Dua Surga Bagi Orang Mukmin

DSC_1068
oleh Imam Nawawi
Orang mukmin adalah orang yang pasti beruntung baik di dunia maupun di akhirat (QS. 23: 1). Hal ini karena orang Mukmin jelas sifat dan karakternya, yang dari ucapan dan tindakannya benar-benar mencerminkan keimanan dalam hatinya.

Perhatiannya senantiasa tertuju kepada Allah, sehingga setiap saat seorang Mukmin mampu menjaga stabilitas bahkan terus meningkatkan kualitas keimanannya kepada Allah, terutama kala dalam menjalankan ketaatan kepada-Nya atau mendengarkan asma & ayat-ayat-Nya.
“Sesungguhnya orang-orang Mukmin ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal” (QS. 8: 2).
Dalam tafsir Ibn Katsir dijelaskan bahwa orang Mukmin itu bila disebut nama Allah, hatinya gemetar. Maksudnya takut kepada Allah, lalu menjalankan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Kemudian bertambah dan terus bertambah kuat keimanannya.
Oleh karena itu, orang Mukmin dengan sadar akan rela meninggalkan syahwat karena Allah demi kebahagiaan yang lebih baik dan kekal di sisi-Nya.
Dalam kitab Fawaidul Fawaid, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menjelaskan bahwa orang yang meninggalkan syahwat karena Allah baginya keselamatan dari azab Allah dan keberuntungan berupa limpahan rahmat-Nya.
Limpahan rahmat Allah itu berupa perbendaharan kekayaan Allah, simpanan kebaikan-Nya, kesenangan munajat dan kerinduan kepada-Nya, serta kebahagiaan dan kegembiraan karena-Nya. Yang semua itu sangat tidak mungkin hadir di dalam hati yang diisi dan dipenuhi dengan sesuatu selain Allah (syahwat).
Dengan demikian seorang Mukmin itu tidak memiliki cara pandang terhadap apapun kecuali semata karena Allah, sehingga alat ukurnya dalam melihat segala hal hanya Allah Ta’ala semata.
Atas hal itulah Rasulullah menjelaskan bahwa orang-orang Mukmin itu adalah orang-orang yang menakjubkan. Tiada apapun yang terjadi dalam hidupnya, melainkan berdampak kebaikan.
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya baik baginya. Dan yang demikian itu hanya ada pada seorang mukmin. Jika mendapat kesenangan dia bersyukur, maka syukur itu baik baginya. Dan jika mendapat musibah dia bersabar, maka sabar itu baik baginya” (HR. Muslim).
Ibnu Qayyim berkata, “Mukmin itu memandang kefakiran bersama Allah sebagai kekayaan, dan kekayaan tanpa bersama Allah adalah kefakiran; kemuliaan yang tidak dibarengi kebersamaan dengan-Nya adalah kehinaan, dan kehinaan yang disertai kebersamaan dengan Allah adalah kemuliaan; kenikmatan yang tidak diiringi kebersamaan dengan-Nya adalah azab, dan azab yang diiringi kebersamaan dengan-Nya adalah kenikmatan.”
Ringkasnya, menurut Ibun Qayyim Al-Jauziyah, “Mukmin itu adalah orang yang tidak memandang hidup ini kecuali dengan Allah dan bersama Allah. Kematian, kepedihan, kecemasan, dan duka cita, baginya adalah apabila tidak bersama Allah. Orang seperti inilah yang dikatakan telah memiliki dua surga, yakni surga yang disegerakan di dunia dan surga keabadian di hari kemudian.”*
Imam Nawawi | Pemimpin Redaksi Majalah Mulia twitter @abuilmia
Powered by Blogger.
close