Bukan Anak Batu


Oleh Yusuf Sabiq Zaenuddin

Pagi-pagi buta Ahmad bangun pagi, kemudian menunaikan sholat subuh berjamaah di masjid bersama ayahnya. Ahmad kemudian bergegas mandi, sarapan bersama keluarga dan bersiap-siap berangkat ke sekolah, Ibunya berprofesi sebagai ibu rumahtangga, sedangkan ayahnya adalah seorang guru.

Ahmad sangat bahagia karena memiliki ibu yang memiliki kasih sayang penuh. Berbeda dengan kondisi beberapa temannya yang selalu mengeluh dengan keadaan keluarganya. Mereka selalu bilang kepada Ahmad.' “Ahmad, kamu pasti bahagia melihat ibumu sangat perhatian sekali. Sedangkan aku, orangtuaku  sibuk. Ayah kerja terus, ibu juga pekerja keras. Yang dicari uang terus sampai malam. Tidak ada sedikitpun mencurahkan perhatian kepada saya,” kata salah satu teman Ahmad.

Ilustrasi tersebut menggambarkan betapa pentingnya peran ibu dan dan ayah dalam keluarga. Tugas mendidik yang hanya dipegang seorang ibu saja tidak akan seimbang. Begitu juga yang berperan hanya seorang ayah saja, maka pendidikan tidak akan berperan. Seyogyanya ayah dan ibu saling mengisi kekosongan, saling berpadu mesra dalam pendidikannya.

Asisten rumahtangga sangat penting tapi tidak mengesampingkan arti dari sebuah pendidikan. Tugas yang diemban asisten rumah tangga hanya sebatas memberikan pelayanan. Selebihnya keluarga sentral penting dalam mengelolanya.

Kita terkadang melihat banyak kondisi keluarga muda menyerahkan kepengasuhannya kepada asisten rumah tangga yang berpendidikan rendah sehingga bermunculan anak-anak yang gersang rohaninya.

Kalau kita melihat di media masa atau media elektronik, kasus-kasus serupa bermunculan. Salah satu yang terbesar di antaranya yakni, asisten rumah tangga yang sakit hati kepada majikannya, kemudian mereka dengan banyak cara berusaha melampiaskan dendamnya dengan cara menyakiti anak majikannya. Misalnya dengan cara menculik anak-anak majikannya, menyiksanya karena anak-anaknya rewel dan sebagainya. Mereka tidak mengerti bagaimana cara menghentikan tangisan anak sehingga dirinya khilaf dalam memperlakukan buah hati orang lain. Di samping adanya rasa dendam yang membara, atau ketidak tahuannya dalam hal mendidik.

Bagi orangtua yang supersibuk, mari kita kembalikan jati diri anak menjadi fitrah sebenarnya. Jangan sampai rebut hak-hak mereka karena mereka butuh kasihsayang dari kita. Jangan sampai ketika kita tua, di mana tidak ada sedikit pun perlakuan yang lebih terhormat dari penghormatan yang lain, kecuali hormatnya seorang anak kepada orangtuanya, maka jangan sampai salahkan mereka jika di kemudian hari anak tidak memperlakukan orangtuanya dengan baik sebab kita sendiri tidak memperlakukan mereka dengan baik kala masih belia.

Kalau kita berkaca pada masa yang lalu, orangtua zaman dahulu terkadang memiliki anak sangat banyak. Ada yang sebelas, dua belas bahkan lebih. Mereka berhasil mendidik jumlah anak yang cukup banyak. Pendidikan orangtuanya tidak sekelas S1 tapi mereka bisa mengantarkan putra putrinya sukses meraih masa depan dan pendidikan anak-anaknya. Modal apa yang mereka punyai? Tak lain hanya bermodal  ikhlas dan sabar dalam mendidik anaknya. Berbeda dengan zaman sekarang banyak orangtua muda yang memiliki anak dua saja sebab khawatir menyisakan kerepotan. Mungkin karena mereka kurang ikhlas dan sabar dalam mendidiknya.

Pendidikan anak tergantung bangaimana misi dan visi orangtuanya.anak adalah amanah dan rizki dari Allah Ta’ala. Suka atau tidak keberadaan mereka adalah karunia dari Allah Ta’ala. sekali lagi karunia dari Allah Ta’ala.

Anak-anak kita adalah permata yang tersimpan sebagai mutiara yang indah. Anak-anak adalah anak manusia bukan anak batu, Batu adalah benda yang keras. Sekeras-kerasnya batu masih bisa di tetesi air. Batu yang begitu kerasnya bisa berlobang dengan tetesan air. Begitu juga seorang anak manusia yang terlahir dari rahim seorang ibu. Tentu pendidikan anak kita tidak sekeras batu. Mereka punya hati yang terdalam seperti mutiara yang bersinar.

Jadikanlah dalam mendidik anak-anak kita penuh dengan kesabaran dan keikhlasan disertai nasehat dan keteladanan. Karena itulah modal dalam mendidik anak-anak kita. Semoga anak-anak kita bisa membanggakan orangtuanya, berguna dan berbakti kepada orangtuanya disetiap waktu dan saat, berguna bagi dirinya, masyarakatnya, negaranya dan untuk akhirat-Nya. Amin.||


*) Yusuf Sabiq Zaenuddin, Penulis buku ‘Mendidik Remaja dengan Cinta’
Pendidik di SDIT An Nida Purwokerto
Powered by Blogger.
close