Menumbuhkan Kedekatan Ayah dan Anak
Oleh Arif
Wicaksono
Anak yang sehari-hari lebih banyak
dengan ibunya mungkin akan kurang nyaman bersama ayah karena tidak terbiasa.
Sejak dalam kandungan, anak
memang lebih dulu mengenal dan menjalin kedekatan dengan ayah. Kedekatan dengan
ayah seringkali terbentur keterbatasan waktu karena ayah harus bekerja.
Menjadi ayah yang baik perlu proses
pembelajaran yang panjang. Mungkin karena itu, banyak ayah yang putus asa dan
merasa tidak sanggup dekat dengan anak seperti yang dilakukan ibu. Ada beberapa
alasan yang membuat ayah tidak dekat dengan anaknya. Pertama, hampir semua ayah bilang, “Ternyata
susah ya, jadi ayah yang baik. Tidak semudah yang dibayangkan.” Banyak calon
ayah yang membayangkan betapa asyikmya memiliki anak, bisa bermain bersama dan
sebagainya. Namun lupa pada hal yang ‘tidak enak’, misalnya kala si kecil
sakit, rewel atau bandel. Kala itu terjadi, banyak ayah yang kaget. Ayah harus
bisa lebih sabar, pemurah, lebih cinta dan pemaaf pada anaknya.
Kedua, sebab sejak awal ayah tidak
‘hidup’ bersama sang anak. Karena itu, mulailah dekati anak sejak dia belum
lahir. Ayah bisa melakukannya dengan mengelus-elius perut ibu saat hamil atau
menempelkan telinga, mengajak bicara, membcakan Al Qur’an dan sebagainya. Bisa
juga menemani istri saat cek kandungan. Ketiga, banyak ayah yang melihat anak
sebagai ‘pengganggu’. Misalnya ketika ayah pulang dari kantor dan anak langsung
menodong ngajak main kuda-kudaan. Dalam situasi seperti ini, banyak ayah yang
menganggap hal ini sebagai beban. Menjadi ayah memang menimbulkan kecemasan dan
kerepotan. Tapi kalau ayah sellau melihat sisi positifnya, ternyata menjadi
ayah juga menyenangkan. Semakin ayah santai, semakin mudah menjalani peran
sebagai ayah.
Keempat, ayah sering malas dejat
dengan anak yang sulit diatur. Anak yang sulit diatur sebenarnya adalah anak
yang merasa tidak aman, tidak merasa dicintai dan tidak berdaya. Supaya ayah
tidak kehilangan kesabaran, belajarlah mengetahui apa yang diinginkan anak.
Kelima, tekanan ekonomi. Setelah anak lahir, ayah merasa tanggungjawab dan
beban keuangan semakin berat. Mencari pekerjaan tambahan atau kerja lembur
membawa konsekuensi berkurangnya waktu kebersamaan ayah dan anak. Berpikrilah
lebih realistis untuk mempertemukan antara kepentingan anak dan kemampuan
financial.
Keenam, ayah masih dibayangi mitos
bahwa secara alamiah, anak akan lebih dekat dengan ibunya daripada ayahnya. Hal
ini akan membuat ayah menjaga jarak dengan anak. Karena itu, ubahlah pola pikir
kita sebagai ayah. Jadilah ayah di era modern yang menunjukksn kepedulian
terhadap anak.
Lakukan pula introspeksi, mengapa
anak lebih dekat dengan ibunya. Sudahkah ayah dan ibu harus berbagi peran dan
tugas selama ini? Apakah selama ini ayah hanya fokus pada pekerjaan sehingga
lupa membangun kepedulian dan kedekatan dengan anaknya? Ayah merupakan mitra
ibu dalam mendidik anak. Jadi, ayah harus terlibat dalam proses mengasuh dan
mendidik anak secara intensif. Figur ayah sangat dibutuhkan anak dalam proses
pertumbuhannya.||
Tips menumbuhkan kedekatan ayah dan anak:
- Usahakan ayah hadir dalam aktivitas rutin anak, misalnya saat makan bersama
- Ciptakan komunikasi rutin meski ayah sedang tidak ada di rumah, misalnya menelepon ke rumah pada saat istirahat jam kantor.
- Luangkan waktu sepulang kantor untuk bermain bersama anak. Biasanya anak laki-laki sangat menyukai permainan ‘kasar’ dengan ayah seperti main kuda-kudaan. Jika sempat, luangkan pula bermain di pagi hari.
- Jaga perasaan anak. Banyak ayah mungkin khawatir atau gelisah ketika berdua saja dengan anak (takut anak mengompol, dan sebagainya). Nah, kegelisahan ini bisa tertangkap oleh anak sehingga membuat anak merasa tidak nyaman.
- Beri kesempatan anak ikut dalam aktivitas rutin ayah seperti mencuci, atau utak-atik motor meskipun dia hanya melihat saja. Biarkan anak bertanya, dan usahakan tidak terlalu banyak larangan agar anak menikmati kebersamaan dengan ayahnya.
*) Arif
Wicaksono, Pemerhati dunia anak
Post a Comment