Menumbuhkan Keberanian Anak
Oleh Zakya
Azizah
Keberanian adalah salah satu syarat menjadi seorang pemimpin. Seorang anak
yang pendiam belum tentu tidak mau melakukan hal-hal yang membutuhkan
keberanian. Anak yang banyak bicara tidak selalu bersedia melakukan
kegiatan-kegiatan yang menuntut keberanian. Keberanian seorang anak dapat
ditumbuhkan sejak dini.
Pertama-tama yang
perlu dilakukan seorang pendidik / orangtua untuk menumbuhkan keberanian pada
diri seorang anak, adalah mencari tahu penyebab ketidakberaniannya. Apakah
karena hal itu merupakan sesuatu yang sama sekali baru, sehingga ia sebenarnya
hanya ragu dan butuh sekedar motivasi. Atau ketidakberanian yang timbul karena
rasa percaya diri yang rendah. Mungkin juga ada kejadian tertentu yang membuat
trauma pada dirinya, atau hal lain. Pengetahuan pendidik / orangtua mengenai
latar belakang ketidakberanian siswa akan membantu guru memberi treatmen yang
lebih tepat.
Secara umum, ada
kegiatan-kegiatan yang dapat menumbuhkan sifat berani pada diri seorang anak.
Memberi kesempatan setiap anak untuk mau menjadi pemimpin pada
kegiatan-kegiatan kelas, seperti; memimpin doa dan memimpin barisan . Anak-anak
yang belum berani akan termotivasi dengan melihat temannya yang berani
memimpin. Lambat laun mereka akan terbiasa memimpin tanpa malu atau takut lagi.
Semua anak memiliki
potensi untuk menjadi pemberani dan potensi ini bisa dikeluarkan dimunculkan
dari pola pengasuhan. Pertanyaannya, pengasuhan seperti apa yang mendukung?
Dari kajian dan praktek, model pengasuhan yang mendukung itu antara lain:
Pengasuhan yang
banyak memberikan dorongan/ stimulasi, misalnya mendorong anak untuk mencoba
hal baru dan memberi ruang untuk bereksplorasi di rumah atau di lingkungannya,
seperti bermain dan berinteraksi dengan alam. Artinya, pengasuhan yang lebih
banyak menggunakan kata "jangan", "awas", atau larangan
lainnya, akan kurang mendukung keberanian si anak. Anak akan terhantui oleh
rasa takut.
Model pengasuhan
yang mendukung juga adalah yang banyak memberikan pengarahan (direction)
ketika anak melanggar, menyimpang, atau melakukan kesalahan.
Pengasuhan yang
banyak memberikan serangan atau hanya menyalahkan saja, sangat kurang
mendukung. Ketika anak sedang bereksplorasi melalui aktivitas bermain, tentunya
banyak kesalahan dan kekurangan. Mungkin bikin gaduh atau bikin berantakan
rumah. Jika kita bertindak sebagai pengarah untuk menunjukkan mana yang baik
dan mana yang tidak, maka si anak akan pede dan berani dengan inisiatifnya.
Tapi kalau sudah
main menyerang si anak dengan kata-kata, sikap, maupun tindakan, atau
melarangnya tanpa pengarahan, bisa-bisa anak menjadi kurang berani atau justru
beraninya tanpa arah.
Model pengasuhan
yang mendukung lagi adalah pengasuhan yang suportif dan respek terhadap pilihan
si anak. Pengasuhan yang sedikit-sedikit memberikan kritikan dan koreksi tajam agar
dia harus begini dan begitu sesuai standar subjektif kita sangatlah kurang
mendukung. Misalnya memilih baju. Mau kita designer kondang atau apa,
anak kita mungkin punya inisiatif sendiri yang tidak sama dengan kita soal
selera. Begitu kita terus kritik dan koreksi, dia akan mengembangkan rasa takut
atau minder.
Jadi? Yang perlu
kita lakukan bukan mengoreksi habis-habisan pilihannya, tetapi membekali
pengetahuan dan pengalaman mengenai hal-hal yang kita anggap dia perlu tahu.
Tapi, hindari terlalu sering mengkritik atau menggagalkan. Apakah mudah menjadi
pendorong, pengarah dan pendukung? Pastinya tidak mudah. Terkadang kita perlu
mengabaikan praktek seperti di atas untuk memperoleh hasil yang cepat dan
tepat, misalnya saat bertamu.
Di samping itu,
supaya keberanian dia tidak kebablasan, kita perlu menanyakan alasan
pilihannya, melatih dia untuk memperhitungkan risiko, membiarkan dia untuk
merasakan konsekuensi yang terukur, dan membekali dia dengan nilai. Idealnya,
kita perlu membekali "courage" (keberanian) si anak dengan "consideration" (pertimbangan).
Semoga bermanfaat.
*) Zakya
Azizah, Pemerhati
dunia anak
Post a Comment