, kayaknya ngga perlu dijelasin lagi. Mari berkarya :)
Penulis Lulusan Psikologi UGM, tinggal di Padang
Post a Comment