Perilaku Ramah Lingkungan


foto google.com
Oleh Irwan Nuryana Kurniawan

Pemanasan global, semakin banyaknya binatang yang punah, pengrusakan hutan besar-besaran dan berkurangnya sumberdaya alam merupakan sebagian tanda-tanda yang menunjukkan kepada kita bahwa lingkungan alam di planet bumi kita berada dalam kondisi membahayakan. Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh permasalahan-permasalahan lingkungan sangat besar dan luas, mulai dari masalah-masalah kesehatan sampai pada keberlangsungan keberadaan planet bumi.

Permasalahan-permasalahan lingkungan menjadi topik yang ramai dibicarakan oleh kalangan politisi, para ilmuwan, para pemimpin agama, para pesohor media, para ahli pemasaran, sampai orang-orang awam. Dorongan untuk semakin melakukan banyak hal untuk melindungi alam dan lingkungan bermunculan setiap hari dalam kehidupan kita sehari-hari—mulai dari makanan yang kita konsumsi, dan barang-barang yang kita gunakan di rumah sampai pada sumber-sumber energi dan transportasi yang kita pakai. Ruang lingkup keprihatinan terhadap kondisi lingkungan di planet bumi melampaui batas-batas Negara (Environmental Protection Agency, 2010).

Jika permasalahan-permasalahan lingkungan tersebut tidak segera ditangani dengan tepat, maka keberlanjutan lingkungan “environmental sustainability” menjadi terancam. Perlu dimunculkan kesadaran besar-besaran dari semua penghuni planet bumi akan kebutuhan mendesak untuk menggunakan sumber daya-sumber daya bumi dalam cara-cara yang bisa diterima dan memungkinkan manusia dan mahluk lainnya (binatang dan tumbuhan) melanjutkan kehidupannya di bumi di masa yang akan datang (Oskamp, 2000).

Ini artinya cara-cara manusia menjalani dan menjalankan kehidupannya sangat berpengaruh terhadap masa depan planet bumi. Para peneliti menemukan bahwa permasalahan-permasalahan lingkungan yang paling serius—ledakan penduduk, pemanasan global, limbah beracun, dan pengunaan lingkungan pertanian dan lautan secara berlebihan—bukan semata masalah ilmu pengetahuan dan teknologi tapi juga perilaku setiap individu. Oleh karena itu, penyelesaian masalah lingkungan harus mempertimbangkan peran setiap individu dan bagaimana mengubah setiap individu mengembangkan perilaku yang lebih ramah terhadap lingkungan.

Bagaimana kita memandang lingkungan berpotensi mempengaruhi usaha-usaha keberlanjutan lingkungan—mulai dari seberapa yakin kita mampu memperhitungkan pengaruh-pengaruh positif maupun negatif lingkungan sampai dengan kesalahan berpikir yang mengarah penilaian yang tidak akurat tentang penggunaan sumber daya alam. Cara kita memandang bahaya-bahaya lingkungan kemungkinan besar mempengaruhi akan kita akan berperilaku dalam cara-cara yang ramah atau tidak terhadap lingkungan. Ini berarti kita perlu mempertimbangkan faktor-faktor psikologis yang mendorong setiap individu terlibat dalam perilaku-perilaku yang mendukung usaha-usaha keberlanjutan lingkungan atau paling tidak memperkecil perilaku-perilaku yang berdampak merusak terhadap lingkungan.

Islam sebagai sebuah “way of life” melarang pemeluknya berbuat kerusakan di muka bumi (QS. Al Baqarah (2):11; QS. Al-‘Araf (7): 56,74; QS As-Syu’ara (26): 130,183), merusak tanam-tanaman dan ternak (QS. Al Baqarah (2):205), dan menyebut mereka yang melakukan kerusakan di muka bumi sebagai orang-orang yang merugi (QS. Al Baqarah (2):27) dan melakukan kejahatan di bumi (QS. Al Baqarah (2): 60; QS. Hud (11):25). Islam menekankan bahwa Allah Ta’ala sangat tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan (QS. Al Qashash (28):83), mengingatkan bahwa Allah Maha Mengetahui orang-orang yang berbuat kerusakan (QS. Ali ‘Imran (3):63), dan meminta kita memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan (QS. Al ‘Araf (7):86, 103; QS. An Naml (27): 14), kehinaan di dunia dan adzab yang besar di akhirat (QS. Al Maidah (5):33), memperoleh kutukan dan tempat kediaman yang buruk (Jahanam) (QS. Ar Ra’d (13):25).

*) Irwan Nuryana Kurniawan, M.Psi. Dosen Psikologi Universitas Islam Indonesia
Powered by Blogger.
close