Tips Cerdas : Belanjakan Harta di Jalan Allah
foto pengungsi merapi |
Oleh Sri Lestari
Udara begitu panas, angin terasa enggan bertiup. Dari kejauhan, tampak bapak penjual es dibuat kerepotan
oleh sekumpulan anak yang berebut membeli dagangannya.
Tidak seperti anak lainnya, Umar hanya melihat teman-temannya dari kejauhan. Di teras rumahnya
yang dirimbuni dengan aneka pepohonan, Umar asyik membaca
buku sambil sesekali pandangannya tertuju pada temannya yang menikmati es.
“Umar tidak ikut beli es?” tanya Bunda yang
tiba-tiba sudah duduk di samping Umar.
Mendapat pertanyaan bunda yang tiba-tiba membuat Umar agak terkejut,“Eh, Bunda, Umar lagi membaca buku. Bagus lho isinya!”
“Alhamdulillah, Umar suka membaca, tapi bermain bersama teman
juga baik. Yang penting bagaimana Umar bisa membagi waktu,” kata Bunda
“Bukannya Umar tidak mau bermain bersama teman-teman, tapi Umar sedang tidak ingin jajan, Bun,” jawab Umar.
“Panas-panas begini, memangnya Umar tidak ingin
jajan es? seger lho...” pancing Bunda.
Dahi Umar berkerut,” Ingin sih, Bunda, tapi kan Umar lagi belajar menjadi orang kaya. Jadi uangnya Umar tabung!”
“Alhamdulillah, anak Bunda mau jadi orang kaya. Tapi ada tidak enaknya
lho jadi orang kaya?” kata Bunda sambil
menyipitkan matanya
“Memang apa tidak enaknya jadi orang kaya?” tanya Umar keheranan.
“Ada, kamu orangnya, yang harus menahan haus padahal uang ada di tangan?” goda Bunda sambil mencubit lembut pipi Umar.
“Kan Bunda sendiri yang mengajarkan
Umar untuk berhemat?” Umar membela diri.
“Benar, tapi kita juga harus melihat kondisi. Kalau kamu memang butuh membeli sesuatu,
mengapa tidak
membelinya? Jangan sampai kita berhemat
tapi justru nanti kita akan mengeluarkan biaya yang jauh lebih besar,” terang Bunda.
“Memangnya
ada bunda ?” tanya Umar heran.
“Ada, misal
maunya kita berhemat sehingga kita mengabaikan asupan gizi. Ujungnya, karena kurang nutrisi yang seimbang mengakibatkan kita
jadi sakit. Untuk memulihkan kesehatan, biaya yang
dikeluarkan jauh lebih besar daripada memelihara kesehatan.” Jelas Bunda.
“Berarti
kita harus makan yang enak dong?” kata Umar polos.
“Nak, untuk
sehat tidak harus makan yang enak dan mahal, yang penting tercukupinya kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Di
sekolah, Umar pasti sudah diajarkan kan?”
“Iya itu, Umar setuju Bunda!”
“Tidak boros itu diajarkan agama, tapi kikir itu dilarang agama. Apalagi untuk menolong orang yang membutuhkan!”
“Jadi kita harus punya harta dong untuk
bisa berinfak?” tanya Umar dengan muka serius.
“Seharusnya memang begitu, Bukannya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam itu menggunakan semua hartanya untuk dakwah Islam? Begitupun para
sahabat, banyak yang kaya tapi hartanya dibelanjakan untuk
dakwah Islam,”
“Insya Allah, Bunda. Umar akan jadi orang yang menggunakan harta di
jalan Allah, sebagaimana Rasul
dan para sahabatnya. Amin!”
doa Umar yang juga diaminkan Bundanya.
Siapa yang tidak ingin kaya? Tentu banyak orang
yang menginginkannya. Sebagaimana digambarkan dalam ilustrasi di atas. Yang
terpenting di sini bagaimana kita bisa memahamkan anak
dalam memposisikan harta hanya sebagai sarana, bukan tujuan dalam
kehidupan. Harta semestinya bisa kita
tempatkan pada posisi sebenarnya sebagai alat untuk memudahkan beribadah kepada Allah .
TIPS
ü Memahamkan anak kedudukan harta dalam kehidupan dapat dilakukan dengan berdialog betapa hidup ini tidak bisa diukur
segalanya dengan materi.
ü Anak dipahamkan akan
pengertian zuhud. Zuhud bukan berarti kita harus hidup tanpa harta, tapi
bagaimana menempatkan harta pada posisi sebenarnya. Tidak di hati tapi di
tangan. Sehingga kita bisa ikhlas membelanjakannya harta di jalan Allah.
ü Anak dimotivasi bahwa semakin banyak kita
bersedekah, maka kita semakin kaya. Tidak akan jatuh miskin
orang banyak sedekahnya.
*) Sri Lestari, Ibu rumah tangga, Penulis buku Jendela Keluarga Wanita Pendamba Cinta (Penerbit Proumedia
Post a Comment