Penilaian Otentik, Sebuah Relasi Baru Memaknai Pembelajaran dan Penilaian
foto @emthorif |
Oleh Pandi
Kuswoyo
Penilaian otentik
adalah salah satu terminologi yang diciptakan untuk
menjelaskan berbagai metode penilaian alternatif yang memungkinkan siswa dapat
mendemonstrasikan kemampuannya dalam menyelesaikan tugas-tugas dan
menyelesaikan masalah. Sehingga siswa memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan,
bisa melaksanakan tugas/pekerjaan sesuai dengan ilmu dan ketermapilan yang
dimiliki, bisa menemukan jati dirinya sebagai apa atau siapa dirinya, dan bisa
bekerja sama dengan orang lain dan berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi orang
lain sebagai perwujudan pribadi yang beriman dan taat beragama.
Penilaian otentik
adakalanya disebut penilaian responsif, suatu metode yang sangat populer untuk
menilai proses dan hasil belajar peserta didik dengan
latar belakang potensi masing-masing. Mulai dari mereka yang mengalami
kelainan tertentu, memiliki bakat dan minat khusus, hingga yang jenius.
Penilaian otentik
mencoba menggabungkan kegiatan guru mengajar, kegiatan siswa belajar, motivasi
dan keterlibatan peserta didik, serta keterampilan belajar. Karena penilaian
merupakan bagian dari proses pembelajaran, guru dan siswa dalam berbagi pemahaman tentang pencapaian kompetensi. Dalam beberapa kasus, siswa
bahkan berkontribusi untuk mendefinisikan harapan atas tugas-tugas yang harus
mereka lakukan dalam rangka pencapaian kompetensi yang ditentukan.
Penilaian otentik memiliki
model yang beragam, apapun bentuk tes dan non tes yang diberikan, serta
bagaimana cara memberikan penilaian sekaligus pelaporan memiliki beberapa
konsep dasar. Pertama, tes berkualitas
yaitu tes yang memiliki konten menantang dan mampu menstimulasi. Serta mengubah
konten soal yang sulit dikerjakan dan pandangan soal yang sulit adalah soal
yang baik.
Kedua, tes kemampuan (ability
test) bukan tes ketidakmampuan (disability
test). Tes kemampuan adalah tes yang mengandung konten dan instruksi yang
mencerminkan kemampuan siswa dalam ranah yang lebih luas. Sementara tes ketidakmampuan
menitikberatkan pada soal-soal yang tidak biasa didapat dari proses belajar
sehari-hari, baik konten maupun jenis soal serta tidak memiliki batasan/range yang jelas.
Ketiga, aktivitas guru untuk menjelajahi kemampuan siswa
pada saat hasil tes siswa di bawah standar ketuntasan. Konsep ini disebut
dengan discovering ability yaitu
meminta siswa menjawab soal yang sama dengan cara lain, tidak secara langsung
melakukan remidial (tes pengulangan)
ketika capaian siswa di bawah standar ketuntasan. Pada tahapan ini, guru harus
menjelajahi, menelusuri dan memastikan tingkat pencapaian kompetensi siswa
sebelum melanjutkan ke pencapaian kompetensi berikutnya.
Keempat, penilaian berbasis proses. Dalam penilaian otentik,
guru punya kesempatan untuk menilai aktivitas siswa setiap kali tatap muka dan
guru dapat langsung mengambil nilai hingga tatap muka yang direncanakan berakhir.
Tentunya sesuai dengan ranah penilaian masing-masing yaitu ranah afektif,
psikomotorik dan kognitif pada setiap proses pembelajaran.
Penilaian otentik juga akan
lebih bermakna dengan menerapkan teori Taksonomi Bloom, yaitu soal yang dibuat dengan
mengacu pada tingkatan anak tangga Taksonomi Bloom mulai dari bentuk tes
pengetahuan, pengertian, aplikasi, analisis, sintesis dan tes evaluasi, sehingga
soal menjadi lebih menantang dan menstimulasi siswa untuk menentukan nilai
suatu materi, pernyataan, laporan, cerita atau lainnya untuk tujuan pencapaian
kompetensi tertentu.
Alhasil, penilaian otentik
menganut konsep Ipsative, yaitu
perkembangan hasil belajar siswa diukur dari perkembangan siswa itu sendiri
sebelum dan sesudah mendapat materi pelajaran. Perkembangan siswa yang satu
tidak boleh dibandingkan dengan siswa yang lain. Oleh karena itu, penilaian otentik
tidak mengenal ranking. Dengan ranking, hanya eksistensi siswa tertentu saja
yang dihargai, sedangkan yang lainnya kurang mendapat perhatian. Karena
penilaian yang tidak menghargai dan bersifat alamiah serta objektif terhadap
kondisi siswa justru akan merusak mental siswa untuk terus belajar.
*) Pandi Kuswoyo,
Kepala Sekolah SDIT Salsabila Banguntapan, Yogyakarta
Post a Comment