Ketika Anak Berbohong

doc/fahma
Oleh Arif Wicaksono

“Bunda, aku boleh main tidak? Aku sudah selesai mengerjakan PR,” seru Hilma pada sang Bunda.

“Wah…, cepat sekali, memang sudah selesai beneran? Coba Bunda lihat,” jawab sang Bunda dengan lembut.

“Mmmm …, mmm …, belum selesai Bunda. Tapi aku pengen main dulu,” sahut Hilma.

Berbohong bisa terjadi pada usia berapa pun, termasuk anak-anak, terutama sejak anak-anak mengenal konsep kalimat. Namun berbohong mempunyai motivasi berbeda bila dilihat dari usia anak. Untuk anak usia pra-sekolah, berbohong lebih banyak disebabkan kesulitan mereka membedakan mana fantasi dan mana yang bukan fantasi. Sedang anak usia sekolah berbohong dilakukan lebih banyak untuk menghindari tanggungjawab dan konsekuensi.

Orangtua pasti menginginkan anaknya selalu berkata jujur. Karena kejujuran merupakan salah satu karakter baik yang harus dimiliki oleh semua orang termasuk anak-anak. Dengan membiasakan diri untuk selalu berbuat jujur sejak dini, maka nantinya karakter baik ini akan terus terbawa hingga si anak beranjak dewasa.

Anak-anak memang memiliki kecenderungan meniru kita dan orang dewasa yang ada di sekelilingnya. Maka tidak heran jika seorang anak yang sering melihat orangtua dan orang di sekitarnya berbohong, dia akan meniru hal yang sama dan menganggapnya sebagai hal yang wajar. Kalimat seperti, “Dek, nanti kalau Bu Winda datang ngajak pengajian, bilang ibu baru sakit, tidak bisa ikut,” secara tidak langsung memberikan contoh tidak baik bagi anak. Mereka bisa beranggapan bahwa berbohong adalah salah satu cara untuk menghindar dari sesuatu yang tidak diinginkan. Anak butuh role model yang memberikan contoh yang baik dengan disertai tindakan dan perkataan yang baik.

Anak berbohong juga dapat disebabkan karena la mempunyai pengalaman buruk tentang menghadapi kesalahan. Jika anak pemah dipojokkan dan merasa "terhukum" ketika bersalah, anak akan memilih opsi berbohong untuk menghindari hukuman, tanggungjawab atau takut disalahkan. Prinsip orangtua yang hanya memperdulikan hasil tanpa mempertimbangkan proses, pun bisa menyebabkan anak berbohong. Maka sebagai orangtua, kitalah yang harus bisa memahami mereka. Demikian juga dalam menghadapi masalah anak berbohong. Untuk mengatasinya tidak cukup dengan hanya melarang. Perlu pemahaman dan kasih sayang agar upaya orangtua tidak memicu anak semakin gemar berbohong.

Agar berbohong tidak berlarut-larut, apalagi membuat anak dijauhi teman-teman bermainnya, segera temukan cara jitu untuk menghentikan kebiasaan buruk itu.

Tips kala anak berbohong:
ü Jangan memojokkan dirinya. Buat suasana tenang dan santai agar bisa nyaman bercerita.
ü Jangan emosi, kalau kita marah, karena anak akan semakin takut dan menutupi dengan kebohongan.
ü Jangan berikan contoh berbohong ke anak. Misalnya ketika, menerima telepon dan meminta anak mengatakan bahwa kita tak ada di rumah.
ü Jangan bohongi anak. Misalkan, kita berjanji tidak akan marah bila anak kita ngompol asal mengaku. Tapi ternyata kita marah lagi begitu lihat si anak ngompol.
ü Biasakan mencari solusi. Ajak anak untuk membiasakan diri mencari pemecahan masalah melalui diskusi. Tanamkan bahwa kesalahan adalah sesuatu yang wajar. Orangtua juga jangan selalu menindaklanjuti dengan hukuman tetapi terbuka untuk mencari solusi.
ü Konsekuensi bukan hukuman. Orangtua bisa memberikan konsekuensi pada anak. Namun tak selalu berupa hukuman. Bisa dengan membalikkan situasi, bila anak tidak berbohong, beri pujian meski ia telah mengakui kesalahan.

*) Arif Wicaksono, Pendidik, tinggal di Yogya

Powered by Blogger.
close