Syukur Saat Susah
doc/thorif |
Oleh Jauhar Al Zanki
Ditekan penguasa zalim! Diancam akan dibunuh. Dilumatkan tanpa
belas kasihan. Dihanguskan dari muka bumi ini. Menyentak. Terdesak tak berdaya.
Nabi Musa bersama pengikutnya melarikan diri dari kejaran Fir’aun. Berusaha
sekuat tenanga untuk menghindar. Untuk menyelamatkan aqidah agar tak goyah.
Mereka berlari,
menghindar dan bersembunyi dari tirani. Namun apa yang terjadi? Sudah lari
begitu jauh, lelah, payah, peluh, keringat dan napas yang tersenggal, eh
ternyata menemui jalan buntu. Mentok tak bisa bergerak. Tak bisa melanjutkan
lari guna menyelamatkan diri.
Ditekan ketakutan yang
mencekam. Fisik dan psikis terancam. Seorang raja diktator tengah murka.
Kemarahannya menyala-nyala. Ia punya kuasa. Punya harta. Punya kekuatan untuk
melumatkan siapa saja yang menentangnya.
Ya, Fir’aun mengerahkan
tentara dengan segenap kekuatannya. Segala daya upaya dikerahkannya untuk
menangkap Musa. Untuk mencincangnya. Menghanguskan nyawanya. Bukan hanya
panglima terbaik dan tentaranya saja yang disuruh mengejar Musa. Bahkan ia
turut serta dalam pengejaran itu.
Dan kini, Musa bersama rombongannya terdesak di jalan buntu, mentok di pinggir laut. Disinilah kerja hati diuji. Kerja-kerja jiwa untuk menghadapi segala realita. Memantapkan keyakinan pada Yang Maha Perkasa.
Dan kini, Musa bersama rombongannya terdesak di jalan buntu, mentok di pinggir laut. Disinilah kerja hati diuji. Kerja-kerja jiwa untuk menghadapi segala realita. Memantapkan keyakinan pada Yang Maha Perkasa.
Anda tahu apa yang
dilakukan Nabi Musa saat itu?
Sungguh luar biasa! Saya takjub dengan kata-katanya. Anda mungkin tercengang mendengarnya. Ungkapan jiwa yang tak terpikirkan sebelumnya, sederhana tapi mengandung dimensi luar bisa. Ungkapan jiwa yang lahir dari hati sanubari, terpatri dinurani dan terukir dilubuk yang suci.
Sungguh luar biasa! Saya takjub dengan kata-katanya. Anda mungkin tercengang mendengarnya. Ungkapan jiwa yang tak terpikirkan sebelumnya, sederhana tapi mengandung dimensi luar bisa. Ungkapan jiwa yang lahir dari hati sanubari, terpatri dinurani dan terukir dilubuk yang suci.
Dalam keadaan ini Musa
menengadahkan tangan. Memantapkan jiwa kepada yang Maha Kuasa. Ini dia
ucapannya, “Allahumma lakahamdu. Ya Allah, segala puji bagimu.”
Dashsyat!
Doa yang dahsyat!
Dalam keadaan terdesak,
tak ada jalan untuk menghindar dari ancaman, tapi yang pertama diucapkannya
bukan pinta agar diselamatkan. Yang pertama diminta bukan agar dilindungi. Yang
ada justru kalimat pujian kepada Rabbnya. Segala puji bagi Allah. Itu yang
dikatakannya.
Manusia macam apakah ia?
Apa yang ada dibenaknya?
Mengapa ia berbuat
demikian?
Subhanallah! Disaat
kesulitan bertumpuk, bertubi-tubi seolah tiada henti, Nabi Musa malah
bersyukur. Padahal urusannya bukan lagi kebutuhan hidup, bukan keinginan hati
untuk memenuhi nafsu diri. Tapi ini menyangkut nyawa. Menyangkut hidup dan
mati.
Akan kah kita mampu
melakukan semua ini? Bersyukur disaat susah? Ah, kita tidak tahu. Yang sering
kita temukan justru keterpurukan, banyak mengeluh, mengadu dan menggerutu saat
ada masalah. Padahal masalahnya kecil, masalah biasa. Masalah sepele seperti
tak punya uang, urusan bisnis, salah paham dengan sesama, atau urusan putus
cinta. Masalah biasa, tapi kita sering tak berdaya dengan itu semua. Sungguh
naif diri kita.
Luar bisa doa Musa! Tak
ada ucapan, “Ya Allah, selamatkan kami.” Atau, “Lindungi kami dari kejaran
Fir’aun dan tentaranya.” Tak ada ucapan seperti ini. Yang ada adalah ungkapan
jiwa dengan rasa syukur pada-Nya. Lalu berserah diri dengan doa berikutnya.
“Wa Ilaikal musytakaa Wa
antal musta’an. Walaa haula walaa quwwata Illabillahil ‘aliyal adziim. Hanya
kepada-Mu kami berkeluh kesah. Engkau tempat meminta pertolongan. Tiada daya
dan kekuatan, kecuali dengan pertolongan Allah yang Maha Tinggi dan Maha
Agung.”
Engkau tahu
kesudahannya?
Menakjubkan! Allah Maha
Bijaksana, Maha Mendengar dan Maha Pemurah. Dia memberi meski tak diminta.
Ungkapan syukur Musa adalah penghubung hamba dengan Rabbnya.
Mengundang tambahan
nikmat. Mengundang pertolongan Allah Swt. Sehingga Musa mendapat wahyu untuk
memukulkan tongkatnya ke Laut Merah. Begitu dipukulkan, terbentang jalan untuk
berlari dan menyelamatkan diri. Musa bersama rombongannya lari melalui jalan
itu. Fir’aun dan bala tentaranya mengerjar dan ditenggelamkan Allah di tengah
laut.
Betapa dahsyat doa Nabi
Musa. Apa rahasianya? Wallahu’alam. Saya tidak tahu persis, hanya saja kita
bisa merenung melalui wahyu ini :
“Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim
[7]: 14)
Bersyukur disaat susah.
Mengingat nikmat yang pernah diberikan. Betapapun saat ini sedang menghadapi
kesulitan, ujian, tekanan dan masalah, tapi Allah masih memberi karunia
kehidupan, Allah masih memberi nikmat iman dan Islam. Syukuri apa yang ada agar
Allah menambah nikmat yang melimpah. Yang pada kasus Nabi Musa, Allah
memberikan nikmat berupa pertolongan dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya.
Luar bisa.
Wallahu’alam bis
shawab..
Salam,JAUHAR AL-ZANKI, Penulis Buku. Twitter @jauharalzanki
Post a Comment