Perubahan Sejarah Keluarga Ditentukan Peran Seorang Ibu
http://kedaikuhebat.com/ |
Oleh
Herwin Nur
Perempuan sebagai calon ibu, dalam meniti
masa depannya, khususnya dalam menemukan jodohnya tidak perlu takut, kuatir, resah,
cemas, was-was maupun bingung. Memilah dan memilih jodoh tidak bisa dilakukan
sambil jalan. Terkandung misi mulia menyiapkan keturunan yang tidak sekedar sebagai penerus silsilah, tetapi
sebagai generasi masa depan dalam prespektif Islam, bahkan sebagai investasi akhirat.
Perjalanan hidup dan masa depan anak diwarnai oleh akumulasi, gabungan maupun
resultan dari emosi dan karakter ibu dan bapaknya.
Perubahan
bersifat individual dan berdampak pada anak keturunan. Betapa tidak, perjuangan
cinta lelaki yang mencari calon ibu untuk anak-anaknya, sebagai modal dan
langkah awal bagi si calon ibu.
Dari sisi
atau pihak calon ibu, perlu dipahami lagi bahwa aktivitas utama seorang wanita
adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Setinggi-tinggi bangau terbang
akan kembali ke kubangan juga, tidak berlaku pada wanita karir. Wanita terbang
tinggi dengan karirnya, keluarga menjadi urusan berikutnya, diurus di waktu
sisa, di saat sempat.
Kesimpulan
pakar dan ahli pendidikan anak, bahwa anak yang kedua orangtuanya bekerja, akan
menjadi anak yang mandiri, antar saudara terjalin keakraban memang ada benarnya. Namun
harus diikuti dengan bagaimana orangtua berinteraksi dengan anaknya saat di
rumah, bagaimana mengelola waktu bersama, bagaimana pembagian tugas di
keluarga.
Terkadang alasan
asangan suami istri bekerja adalah agar ekonomi keluarga tak pincang atau
agar asap dapur tetap mengebul. Faktor emansipasi wanita, seolah wanita karier
menjadi suatu kewajiban. Kondisi ini menyebabkan orangtua secara tak sadar
menyiapkan anaknya secara apa adanya. Tepatnya, asal anaknya nantinya seperti
dirinya tidak masalah, sudah bagus. Contoh umum, bapak dengan ijazah SMA
bekerja, berharap anaknya lulus SMA sudah cukup.
Hubungan timbal balik hak anak dengan hak orangtua tidak bisa dirumuskan secara matematis serta bukan dalam tataran balas jasa. Keluarga seperti apa yang kita harapkan, agar hubungan timbal balik hak bisa terjalin. Kita mengacu sabda Rasulullah: "Apabila Allah menghendaki, maka rumah tangga yang bahagia itu akan diberikan kecenderungan senang mempelajari ilmu-ilmu agama, yang muda-muda menghormati yang tua-tua, harmonis dalam kehidupan, hemat dan hidup sederhana, menyadari cacat-cacat mereka dan melakukan taubat." (HR Dailami dari Abas r.a)
Berderet
kata kunci, intinya dalam keluarga memang harus didasari kehidupan religi. Kewajiban
pertama orangtua adalah memberi nama anak dengan nama dan panggilan yang
bermakna, berkah dan Islami.
Orang
lupa, hubungan emosi anak dengan ibunya terjalin sejak dalam kandungan,
diperkuat karena mendapat ASI ekslusif selama 2 tahun. Jangan heran jika anak,
lelaki maupun perempuan, dominan berorientasi ke ibunya. Orang juga lupa, anak
menyandang watak turunan atau watak gabungan plus watak pribadi yang terbetuk
sesuai perjalanan waktu. Orang tua berwawasan ke masa depan adalah yang tidak
menginginkan anaknya mengalami nasib yang sama dengan dirinya.
Mengacu HR Dailami
dari Abas r.a di atas, semua anggota keluarga inti sebagai pelaku utama
terwujudnya rumah tangga bahagia. Suami sebagai kepala rumah tangga diikuti dengan
hak dan kewajibannya. Istri sebagai ibu dan pengatur rumah tangga dilengkapi
oleh Allah
dengan perangkat jasmani rohani, lahir batin, jiwa raga.
*) Herwin Nur, Penulis lepas, Tinggal di Tangerang
Post a Comment