Jangan Seneng Digenitin Ikhwan

doc/thorif
Oleh Yurisa Nurhidayati

"udah gw dipanggil "dek", dia menyebut dirinya "mas", ditambah lagi dikasih coklat pas milad. Dan sempurnalah ke-GR-an gw."

Pernah ngalamin kayak di atas? GR setengah mati karena sms-nya senantiasa berhias emoticon smile. Atau karena disemangatin pas mau ujian. Atau dikasih taujih, nasihat-nasihat yang menyejukkan. trus senyum-senyum di depan layar HP atau laptop?
Ahahaha.. Ayo jujuur, jujuuuur..  :p

Sebenernya ini adalah kondisi rawan buat akhwat. Awalnya gw malu nulis tentang ginian, tapi trnyata yang ngalamin ini banyak juga. Dan semuanya lebih memilih diam dan gak nyeritain ke siapa-siapa. Tapi gw mau cerita aja. Biar jadi pelajaran. Mungkin salah satu penyebab kegalauan para akhwat adalah perilaku-perilaku genit para ikhwan.

Kalo pernah ada tulisan "Jadi Ikhwan Jangan Cengeng", maka gw pengennya nulis "Jadi Ikhwan Jangan Genit" begitu juga dengan akhwat: Jangan Seneng Digenitin Ikhwan.. *haha aneh* ..

Memang susah sih kalo ngomongin interaksi ikhwan-akhwat, banyak yg bilang relatif dan punya standar-nya sendiri-sendiri. Misal, ada yg ngerasa nggak perlu pake hijab-hijaban soalnya hijab hati lebih penting. Ada yg bilang gak perlu ada jam malam sms-an, soalnya yg penting adalah menjaga diri dari konten sms. Disini kita ngomongin maslahat dan mudharat aja deh.

Sekarang udah era sms, chat, fb, twitter, dan bbm.  Era imajinasi emosi lewat emoticon. Setiap orang bebas menerka-nerka gaya bicara dan ekspresi emosi dari kawan yang jadi lawan bicara. Interaksi ikhwan-akhwat kalo ngga hati2 emang bisa kebablasan. Ngebayangin yang nggak-nggak. GR tanpa alasan yang jelas. Salah satu penelitian menunjukkan, semakin malam komunikasi laki-laki dan perempuan, maka konten pembicaraan akan semakin intim.

Trus gimana nih?
Ukhti-ukhti. Gw punya kesimpulan (bisa setuju atau ngga) bahwa beberapa ikhwan berperilaku genit bukan berarti niatnya mau genit. Tapi emang gaya bicaranya pada semua cewe kayak gitu. Nah yang kayak gini emang mesti diingetin si ikhwan itu. Misal ikhwan senior yg sering nyebut dirinya "mas" dan memanggil kita dengan sebutan "dek".
Misal di sms isinya gini:
"iya dek. Mas juga gak bisa hadir. Cepet sembuh ya :)"

Hahaha sebenernya isi sms ini bisa jadi netral, tapi kalo si akhwat pas lagi ada feeling gmana? Apalagi kalo si ikhwan itu ketua lembaga, berwibawa, dan berpenampilan tawadhu'. Udah deh jurus syaitan bermain-main. Padahal si ikhwan ga maksud apa-apa. Jangan salah kalo banyak akhwat yg GR dgn sms yang kayak begitu-gitu.
 "Ah itu akhwatnya aja yg ga bisa hati-hati jaga hati"
Nah emang itulah inti dari notes ini. Akhwat mesti pinter-pinter jaga hati. Harus pinter-pinter jaga izzah. Jangan mudah GR dan yakini segera kalau itu godaan setan.  Jangan seneng "digodain" ikhwan yang belum tentu jodoh kita. Bayangin aja pas lagi GR-GR-nya pada seorang ikhwan, besoknya ada ikhwan lain nan shalih yg ngelamar.  Malu sama Allah, malu sama diri sendiri!

Terkadang pula akhwat mudah terpukau dengan ikhwan yg sering berada di ruang publik. Terkenal (walaupun mungkin nggak cakep-cakep amat hehe), bahasanya santun, cerdas, berprestasi, rajin ngasih taujih di forum, aktivis, relawan, dan sederet kebaikan-kebaikan lainnya.  Langsung deh tiba-tiba berdoa "Ya Allah karuniai hamba jodoh yang minimal seperti dia". Nggak salah sih. Cuma gw tiba-tiba inget dengan kata-kata ustadz "Jangan gampang terpukau sama laki-laki yang manis kata-katanya, kemudian mematok dialah standar minimal jodoh saya. Justru mereka yg di ruang publik lebih besar peluang dosanya, peluang riya' dan ujub-nya. Bisa jadi yang biasa2 aja dan tidak terkenal lebih halus hatinya, lebih shalih, lebih dicintai Allah"

Jodoh itu datang: siapa dan bagaimana caranya adalah rahasia Allah. Tapi itu bergantung pula pada bagaimana kita menjaga izzah. Menjaga kehormatan kita sebagai muslimah. Dan gerak-gerik hati ini hanya Allah yang tahu. :)

Wallahu a'lam bish shawwab..

*Tulisan ini ditulis oleh akhwat, dengan perspektif akhwat, diperuntukan bagi akhwat. Dan lebih khususnya untuk akhwat yang belum nikah. Ikhwan yang kebetulan baca dilarang protes*


*) Yurisa Nurhidayati, Alumni Psikologi UGM dan Pesantren Darusshalihat Yogyakarta. Tinggal di Padang. Twitter @unirisa
Powered by Blogger.
close