Memperhatikan Sarapan Anak
Oleh Subliyanto
Suatu hari, ketika kegiatan pembelajaran
berlangsung, seorang murid mendatangi gurunya. Anak tersebut minta izin untuk
jajan di kantin. Sebelum memberikan jawaban terkait permohonan izinnya, guru
tersebut duduk di hadapan muridnya dan menatapnya dengan penuh kasih sayang.
Kemudian sang guru bertanya kepada
muridnya, “Kenapa adik mau jajan? Sekarang
kan pembelajaran sedang berlangsung?”. Dengan penuh kejujuran dan kepolosan,
anak itu menjawab “Saya belum sarapan,
Bu”. “Kok tidak sarapan
kenapa?” Tanya Bu Guru lagi. Anak itu menjawab,“Tidak sempat, Bu. Ayah dan ibu buru-buru
berangkat kerja”
Mendengar jawaban tersebut, gurunya
terdiam sejenak, dalam pikirannya terbayang dan teringat kepada anaknya
sendiri. Guru itu membayangkan bagaimana seandainya yang demikian itu terjadi
kepada anaknya sendiri? Tanpa banyak bertanya lagi guru itu mengizinkan dan
memintakan izin anak tersebut kepada teman-temannya untuk sarapan di kantin.
Cerita singkat di atas setidaknya
memberikan penyadaran kepada kita semua sebagai orangtua agar memperhatikan
kebutuhan anak-anak kita, terutama kebutuhan-kebutuhan yang menunjang
keberhasilan dalam menuntut ilmu, termasuk sarapan pagi.
Sesibuk apapun kita, hendaknya kita juga
memberikan porsi waktu yang cukup untuk keluarga dan anak-anak kita, sehingga
kebutuhan mereka juga terpenuhi, karena keluarga adalah pendidikan pertama dan
utama dalam kehidupan manusia.
Sarapan kalau kita kaitkan dengan bekal
penuntut ilmu, maka sarapan termasuk hal penting yang harus dipenuhi oleh kita
dan anak-anak kita, karena sarapan sangat menunjang dalam semangat belajar,
sehingga sarapan juga termasuk katagori bulghah (sarana) dalam kaitannya
dengan bekal bagi penuntut ilmu.
Dalam kitab Ta’limul Muta’allim
Syeikh az-Zarnuji menyampaikan enam bekal bagi penuntut ilmu .
“Engkau tidak dapat memperoleh ilmu, kecuali dengan
enam perkara, yaitu dzaka’ ( kecerdasan), hirs ( sifat iba, rasa ingin tahu),
ishthibar (kesabaran), bulghah ( sarana dan biaya), dan irsyadu ustaz (
bimbingan guru ), serta thuluzzaman ( jangka waktu yang panjang )”.
Semoga sedikit cerita dan pembahasan ini
dapat menambah pengetahuan dan semangat pada diri kita, sehingga kita dapat
membimbing anak-anak kita dengan lebih baik dan sempurna. Wallahu A’lam.
*) Subliyanto, Kabag. Kemuridan SDIT Hidayatullah Sleman
Yogyakarta
Post a Comment