Jaga Lisan, Cukupkah?
doc/thorif |
Oleh Shiva Ulya Azizah
" Aku ingin diam, bukan berarti ingin menjadi pendiam, hanya ingin
menjaga lisan dari kesia-siaan"
Aku kembali teringat dengan obrolan salah seorang teman, ketika dia tiba-tiba cerita tentang tak pandainya dia mengungkapkan sesuatu dengan tulisan. Akhirnya teman ini memutuskan untuk keluar dari grup di whatsapp karena dia ingin menjadi orang pendiam. Aku pun mendapatkan inspirasi prolog diatas, bukan untuk menjadi pendiam, hanya ingin menjaga lisan dari kesia-siaan.
Nasihat dari Ummi-Abi di pesantren pun kembali terngiang-ngiang di kepala..."apakah semua aktivitas kita bernilai Syurga"...argh, sungguh benar kata ustadz Salim kalau "Syurga masih jauh"...seringkali amalan-amalan kita melenakan, baru aja ngelakuin satu amalan aja udah pede bakal masuk Syurga kemudian lalai menghindari kesia-sian yang lain.
Sesuai dengan judul, aku ingin mencoba menasihati diri sendiri, cukupkah menjaga lisan?
Kita pasti sadar, bahwa kita sekarang berada di jaman dengan menjamurnya social media... Dan ternyata kita ketambahan lisan lagi yang harus dijaga, bukan lagi lisan yang menempel di bagian tubuh kita, tapi lisan yang juga menempel di gadget kita. Kadang karena kita nggak berhadapan langsung face to face kita jadi enak aja ngomongin, ngecengin (misalnya: cie..cie...), komen, dll. Mungkin dari beberapa kita, alah, social media ini...tapi inget tetap ada hati yang sensitif menerimanya.
Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًايُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki amalan-amalanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Barangsiapa mentaati Allah dan RasulNya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenengan yang besar” [Al-Ahzab : 70-71]
Aku kembali teringat dengan obrolan salah seorang teman, ketika dia tiba-tiba cerita tentang tak pandainya dia mengungkapkan sesuatu dengan tulisan. Akhirnya teman ini memutuskan untuk keluar dari grup di whatsapp karena dia ingin menjadi orang pendiam. Aku pun mendapatkan inspirasi prolog diatas, bukan untuk menjadi pendiam, hanya ingin menjaga lisan dari kesia-siaan.
Nasihat dari Ummi-Abi di pesantren pun kembali terngiang-ngiang di kepala..."apakah semua aktivitas kita bernilai Syurga"...argh, sungguh benar kata ustadz Salim kalau "Syurga masih jauh"...seringkali amalan-amalan kita melenakan, baru aja ngelakuin satu amalan aja udah pede bakal masuk Syurga kemudian lalai menghindari kesia-sian yang lain.
Sesuai dengan judul, aku ingin mencoba menasihati diri sendiri, cukupkah menjaga lisan?
Kita pasti sadar, bahwa kita sekarang berada di jaman dengan menjamurnya social media... Dan ternyata kita ketambahan lisan lagi yang harus dijaga, bukan lagi lisan yang menempel di bagian tubuh kita, tapi lisan yang juga menempel di gadget kita. Kadang karena kita nggak berhadapan langsung face to face kita jadi enak aja ngomongin, ngecengin (misalnya: cie..cie...), komen, dll. Mungkin dari beberapa kita, alah, social media ini...tapi inget tetap ada hati yang sensitif menerimanya.
Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًايُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki amalan-amalanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Barangsiapa mentaati Allah dan RasulNya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenengan yang besar” [Al-Ahzab : 70-71]
Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya no. 6475 dan Muslim dalam kitab Shahihnya
no. 74 meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda.
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata yang baik atau diam”
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata yang baik atau diam”
Jadi, mari kita ingat ya teman-teman, ternyata sekarang kita punya banyak
(bentuk) lisan...bukan hanya di muka aja, tapi bisa lewat social media yang
kita punya...berpikir kembali, apa manfaat dari yang kita postingkan...kalau
cuma mau galau-galau cukup diungkapkan di buku-buku harian kita atau curahkan
pada teman dekat kita. Jangan sampai juga budaya pamer kita anggap lumrah
ketika semua itu ada di social media, abis ngelakuin amalan inilah,
abis ngelakuin kebaikan itulah...huft, dan sadarlah masihkah ada
ikhlas dihati?
*) Shiva Ulya Azizah, Alumni Psikologi UGM 2018. Twitter @ShivaUlya
Post a Comment