Hak Anak yang Wajib Dipahami Para (Calon) Suami

Foto Sakti/Salman Al Jogjawi (eks Sheila on Seven) dan putrinya

Oleh Imam Nawawi

Satu hal yang tidak boleh dilupakan oleh setiap individu yang ingin mengarungi bahtera rumah tangga adalah mengetahui sejak dini apa yang menjadi hak anak kepada orang tua. Pekara ini sangat penting untuk diperhatikan, agar biduk rumah tangga dapat berjalan dengan baik dan penuh keberkahan.
DR. Abdul Aziz Al-Fauzan dalam bukunya Fiqh At-Ta’amul Ma’a An-Nas mengatakan, di antara hak seorang anak atas ayahnya adalah bagaimana seorang ayah bisa memilihkan ibu yang baik baginya. Karena pada perjalanan rumah tangga nanti, mental dan sikap anak akan banyak dibentuk oleh watak dan kepribadian sang ibu.

Ayah yang baik memilih istri yang sholehah dan ibu yang baik bagi anak-anaknya
Seorang anak punya hak untuk memiliki ibu yang sholehah, yang bisa membina akhlak mereka, menjaga kekuatan iman di hati mereka, membangkitka takwa kepada Allah, serta menjaga dan memperhatikan hak-hak Allah dan hak-hak hamba-Nya.

Maka dalam konteks ini, DR. Abdul Aziz Al-Fauzan mengambil ilustrasi yang Allah tegaskan di dalam firman-Nya, “Dan tanah yang baik; tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan sizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana (QS. 7: 58).

Karena itu, wajib hukumnya bagi seorang pria untuk memilih calon istri yang sholehah. Karena itu sama dengan tanah yang subur yang sangat kita butuhkan untuk masa depan, iman dan ketakwaan keturunan kita sendiiri.

Dalam perkara ini, patut kita belajar dari apa yang telah dilakukan oleh Abu Aswad Ad-Du’ali, seorang alim yang juga berkontribusi merumuskan kaidah ilmu nahwu. Ia berkata kepada anak laki-lakinya, “Wahai anak-anakku, aku telah berlaku baik terhadap kalian pada saat kalian masih kecil sampai besar, bahkan sebelum kalian dilahirkan”.

Anak-anaknya pun berkata, “Bagaimana ayah berbuat baik sebelum kami lahir? Ad-Duali menjawab, “Aku telah mencarikan untukmu sosok seorang wanita yang dapat merawat, menjaga dan tidak membuat kesulitan bagimu”.

Oleh karena itu, Rasulullah mewasiatkan agar setiap Muslim memilih Muslimah Shalehah yang sepadan, cerdas, dan berakhlak, berasal dari keluarga yang terpuji, keturunan yang baik dan berakhlak mulia. Karena semua itu akan sangat berpengaruh terhadap kesuksesan seorang anak dalam segala hal. Termasuk keistiqomahan dalam agama, mulianya etika dan akhlak.

Sayyidah Aisyah meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu Alayhi Wasallam bersabda, “Pilihlah wanita yang tepat untuk menanm benihmu, maka nikahilah wanita-wanita yang sepadan dan hendaklah kalian menikahkan mereka” (HR. Abu Daud).

Jadi betapa sangat pentingnya seorang Muslim menikah dengan Muslimah Sholehah. Orang berkata, “Ibu adalah ibarat sekolah, apabila engkau ersiapkan dengan baik, maka ia akan mencetak murid-murid yang teladan dan baik perangainya”.

Kisah Ayah Durhaka

Dalam kitab Tanbih Al-Ghafilin dikisahkan. Suatu saat, datang seorang lelaki kepada Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu. Orang itu mengadukan perihal kedurhakaan anaknya. Umar pun langsung menghadirkan anak dimaksud dan memperingatkan bahwa dia telah durhaka terhadap ayahnya.

Tapi kemudian si anak berkata, “Wahai amirul mu’minin, bukankah seorang anak memiliki hak atas ayahnya?” Umar menjawab, “Benar”. Anak itu lalu berkata, “Hak apakah itu, wahai amirul mu’minin?” Umar menjawab, “Ia harus mencarikan seorang ibu yang shalehah untuknya, memberikan nama yang bagus dan mengajarkannya Al-Qur’an”.

Anak lelaki itu berkata lagi, “Wahai amirul mu’minin, sesungguhnya ayahku tidak pernah mengerjakan satu pun dari hal-hal yang engkau sebutkan tadi. Ibuku adalah seorang keturunan Afrika yang beragama Majusi, dia memberiku satu nama yang buruk, dia juga tidak pernah mengajarkan Al-Qur’an walau satu huruf”.

Umar pun berpaling kepada sang ayah dan berkata kepadanya, “Engkau datang kepadaku mengadukan anakmu yang durhaka, padahal engkau telah mendurhakainya sebelum dia mendurhakaimu, engkau telah berbuat keburukan keapdanya sebelum dia melakukan keburukan itu kepadamu”.

Jadi, perkara mencari pasangan bukanlah perkara yang bisa dianggap remeh. Alhamdulillah di Pesantren Hidayatullah ada tradisi Nikah Mubarokah yang menuntun para santri untuk menikah dalam dakwah, menikah untuk dakwah, dan menikah demi dakwah.

Hak-Hak Lainnya

Seorang anak, selain berhak mendapat ibu yang sholehah, ia juga berhak atas nama yang bagus. Al-Dalam kitab Nashihah Al-Muluk, Imam Mawardi berkata, “Apabila seorang anak dilahirkan, maka penghormatan dan kebaikan pertama baginya adalah menghiasi dirinya dengan nama yang bagus, lembut dan mulia. Sesungguhnya nama yang baik akan terkesan sesuai dengan kondisi diri saat pertama kali nama tersebut didengar”.

Setelah memberi nama yang baik, hak berikutnya adalah menyembelih hewan aqiqah. Dua kambing untuk anak lelaki dan satu kambing untuk anak perempuan. Hukum aqiqah ini, menurut jumhur ulama adalah sunnah muakkadah (sangat ditekankan). Kemudian, memberikan nafkah yang halal dan baik, memberikan pendidikan, berlaku adil terhadap anak-anaknya, dan terakhir menikahkannya.

Dengan demikian, maka menikah sebenarnya bukan saja perkara badaniah, lebih jauh menikah adalah masalah peradaban. Oleh karena itu, bersungguh-sungguhlah dalam upaya menentukan calon pasangan, karena dari pasangan itulah, masa depan keluarga akan terwujud indah dan bahagia. Lebih jauh, dari pernikahan itulah, suatu bangsa akan semakin baik atau sebaliknya.

Jadi, bagi para suami atau calon suami, hendaknya benar-benar memperhatikan siapa yang akan menjadi ibu dari anak-anak Anda. Karena ibu adalah madrasah pertama anak-anak Anda. 


*) Imam Nawawi | Pemimpin Redaksi Majalah Mulia | twitter @abuilmiaa 
Powered by Blogger.
close