Orang yang Bangkrut

www.osolihin.net

Oleh O. Solihin

Dalam sebuah riwayat, bahwa Nabi saw., bertanya kepada para sahabatnya: “Tahukah kalian tentang orang yang bangkrut?” Mereka menjawab: Wahai Rasulullah, mereka dalam pandangan kami adalah orang yang tak punya satu dirham pun dan tak punya barang atau harta. Rasulullah saw., bersabda: “al-Muflis atau orang yang bangkrut itu bukan demikian, melainkan orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa (pahala amal) kebaikannya sebesar gunung. Namun, ia datang, sedangkan pernah menganiaya, menempeleng orang, dan melanggar kehormatan (memperkosa dsb.). Lalu pihak-pihak yang dizalimi ini mengambil seluruh kebaikannya (untuk menutupi dosa-dosa keburukan mereka), maka ia akan mengambil (dosa-dosa) keburukan mereka (yang telah didzaliminya) untuk ditanggungnya. Lalu ia benar-benar dihantam dengan keras ke neraka.” (dalam kitab Syakhshiyyah Islamiyyah juz II/294, karya an-Nabhani)

Kedzaliman yang tengah berlangsung sangat beragam jenisnya, tapi intinya sama; merebut atau menganiaya hak-hak orang lain. Penganiayaan itu bisa berupa caci maki, cubitan, tipuan, ghibah, membunuh, dan segala gangguan terhadap badan atau kekayaan atau kehormatan dan sebagainya. Dan kejadian akhir-akhir ini telah cukup memberikan gambaran, betapa rusaknya kondisi masyarakat kita yang saling mendzlimi satu sama lain. Bagi sebagian orang, melenyapkan nyawa orang lain merupakan perkara mudah demi kepentingan eksistensi hidupnya. Mengambil harta yang bukan haknya juga bukan soal sulit, merebut kebahagian orang lain, adalah sesuatu yang gampang. Maka secara nyata bisa kita saksikan sendiri bahwa para pejabat yang tak bertanggung jawab dengan leluasa bisa mendikte rakyat. Kasus-kasus terdahulu di jaman orba adalah sebagai bukti suburnya kedzaliman dan semua orang sepakat bahwa kedzaliman merupakan produk orba. Meski sebenarnya, sekarang ini juga tetap kita saksikan berbagai kedzaliman yang tentu saja efeknya merugikan sebagian masyarakat. Perampasan tanah, penggusuran tempat tinggal, saling jegal dalam urusan politik, mengekang seseorang untuk menyuarakan kebenaran, membiarkan rakyat sengsara dan lain sebagainya kerap menghiasi kehidupan di jaman tersebut.

Tentu saja, kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan terhadap manusia harus segera dimintakan maafnya. Mumpung masih hidup dan untuk memperingan siksa di akhirat nanti. Abu Hurairah r.a. berkata: “Bersabda Nabi saw.,: “Siapa yang merasa pernah berbuat aniaya kepada saudaranya, baik berupa kehormatan badan atau harta atau lain-lainnya, hendaknya segera meminta halal (maaf)nya sekarang juga sebelum datang suatu hari yang tiada harta dan dinar atau dirham, jika ia punya amal shalih, maka akan diambil menurut penganiayaannya, dan jika tidak mempunyai hasanat (kebaikan), maka diambilkan dari kejahatan orang yang dianiaya untuk ditanggungkan kepadanya.” (HR Bukhori, Muslim dalam Tarjamah Riadhus Shalihin jilid I, hal. 225, bab Haram berlaku dhalim)

Kita bisa membayangkan para penguasa yang telah mendzalimi rakyatnya, bila mereka tidak segera meminta maaf kepada orang yang telah mereka dzalimi, akan benar-benar menjadi bangkrut di akhirat nanti, meski sekarang hidup serba kecukupan, aman dan tentram. Dalang dan pelaku berbagai kerusuhan yang akhir-akhir ini terjadi, akan menjadi pesakitan dan benar-benar bangkrut di hari kiamat nanti. Para pembunuh dan perampas hak orang akan menjadi tekor setekor-tekornya di akhirat, karena seluruh amal kebaikan yang dimilikinya bakal dirampas dan diganti dengan kejahatan yang dimiliki orang-orang yang telah didzaliminya. Hingga ia tak mempunyai amalan baik untuk bisa dipertanggungjawabkan di hadapan Allah nanti, bila tak segera meminta maaf kepada orang yang telah didzaliminya.
Jadi sebenarnya orang yang bangkrut secara hakiki itu bukanlah orang yang tak memiliki harta sepeser pun, tetapi orang yang telah menganiaya orang lain dan tak segera meminta maaf. Di masa Rasulullah dan Khulafa Ar Rasyiddiin (Abu Bakar, Umar bin Khaththab, Usman bin Afan, dan Ali bin Abi Thalib) selalu menindak tegas dalam memberikan sanksi terhadap para pelaku kejahatan. Perampok jalanan, misalnya, sebagai balasannya oleh negara akan dihukum dengan dipotong tangan dan kaki mereka secara bersebrangan (dipotong tangan kanan dengan kaki kiri atau kaki kanan dengan tangan kiri), bila itu disertai dengan pembunuhan, balasan yang bakal diterima adalah disalib (Abdurahman al-Maliki dalam Nizhaam al-’Uquubat). Dan itu merupakan sanksi yang sekaligus memberikan taubat kepada pelaku tersebut.

Sayang, saat ini ketika syariat Islam tidak diterapkan untuk mengatur kehidupan manusia tindak kedzaliman sulit dibendung dan tentu saja hanya akan menghasilkan orang-orang yang bangkrut secara hakiki, meski saat ini mereka yang telah berbuat dzalim tengah menikmati kehidupan dunia dengan penuh kesenangan dan suka cita. Namun ingat, itu hanya sesaat, karena selanjutnya, di akhirat kelak ia bakal menderita kebangkrutan yang sebangkrut-bangkrutnya. Naudzu billah min dzalik!
Salam,

*) O. Solihin, Penulis Buku, Trainer. Tinggal di Bogor Jawa Barat
Twitter @osolihin
Powered by Blogger.
close