Kolom Prof In : “Gaji Pertama untuk Orangtua, Pak”
Oleh Prof. Dr. Ir. Indarto, D.E.A
Guru atau dosen yang sudah berinteraksi dengan siswa atau
mahasiswa lebih dari 30 tahun, sudah selayaknyalah kalau mereka telah memahami berbagai macam tingkah
laku, karakter, kinerja, bahkan egoisme dari siswa atau mahasiswa bimbingannya.
Kalau seorang mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi, sudah
mempunyai keinginan kuat untuk segera lulus dalam waktu dekat, maka egoismenya
akan muncul. Dalam banyak hal, dia ingin didahulukan termasuk dalam penggunaan
alat. Egoisme ini dapat terlihat dari cara dia minta waktu untuk ketemu dengan
pembimbingnya, baik lewat sms maupun secara langsung, dan juga dari cara,
sikap, serta kedalaman pembahasan ketika menuliskan dan mendiskusikan hasil
pekerjaannya. Namun, bagi mereka yang sifat interpersonal/soft-skill nya sudah terasah dengan baik, maka kemunculan ini dapat
dikendalikan.
Beberapa waktu yang lalu, saya mempunyai mahasiswa bimbingan
yang menunjukkan tanda-tanda, bahwa sebenarnya dia ingin cepat lulus, namun dia
masih bisa mengontrol sikapnya, sehingga yang muncul justru perilaku kehati-hatiannya.
Sikap ini terlihat misal, ketika dia menghadap untuk konsultasi, dia tidak
segera duduk kalau tidak saya persilahkan. Kemudian ketika konsultasi sudah
selesai dan akan meninggalkan ruangan, dia selalu mengembalikan tempat duduk
seperti semula. Jarang mahasiswa yang melakukan hal ini.
Meskipun dia tidak mengatakan bahwa dia ingin segera
lulus, namun sebagai orang yang sudah lama menjadi pendidik dapat merasakannya.
Pada suatu kesempatan saya menanyakan kapan target wisudanya (biasanya yang
saya tanyakan adalah target wisuda bukan ujian pendadarannya). Barulah dia
berterus terang, bahwa dia sebetulnya ingin sekali segera lulus karena sudah
diterima di sebuah perusahaan asing yang bergerak di bidang perminyakan. Sebuah
Oil service company, yang melayani
perusahaan lain yang bergerak di bidang perminyakan.
Perusahaan tersebut merupakan perusahaan bergengsi, yang menjadi
idaman kebanyakan mahasiswa Fakultas
Teknik, karena gaji pertamanya sangat besar, bahkan jauh
lebih besar dari pada gaji dosen yang sudah bekerja lebih dari 30 tahun. Lagipula
berbagai job-training dilakukan di
negara lain, bahkan di benua lain. Setelah beberapa tahun, tidak tertutup
kemungkinan ditempatkan di berbagai negara tersebut, dengan gaji dollar.
Ternyata perusahaan tersebut bukanlah satu-satunya yang
menawarinya pekerjaan. Masih ada perusahaan lain yang tidak kalah gengsinya,
tempat dulu dia melakukan kerja praktek. Bahkan dengan take home pay yang lebih tinggi. Biasanya, lulusan baru cenderung
memilih perusahaan yang gaji pertamanya besar. Namun, mahasiswa yang ini tidak
memilihnya karena menurut pengamatannya, pekerjaan yang ada di sana kurang
menantang. Sebuah pilihan yang tepat, bagi seseorang yang sudah terbiasa dengan
tantangan dan selalu ingin maju.
Tidak mudah bagi seseorang, apalagi lulusan baru,
diterima di perusahaan besar dan bergengsi, kalau memang tidak memenuhi
persyaratan yang ketat. Sehingga kalau ada mahasiswa yang melakukan kerja
praktek dan setelah lulus ditawari untuk menjadi pegawai di sana, pastilah ada
sesuatu yang diincar oleh perusahaan tersebut pada si mahasiswa tadi. Kalau
yang menawari itu perusahaan kecil, yang pegawainya keluar-masuk karena tidak puas,
atau karena tidak jelas kariernya, maka hal itu sudah biasa. Tetapi perusahaan ini
telah menjadi idola bagi lulusan baru. Berarti kinerja dia selama melakukan
kerja praktek, dinilai sangat baik dan memenuhi kriteria untuk menjadi calon
pegawai di perusahaan tersebut.
Setelah mengetahui perjalanan hidupnya yang penuh dengan lika-liku
dan perjuangan, saya menjadi tidak heran lagi. Ternyata dia sangat mandiri, sejak
menjadi mahasiswa tahun pertama, dia mencari sendiri biaya hidup dan kuliahnya.
Pengalaman interpersonal dan hidup secara
mandiri selama inilah yang membawa kesuksesannya, sehingga berhasil diterima di
perusahaan minyak, seperti yang dia cita-citakan sejak SMA. Saya ikut bangga, bahwasanya
dia lulus cumlaude dan menjadi
lulusan tercepat di angkatannya, meskipun kuliah sambil kerja. Sekaligus saya terharu
ketika mendengar ucapannya “Gaji pertama untuk orangtua, Pak”. Wallahu a’lam bishawab.
*) Prof. Dr. Ir. Indarto, D.E.A. Guru
Besar Universitar Gadjah Mada | Pimpinan Umum Majalah Fahma
Post a Comment