Menyapih Dot Anak
Oleh Mahmud Thorif
Tulisan kali ini berbagi tentang menyapih dot anak
saya yang ketiga, Syamil. Anak ngedot, biasanya (ini biasanya lho yaa, kalau
ada yang di luar itu berarti luar biasa deh), karena si ibunda dari anak
tersebut bekerja di luar rumah, misalnya sebagai guru, karyawan swasta, PNS,
dan lain sebagainya. Sehingga saat bayi, sang ibunda harus meninggalkan anaknya
yang, seharusnya, masih membutuhkan ASI.
Naah.... tentang profesi ini, masih sedikit
beruntung bagi pegawai dan karyawan di mana saya bekerja, (hem... sebutin ndak
yaaa? Ah ndak usah deh.... ntar dikira promosi), karena di sini anak pegawai
dan karyawan disediakan tempat untuk menitipkan anak-anaknya yang masih
membutuhkan ASI, sehingga saat waktu istirahat bisa ijin untuk memberikan ASI
kepada anak-anak mereka. (waah keren kaan.... coba instansi mana yang
menyediakan fasilitas beginian?) hehehe .... catatan tetep mbayar lho yaaa.
Ops, kok malah ngomongin instansi.
Berawal dari sang ibunda memilih bekerja inilah
akhirnya dot menjadi pilihan orangtua agar anak bisa memperoleh susu, eh ada
juga lho yaa, karena belabelain agar tetap dapat ASI si ibu rela mengeluarkan
ASI nya lalu disimpan dan diberikan saat ia bekerja dan ada juga, yang ini saya
rasa kebanyakkan para ibu deh, memberikan susu tambahan, misalnya susu bubuk,
susu sapi, dan sebagainya untuk
anak-anaknya.
Ehhem... kalau ada ibunda yang menjadi rumah tangga,
eh anaknya kok pake dot, kata Bang Haji ‘sungguh terlaaalu’, karena seharusnya
kan bisa full memberikan ASI nya. Iya kaaaan? Iya.
Oke, kembali ke menyapih dot yaa ....
Kalau menyapih ASI kan kata AL-Qur’an saat si anak
berumur 2 tahun. Naaah.... kalau menyapih dot ini mau berapa tahun? Ah kayaknya
ndak ada batasan tahun deh, coba lihat di tempat penitipan anak, banyak anak-anak
usia 3, 4, atau bahkan 5 tahun masih asik dengan dot mereka. Tapi diusahakan 2
tahun deh bisa menyapihnya, baik ASI atau dot mereka.
Saya dan istri sepakat menyapih si kecil dikarenakan
si kecil sering sakit gigi, gusi, dan terakhir kemarin yang lumayan lama adalah
radang di rongga mulutnya, sehingga dia susah makan, minum, bahkan susah tidur.
Kalau sudah begini, yang banyak pahalanya juga kan orangtuanya tooo, dengan catatan ikhlas merawat si
kecil saat ia menangis di tengah malam, dan sebagainya. Kasihan banget kaaan,
baru umur tiga tahun harus merasakan tersiksanya sakit gigi.
Tapi ndak papa, karena kata mas meggy z, lebih baik
sakit gigi dari pada sakit hati, eh ngomong-ngomong meggy z ini ada
tebak-tebakkan, meggy z punya saudara berapa hayooo? (jawab lho yaaa) dia
saudaranya banyak, ada 25, mulai dari meggy a, b, c, d, e, dst sampai meggy y.
Halah... kok malah tebak-tebakkan.
Tahap persiapan menyapih dot ini dengan dialog,
misalnya “Eh adik mulai besok tidak ngedot lagi lho yaa, minumnya pakai gelas,”
dan hal ini sering-sering diingatkan kepada si anak.
Naah giliran hampir waktunya, coba ajak anak untuk
membuang jauh-jauh dotnya, misalnya dibuang ke sungai, ke laut, atau tempat
yang kira-kira tidak bakal deh dot itu bisa diambil lagi. Penting juga
diusahakan yang membuang adalah si anak itu sendiri sehingga kita sebagai
orangtua mempunyai alasan jika tiba-tiba anak teringat pegangan hidupnya, eh
dotnya ding. Waktu itu, si Syamil saya suruh membuang dotnya di sungai depan
rumah, tapi akhirnya dia ndak tega membuangnya sehingga menyuruh ayahnya yang
melempar ke sungai. Jangan berpikir harga dot berapa, masih baru atau lama,
kalau sudah niat menyapih, laksanakan!
Eh eh eh .... Jangan dikira menyapih dot mudah lho
yaa... butuh perjuangan lho ... ya kira-kira mirip deh dengan menyapih ASI.
Sehingga siap-siap rela untuk begadang beberapa hari melayani, menggendong, dan
banyak lainnya si kecil.
So, catatan saya terkadang sebagai orangtua kita
tidak tega melihat si kecil menangis sedu sedan. Kalau sudah begini, ini awal
dari kegagalan menyapih.
Naaah.... tentu banyak dari pemirsah punya
pengalaman dalam mendidik anak-anaknya kaaan? Jangan segan-segan menulisnya,
berbagilah dengan banyak manusia, insyaAllah besar manfaatnya. Ehhem... yang
mau diterbitkan kisah pengalamannya dalam mendidik anak-anak, silahkan kirim ke
email majalahfahma@gmail.com
yaaa.... like juga fanspagenya @majalahfahma dan follow juga twitternya
@majalahfahma dan kunjungi juga blognya www.majalahfahma.com
Demikian, terima kasih.
*) Redaktur Majalah Fahma
Post a Comment