Kolom Prof In : Menerima dengan Tangan Kiri

Oleh Indarto

Pada saat saya menunggu pesanan makanan di sebuah warung, di depan saya ada sepasang suami istri bersama anak laki-laki kecil yang sudah selesai makan. Ketika mereka keluar dari warung, sudah ada seorang juru parkir yang berdiri di samping kendaraannya. Sang ibu memberikan uang ke anaknya, lalu diteruskannya ke petugas parkir dengan tangan kiri dan dengan cara yang tidak sopan.

Aneh.... di wajah kedua orangtua itu tidak ada kesan bahwa telah terjadi perilaku yang kurang wajar pada anaknya. Apakah orangtua seperti ini telah melaksanakan kewajiban mendidik terhadap amanah yang dititipkan Allah Ta’ala dengan baik?. Kalau memang kedua orangtua itu betul-betul memperhatikan pendidikan anaknya, pasti sudah timbul reaksi, minimal akan terjadi perubahan pada wajah keduanya, ketika melihat perilaku anak itu.Tapi saya tidak melihat sedikitpun kecemasan di wajah keduanya.

Ini sebuah contoh ketidak pekaan orangtua terhadap penyimpangan perilaku anaknya. 
Pada saat usia anak sudah mulai bisa diberitahu, maka begitu melihat adanya penyimpangan, orangtua harus segera bereaksi. Jangan dibiarkan si anak menganggap sesuatu yang mestinya tidak boleh, tetapi karena orang lain tidak bereaksi maka dianggapnya sesuatu yang wajar. Dalam peristiwa ini, ada dua hal yang perlu diluruskan, sikap tidak sopan terhadap orang yang dituakan dan cara memberikan sesuatu dengan tangan kiri.

Melihat pemandangan ini, lalu saya teringat pada peristiwa yang sama, baru saja terjadi pada beberapa hari sebelumnya. Kalau peristiwa di warung itu, pelakunya adalah anak kecil yang berumur kira-kira 9 tahun. Sedangkan yang saya alami, dilakukan oleh seorang mahasiswa semester lima dan itu dilakukan lebih dari sekali, dan yang memprihatinkan lagi, pada saat itu, saya di kelas sedang mendiskusikan dengan mereka tentang pentingnya kita memiliki soft-skill, ketrampilan interpersonal. Sebuah ketrampilan bagaimana kita bisa membuat orang lain merasa dihargai, diperhatikan, didengarkan, teman-teman merasa senang ketika bekerja dengan kita. Hal-hal ini sering kami sampaikan ke mahasiswa karena ketrampilan ini akan sangat berperan pada perkembangan karier seseorang.

Seperti biasanya, saat memberikan kuliah saya berusaha menggunakan pengeras suara, agar semua mahasiswa bisa mendengar dengan jelas, termasuk mereka yang duduk di belakang, dan juga agar menghemat energi yang keluar lewat gelombang suara. Selain itu, di dalam kelas saya juga lebih banyak berdiskusi dan memberikan pertanyaan, agar mahasiswa terbiasa berfikir lebih kritis. Saat mahasiswa memberikan jawaban, saya minta dia menggunakan mic juga, agar terdengar oleh teman-temannya, sehingga mahasiswa akan lebih berhati-hati dalam menyusun kalimat jawaban.

Suatu ketika, saya memberikan pertanyaan kepada salah satu mahasiswa. Saat dia sudah siap akan menjawab, saya berikan mic-nya. Sebagai orang timur, norma yang masih diakui sampai saat ini, dalam menerima sesuatu dari orang yang dituakan biasanya menggunakan tangan kanan. Namun secara spontan, dalam menerima mic tersebut, yang digerakkan bukan tangan kanan tetapi tangan kiri. Saat tangan kirinya akan menyentuh mic yang masih saya pegang, dengan pelan mic saya tarik kembali sehingga mahasiswa tersebut kaget dan segera menyadarai kekeliruannya. Hal ini terlihat dari wajahnya yang berubah menahan malu. Gerrrr.... teman-temannya tertawa semua. Ketika tertawaan sudah mereda, mic saya berikan lagi. Namun apa yang terjadi, tanpa sadar dia mengulurkan tangan kirinya lagi... dan mic saya tarik lagi. Gerrrr.....tertawaan teman-temannya bertambah keras....  


Contoh nyata yang saya alami sendiri di dalam kelas ini dan yang sering terlihat di tempat lain tentang perilaku anak-anak sekarang, telah membuat saya semakin termotivasi membantu mereka untuk melakukan kebiasaan baik.  Termasuk cara duduk mahasiswa saat mengikuti kuliahpun tidak luput dari pengamatan. Karena saya pernah mendengar langsung dari users, calon pengguna lulusan, yang sekaligus seorang pimpinan perusahaan yang harus menolak seorang pelamar, yang sudah lolos beberapa tahap seleksi sebelumnya, hanya gara-gara cara duduk yang seenaknya.

*) Prof. Dr. Ir. INDARTO, D.E.A Pimpinan Umum Majalah Fahma
Powered by Blogger.
close