Semoga Kelak Bukan "Jika"
Oleh Yurisa Nurhidayati
Jika suatu
saat kau jadi ibu, ….
Jadilah
kalian seperti Asma’ binti Abu Bakar yang berhasil mengobarkan semangat
Abdullah bin Zubair (anaknya) yang dengan menakjubkan sanggup bertahan dari
gempuran Hajjaj bin Yusuf as-Saqafi, kokoh mempertahankan keimanan dan
kemuliaan tanpa mau tunduk kepada kezaliman. Hingga syahid menjemputnya.
Namanya abadi dalam sejarah dan kata-kata Asma’ “Isy kariman au mut syahiidan!
(Hiduplah mulia, atau mati syahid!),”…. abadi hingga kini.
Jika suatu
saat kau jadi ibu, .…
Jadilah
seperti Nuwair binti Malik yang berhasil menumbuhkan kepercayaan diri dan
mengembangkan potensi sang anaknya yang kala itu masih remaja. Usianya baru 13
tahun ketika ia datang membawa pedang yang panjangnya melebihi panjang
tubuhnya, untuk ikut perang badar. Rasulullah yang tak mengabulkan
keinginannya, membuat sang ibu mampu meyakinkannya untuk bisa berbakti kepada
Islam dan melayani Rasulullah dengan potensinya yang lain ketika ia kembali
kepada ibunya dengan hati sedih.
Dan tak lama
kemudian ia diterima Rasulullah karena kecerdasannya, kepandaiannya menulis dan
menghafal Qur’an. Beberapa tahun berikutnya, ia terkenal sebagai sekretaris
wahyu. Karena ibu, namanya akrab di telinga kita hingga kini… Zaid bin Tsabit.
Jika suatu
saat kau jadi ibu, ....
Jadilah
seperti Shafiyyah binti Maimunah yang rela menggendong anaknya yang masih
balita ke masjid untuk shalat Subuh berjamaah. Keteladanan dan kesungguhan
Shafiyyah mampu membentuk karakter anaknya untuk taat beribadah, gemar ke
masjid dan mencintai ilmu. Kelak, ia tumbuh menjadi ulama hadits dan imam Madzhab.
Ia tidak lain adalah ... Imam Ahmad.
Jika suatu
saat kau jadi ibu ....
Jadilah ibu
yang terus mendoakan anaknya. Seperti Ummu Habibah. Sejak anaknya kecil, ibu
ini terus mendoakan anaknya. Ketika sang anak berusia 14 tahun dan berpamitan
untuk merantau mencari ilmu, ia berdoa di depan anaknya:
“Ya Allah
Tuhan yang menguasai seluruh alam! Anakku ini akan meninggalkan aku untuk
berjalan jauh, menuju keridhaanMu. Aku rela melepaskannya untuk menuntut ilmu
peninggalan Rasul-Mu. Oleh karena itu aku bermohon kepada-Mu ya Allah,
permudahlah urusannya. Peliharalah keselamatannya, panjangkanlah umurnya agar
aku dapat melihat sepulangnya nanti dengan dada yang penuh dengan ilmu yang
berguna, amin!”.
Doa-doa itu
tidak sia-sia. Muhammad bin Idris, nama anak itu, tumbuh menjadi ulama besar.
Kita mungkin tak akrab dengan nama aslinya, tapi kita pasti mengenal nama
besarnya… Imam Syafi’i.
Jika suatu
saat kau jadi ibu .…
Jadilah ibu
yang menyemangati anaknya untuk menggapai cita-cita. Seperti ibunya
Abdurrahman. Sejak kecil ia menanamkan cita-cita ke dalam dada anaknya untuk
menjadi imam masjidil haram, dan ia pula yang menyemangati anaknya untuk
mencapai cita-cita itu.
“Wahai
Abdurrahman, sungguh-sungguhlah menghafal Kitabullah, besok kamu adalah Imam
Masjidil Haram…”, katanya memotivasi sang anak. “Wahai Abdurrahman,
sungguh-sungguhlah, besok kamu adalah imam masjidil haram…”
Sang ibu tak
bosan-bosannya mengingatkan. Hingga akhirnya Abdurrahman benar-benar menjadi
imam masjidil Haram dan ulama dunia yang disegani. Kita pasti sering mendengar
murattalnya diputar di Indonesia, karena setelah menjadi ulama, anak itu
terkenal dengan nama .... Abdurrahman As-Sudais.
*) Penulis adalah Alumni Psikologi UGM, tinggal di
Padang
Sumber tulisan dan gambar : www.secangkirmakna.blogspot.com
Post a Comment