Kajian Utama : Suka Cita Menyambut Ramadhan!
cover fahma juni 2014 |
Oleh M. Edy Susilo
Jika Allah masih
memberi kesempatan, sebentar lagi kita akan memasuki bulan yang mulia: Ramadhan! Atas kedatangan tamu istimewa
ini, marilah kita sambut dengan segenap kegembiraan dan suka cita. Mengapa?
Terdapat begitu banyak
kemuliaan yang berada di bulan Ramadhan sehingga ada
banyak sebutan untuk bulan ini, di antaranya, bulan yang agung dan bulan penuh berkah. Di bulan
ini pula kitab suci Al Qur’an
ditunkan, seperti dalam firman Allah “...diturunkan (permulaan) Al-Qur’an
sebagai petunjuk bagi manusia, penjelasan mengenai petunjuk itu dan sebagai furqan”
(Al-Baqarah: 185). Amalan penting yang membedakan dengan bulan-bulan
lain adalah diwajibkannya bagi umat Islam untuk melaksanakan ibadah puasa.
Lalu, ujung dari ibadah Ramadhan adalah dijanjikan-Nya
“la’allakum tattaqun”, seperti tersurat
dalam ayat yang sangat masyhur, Al Baqarah: 183.
Kabar gembira ini harus terus kita gemakan di dada, sebab seseorang akan
bertindak sesuai dengan pemaknaan yang diberikan kepada objek tersebut. Jika
kita yakin bahwa bulan ini adalah bulan yang mulia, maka kita akan mengisinya
dengan optimal. Bandingkan dengan orang yang memiliki pemaknaan negatif
mengenai Ramadhan, tentu
mereka tidak akan antusias memasuki bulan ini. Kalau pun mereka beribadah,
mungkin dilakukan dengan terpaksa.
Kegembiraan akan datangnya Ramadhan harus
sudah kita rasakan jauh-jauh hari. Lalu kristalkan kegembiraan itu menjadi niat
yang kuat untuk mengisi tiap detik dalam bulan Ramadhan dengan rangkaian ibadah yang, semoga, bernilai tinggi di hadapan AllahTa’ala.
Atmosfir kegembiraan itu perlu disebarkan kepada seluruh anggota keluarga,
termasuk anak-anak. Bagi anak-anak, tidak menutup kemungkinan akan merasa
terkekang ketika harus berpuasa. Rasa lapar dan haus mungkin akan terasa lebih
mendera; Bahkan tidak jarang ada perilaku “menimbun” makanan untuk berbuka puasa.
Namun, rasakanlah, bahwa suka cita yang hakiki dari orangtua bisa menular
kepada anak-anak. Hal ini bukan hanya karena anak-anak adalah peniru ulung dari
orangtuanya, melainkan karena ada getaran-getaran halus yang terhubung antara
orang tua dan anak-anak.
Suka cita itu perlu diterjemahkan menjadi tindakan yang kongkrit, misalnya bagaimana membangunkan anak untuk
sahur, mengajak anak ke masjid, memotivasi untuk berpuasa sampai saat berbuka
puasa dan sebagainya. Orangtua pasti bisa memahami bagaimana perilaku
masing-masing anak sehingga bisa memberikan tindakan yang tepat pada anak.
Berbeda dengan beberapa penganjur yang menyarankan untuk mengalihkan
perhatian anak pada televisi selama bulan Ramadhan. Saya justru menganjurkan sebaliknya. Bulan Ramadhan sebaiknya juga merupakan bulan puasa menonton
televisi. Bagaimana tidak? Di televisi, bulan Ramadhan justru terlalu “meriah”. Anehnya, bulan suci di televisi justru dipenuhi
dengan pelawak (ya, pelawak!) yang bukan hanya tidak lucu melainkan juga mempertontonkan
hal-hal yang bertentangan dengan spirit Ramadhan.
Keanehan lain tayangan televisi pada bulan Ramadan adalah membanjirnya
iklan obat sakit maag. Perusahaan obat maag menggelontorkan belanja iklannya
pada bulan ini. Kondisi seperti ini bisa menimbulkan kesimpulan sesat bahwa
puasa dapat mengakibatkan sakit maag. Namun, pengalaman saya yang memiliki
riwayat sakit maag, penyakit ini tidak pernah kambuh saat menjalankan ibadah
puasa. Justru pada hari-hari di mana sedang tidak berpuasa, penyakit ini kadang
kambuh (mungkin para dokter akan lebih tepat menafsirkan hal ini).
Pada bulan Ramadhan juga perlu
untuk menjadi latihan bagi anak-anak untuk memberikan santunan (zakat, wakaf,
infaq, sodaqoh dan sebagainya) dan berjamaah
atau berkegiatan secara kolektif. Shalat berjamaah, Taman Pendidikan Al
Qur’an dan pesantren Ramadhan adalah
beberapa contoh kegiatan bersama anak-anak. Dalam jamaah, kegembiraan Ramadhan akan lebih mudah dirasakan dibandingkan dengan
hanya mengurung diri di rumah.
Semoga, kelak anak-anak akan memiliki memori dan pemaknaan yang indah
terhadap Ramadan. Hadirnya bulan Ramadan adalah bukti cinta Allah Ta’ala pada umat-Nya.
Wallahua’lam.||
Post a Comment