Doa yang Sia-sia
Oleh O. Solihin
Dalam hadits ke sepuluh dari kumpulan Hadits Arba’in karya Imam An Nawawi dijelaskan bahwa:“Dari Abu Hurairah r.a. berkata:
Berkatalah Rasulullah saw.,: “Sesungguhnya Allah Ta’ala itu thoyyib (baik)
tidak menerima kecuali yang baik (thayyib). Sesungguhnya Allah menyuruh
orang-orang yang mu’min sebagaimana yang telah Dia perintahkan kepada para Rasul.”
Allah Ta’ala berfirman: “Wahai para Rasul, makanlah (kalian) dari makanan yang
baik-baik, dan berbuatlah amal shalih”, dan firman Allah SWT.,:”Wahai
orang-orang yang beriman makanlah dari makanan yang baik-baik apa yang Kami
anugerahkan rizki kepada kalian”. Lalu Rasulullah menyebut seorang lelaki yang
berlayar jauh, hingga kusutlah rambutnya dan kotor, ia mengangkat kedua
tangannya ke langit (seraya berkata): “Ya Tuhan, Ya Tuhan” (ia bermohon) sedang
makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan diberi makan
(badannya) dengan barang haram, maka bagaimana yang demikian itu akan
dikabulkan (diijabahi)?”. (HR Bukhori dan Muslim)
Doa adalah permohonan kita kepada
Allah agar segala harapan dan cita-cita kita terkabul. Dan doa merupakan salah
satu komponen dari sebuah keberhasilan, selain cita-cita dan usaha
sungguh-sungguh. Untuk mencapai keberhasilan yang optimal, seluruh komponen harus
memiliki nilai, karena ibarat sistem perkalian, salah satu bernilai nol, maka
hasilnya adalah nol pula. Dan doa sebagai salah satu kekuatan yang
merupakan permohonan langsung kepada Allah harus betul-betul kuat, baik
permintaan maupun caranya. Dan segala hal yang berhubungan langsung dengan
dikabulkannya doa, agar doa kita tak sia-sia.
Karena doa merupakan ibadah, maka
harus dilakukan dengan tata cara yang khas, yang sudah diatur oleh Allah dan
Rasul-Nya. Juga harus disertai dengan segala hal yang bisa mendukung ibadah
itu. Jangan sampai, kita menuntut sesuatu sementara kita mengabaikan sesuatu
yang lain. Artinya, bila kita memohon kepada Allah sesuatu kebaikan agar segala
cita-cita dan harapan kita berhasil, sementara kita mengabaikan larangan dan perintah
dari Allah SWT. Tentu ini adalah sesuatu yang kontradiktif dan tidak fair. Kita memohon
kebaikan diturunkan oleh Allah pada kita, tapi dalam waktu yang bersamaan kita
malah melakukan perbuatan yang telah dilarang-Nya. Kita meminta dengan beruarai
air mata kepada Allah agar kita diberikan keselamatan dunia dan akhirat, tapi
dalam aktivitas kehidupan kita sehari-hari, terbiasa memakan riba, memakan
harta anak yatim, mencari nafkah dari jalan yang terlarang; hasil mencopet,
tipu-tipu, korupsi, komisi yang haram (suap). Jadi, bagaimana mungkin Allah
akan mengabulkan (mengijabah) doa kita. Mungkin saja dalam kenyataan
seolah-olah kita mendapat sesuatu yang diinginkan meskipun lewat korupsi dan
kita damai-damai saja tak ada yang menganggu, namun apakah kita yakin bila
harta itu berkah?
Doa sebagaimana aktivitas ibadah yang
lain, harus disertai usaha sungguh-sungguh. Karena berdoa saja tanpa berusaha,
meskipun cita-cita kita setinggi langit adalah suatu hal yang sulit untuk bisa
berhasil. Harus memiliki nilai dari komponen cita-cita, usaha dan doa itu
sendiri, tidak boleh ada yang nilainya nol. Sehingga bila menginginkan
keberhasilan maka ketiganya harus mempunyai nilai yang bukan nol.
Suatu ketika, Amirul Mukminiin, Umar
bin Khaththab r.a. memasuki masjid di luar waktu sholat lima waktu. Didapatinya
dua orang yang sedang berdoa kepada Allah SWT., Umar r.a. lalu bertanya: “Apa yang sedang kalian kerjakan,
sedangkan orang-orang di sana kini sedang sibuk bekerja?” Mereka menjawab: “Ya Amirul Mukminiin, sesungguhnya
kami adalah orang-orang yang bertawakkal kepada Allah SWT.” (Mendengar jawaban tersebut), maka
marahlah Umar r.a., seraya berkata:“Kalian adalah orang-orang yang malas
bekerja, padahal kalian tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan
perak.” Kemudian Umar
r.a. mengusir mereka dari masjid, tetapi memberi mereka setakar
biji-bijian. Beliau katakan pada mereka: “Tanamlah dan bertawakkallah kepada
Allah.”
Kita berdoa tanpa berusaha memang
seperti pungguk merindukan bulan, doa kita menjadi sia-sia. Begitu pula ketika
kita berdoa sementara kita masih doyan melakukan perbuatan maksiat, memakan
makanan yang haram, melakukan perbuatan yang haram, menafkahi anak istri dengan
barang-barang dan makanan haram. Meskipun kita dengan khusuk sampai berurai air
mata memohon kepada Allah, sulit sekali bila do’a itu dikabulkan.
Tentu kita tidak menginginkan harapan
dan cita-cita kita melalui permohonan doa kepada Allah sia-sia. Untuk itu,
harus disertai dengan aktivitas kita berbuat yang terbaik dalam hidup ini.
Yakni, beriman dan bertaqwa kepada Allah, mengerjakan dan memakan harta yang
halal, agar doa kita diijabah dan penuh berkah. Wallahu’alam bishowab
Salam,
O. Solihin
Twitter @osolihin
Post a Comment