Menjaga Arah Perubahan Kurikulum
Oleh R. Bagus Priyosembodo
Orangtua yang baik
akan bersungguh sungguh mengusahakan pendidikan terbaik bagi anaknya. Begitulah
amal orangtua yang baik semenjak dulu hingga kini. Kisah orangtua teladan
senantiasa perlu diingat. Agar jejak kebaikannya selalu bisa terikuti.
Ya
Tuhan kami, Sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah
yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang
dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka
jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah
mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur.
Ya
Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan
shalat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.
Wahai Tuhanku
karuniakanlah aku keturunan yang shalih
“Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekkah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala-berhala.’
“Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekkah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala-berhala.’
Doa itu selalu
dipanjatkan.Nabi Ibrahim tak pernah putus asa dan berburuk sangka kepada Allah
meski umur di atas 80 tahun dan belum diberi putra. Ibrahim betul betul
menginginkan anak keturunannya menjadi muwahid sejati dan terhindarkan dari
kesyirikan.
Ibrahim adalah
orangtua yang tak pernah kendor dan lengah. Sepanjang hidup sudah berusaha
keras untuk menjadikan pendidikan anak selalu dalam arah yang benar. Ketika
akan mengakhiri hidup, beliau masih memastikan dan menenangkan jiwa dengan
berwasiat. Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula
Ya`qub. Ibrahim berkata, “Hai
anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah
kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam“.
Demikianlah Ya`qub melakukan tatkala kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.”
Demikianlah Ya`qub melakukan tatkala kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.”
Begitulah jalan
pendidikan orang shalih terhadap anaknya. Dan begitulah semestinya langkah
orangtua yang lain. Apapun jalan dan perubahan yang terjadi, arah dan kepastian
tentang keshalihan yang dituju. Jika tidak begitu maka perubahan kurikulum
bentuk apapun akan kita sesali. Karena nanti kita di akherat tidak bisa
berkumpul untuk mengabadikan kebahagian jika kita tidak beriman dan beramal
shalih dengan baik.
Setiap
perubahan kurikulum mestinya mempunyai tujuan dan arah yang jelas. Perubahan
kurikulum tidak terjadi karena hanya hadirnya pengambil kebijakan baru. Kurikulum
dirubah untuk tujuan jangka panjang, agar generasi kita semakin baik, selamat,
dan tidak rusak.
Terlaporkan
bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi (high order thinking skils)
anak-anak Indonesia cukup rendah. Ada yang mengatakan sangat rendah jika
dibandingkan negara-negara tetangga kita. Pembelajaran mereka sangat
kontruktif, menggunakan pendekatan scientific, dan sangat kaya dengan
proyek-proyek untuk membangun kemampuan pemecahan masalah. Tentu saja kita
semua menghendaki perbaikan. Dan untuk itu mestinya kita bekerjasama, bahu
membahu, dan tolong menolong untuk menghasilkannya.
Bisa
jadi filosofi perubahan kurikulum terletak pada pendekatan yang digunakan. Kemudian
perubahan pendekatan tersebut berdampak pada perubahan buku siswa,
kegiatan pembelajaran dan sistem penilaian. Misalnya, pendekatan scientific yang menekankan pembelajaran
berbasis aktivitas dengan kegiatan 5M menuntut kesiapan sekolah, guru,
dan orangtua.
Kerjasama
sekolah, guru dan orangtua akan menentukan berhasil atau tidaknya kurikulum.
Sesungguhnya kurikulum hanyalah alat, jika tidak ada kerjasama maka kurikulum
akan menjadi usang dan hanya menjadi hiasan meja.||
*) R. Bagus Priyosembodo, Guru dan Redaktur Ahli Majalah Fahma
Post a Comment