Prioritas Cinta
@abuilmia |
Oleh Yurisa Nurhidayati
Dulu ketika Rasulullāh ṣalallāhu 'alayhi wa sallam hijrah ke Madinah,
beliau menghadapi komunitas baru untuk didakwahi: yakni ahli Kitab (Yahudi dan
Nasrani). Mulanya para sahabat (rāḍiyallāhu 'anhum) merasa objek dakwah ini
akan lebih mudah dihadapi daripada kaum musyrikin Quraisy. Apa sebab? Karena
ahli Kitab sudah tidak asing lagi dengan konsep wahyu, kenabian, dan akhirat.
Maka logikanya mereka akan mudah menerima Islam.
Namun rupanya tidak demikian. Kalau kita telusuri Sirah perjalanan Nabi di
Madinah, justru hanya segelintir saja yang menerima Islam, apalagi menerima
Nabi Muhammad sebagai Rasulullah.. (selebihnya biar penasaran cari Sejarahnya
di kitab atau kajian-kajian ya hehe).. padahal dalam al-Qur'ān jelas tertulis
isi hati mereka para ahli Kitab:
ٱلَّذِينَ
ءَاتَيْنَـٰهُمُ ٱلْكِتَـٰبَ يَعْرِفُونَهُۥ
كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَآءَهُمْ ۖ وَإِنَّ فَرِيقًۭا
مِّنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ ٱلْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ ﴿١٤٦
"Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang
telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka
mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian diantara mereka
menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui." (Q.S. Al-Baqarah
146)
ٱلَّذِينَ
ءَاتَيْنَـٰهُمُ ٱلْكِتَـٰبَ يَعْرِفُونَهُۥ
كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَآءَهُمُ ۘ ٱلَّذِينَ
خَسِرُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ فَهُمْ
لَا يُؤْمِنُونَ ﴿٢٠
"Orang-orang yang telah Kami berikan
kitab kepadanya, mereka mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal
anak-anaknya sendiri. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu tidak
beriman (kepada Allah)." (Q.S Al-An'ām 20)
Para Ahli Kitab itu tidak kunjung beriman padahal mereka tahu bahwa Nabi
Muhammad ṣalallāhu 'alayhi wa sallam adalah Rasulullāh...mereka tahu
Kebenaran! Bahkan mereka mengenal Nabi sebagaimana mereka mengenal anak-anak
mereka sendiri!
Dari sini, aku tertegun...
Yah memang mereka tidak kunjung beriman lantaran penyakit dalam hati
mereka, lantaran kedengkian mereka pada Rasulullah... tapi cobalah kita
renungkan ayat ini... kita sebagai muslim sudahkah... sudahkah mengenal Nabi
kita lebih dari keluarga kita sendiri?
Tidak ada orang yang paling mengenal diri kita, selain keluarga. Apalagi
orangtua yang tahu diri kita sejak lahir, bagaimana kita berkata untuk pertama
kali, bagaimana cara kita tidur, makan, bicara, apa saja yang kita suka dan
tidak suka. Bagaimana diri kita ketika susah, senang, bete, atau marah. (Gw
belom jadi emak-emak, tapi bisa ngebayangin sedikit-sedikit bagaimana seorang
ibu sangat teramat mengerti perasaan anak atau bayinya). Dan bayangkan para
Ahli Kitab itu mengenal nabi kita sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka
sendiri... Sedangkan kita? :(
Padahal tuntutan kita adalah: menjadikan Allāh sebagai prioritas cinta yang
pertama, dan Rasulullāh urutan selanjutnya.... Jika sering kita dengar: tak
kenal maka tak sayang... maka seharusnya, kita lebih kenal Allāh dan Rasul-Nya
melebihi kenalnya kita pada keluarga kita sendiri... Dan ketika kita punya anak,
sebagai orangtua, kitalah yang (WAJIB) mengajari mereka untuk lebih cinta dan
kenal Allāh dan Rasul-Nya daripada orangtuanya sendiri.. Mā syā' Allāh... (oke
gw enak nulisnya karena belum punya anak kali ya hehehe).. tapi ya beginilah
seharusnya...
*betapa butuh kita istighfar terus menerus, zhalimnya diri ini*
Ayat ini juga menyindir kita begitu rupa, bahwa mengenal pun tidak cukup!
Karena hati yang penuh iman adalah syarat yang utama. Bisa jadi pengetahuan
Sirah Nabi kita masih secuil, tapi yang sedikit itu sudahkah berbuah cinta?
Jangan sampai juga, kita mengenal Nabi, tapi tidak sampai ke hati, tidak
menumbuhkan cinta.. Nasihat ustadz Bachtiar Nasir, ketika membaca/menyampaikan
hadits nabi, sampaikan sembari tadabbur... agar suasananya sampai ke hati...
bukan sekedar cerita untuk memuaskan akal kita semata.
Allah.....
Semoga Allāh mudahkan kita terus mengenal
Nabi kita, hingga Allāh suburkan cinta kita kepadanya..melebihi cinta pada
apapun di dunia ini..
Allāhumma ṣalli wa sallim 'alā nabiyyina muḥammad
*) Yurisa Nurhidayati, Alumni Psikologi UGM dan Pesantren Darusshalihat
Yogyakarta. Tinggal di Padang. Twitter @unirisa
Post a Comment