Kajian Utama : Mendidik dengan Membesarkan Jiwa
Oleh Imam Nawawi
Sebagaimana
umum dipahami bahwa mendidik adalah untuk membentuk watak dan tabiat positif
pada diri anak, maka sejatinya mendidik bukanlah medan untuk para orangtua
menekan atau membebani putra-putrinya dengan segala macam bentuk keunggulan dan
prestasi. Baik akademik maupun non-akademik.
Anak-anak
adalah manusia kecil yang sedang berproses membentuk watak dan tabiat hidupnya.
Jadi, sudah selayaknya para orangtua menghargai proses yang dialami oleh
putra-putrinya. Bukan melihat mereka dengan target-target tertentu yang kadang
justru sangat membebani mental anak-anak kita sendiri.
Memang
penting menanamkan disiplin dan kerja keras pada diri anak agar kelak mereka
menjadi manusia yang mandiri dan bermanfaat. Tetapi, kembali pada posisi
anak-anak itu sendiri, mereka adalah manusia kecil yang harus memasuki wilayah
proses, yang setiap orangtua sudah sepatutnya menghargai dengan kebesaran jiwa.
Sebagai orangtua,
tentu kita memiliki harapan, keinginan bahkan rencana yang siap dijalankan
terhadap anak-anak kita. Akan tetapi, bagaimanapun sangat tidak dibenarkan bila
orangtua memaksakan kehendaknya yang kemudian tanpa sadar justru membebani dan
membelenggu potensi dasar yang Allah anugerahkan pada anak kita sendiri.
Sungguh tidak
patut jika para orangtua mengukur kualitas anak-anaknya dengan kemampuannya
yang diraih saat ini. Bukankah apa yang ada pada diri para orangtua hari ini
adalah proses pendidikan kala anak-anak hingga dewasa?
Dengan kata
lain, jadilah orangtua yang mampu mendidik anaknya dengan membesarkan jiwanya.
Bukan mati-matian mendisiplinkan anak dengan memberikan seabreg target yang
justru melelahkan jiwa raga dan mental mereka.
Sekalipun itu
harus dilakukan, maka kita sebagai orangtua harus mengerti, pada usia dan
tingkat mana mereka siap menjalankan pola pendidikan semacam itu.
Menghargai Proses
Seringkali
para orangtua lupa dengan pentingnya proses ini, sehingga terjebak untuk
memberikan penilaian tergesa-gesa terhadap anaknya sendiri. Semestinya,
orangtua hadir mendampingi anak sukses menikmati proses yang mereka lalui.
Seperti yang
dialami Ibu Mia. Ketika putrinya yang masih duduk di TK A mendapat kepercayaan
sekolah menjadi salah satu wakil dalam perlombaan hafalan surat pendek, ia
tidak serta merta mengkondisikan putrinya itu secara ekstrem. Ibu Mia justru
secara perlahan memberikan saran dan nasehat bahwa putrinya harus bersyukur
karena dipercaya sekolah ikut perlombaan. “Alhamdulillah,
kakak sudah terpilih mewakili sekolah dalam lomba hafalan surah pendek. Jadi,
mulai sekarang kakak harus sering mengulang-ulang hafalannya ya, agar
kepercayaan sekolah bisa kakak buktikan,” demikian ucapnya.
Sang anak pun
belajar dan mengulang-ulang hafalannya, tetapi tidak di rumah melainkan di
sekolah, sehingga setiap kali sang ibu meminta untuk mengulang hafalannya,
putrinya menjawab singkat, “Sudah tadi di sekolah bu.”
Mendengar
jawaban tersebut, sang ibu tersenyum dan berkata, “Yakin sudah hafal betul,
yakin bisa menang?” Anaknya pun menjawab hanya dengan anggukan.
Langkah Ibu
Mia di atas menjadikan putrinya tetap enjoy
menjalani hari-harinya. Sang anak tidak terbebani secara mental karena ada
kalimat khusus dari orangtuanya. Bahkan kadang sang anak dengan sendirinya
menghafal surat yang akan dilombakannya, justru tanpa perintah dan pengawasan
sang ibu.
Soal nanti
menang atau tidak, orangtua tidak perlu risau. Sebab itu hanyalah bagian dari
proses yang mestinya menjadi momentum orangtua untuk menumbuhkan intrinsic motivation anak dalam belajar.
Andaikata menang, anak akan mengerti bagaimana menyikapi kepercayaan sekolah.
Andaikata
belum menang, di sinilah peran orangtua untuk menerapkan pendidikan yang
membesarkan jiwa bisa seutuhnya dilaksanakan, yang di Amerika dikenal dengan
istilah encouragement. Dengan kata
lain, orangtua mampu menghargai proses yang dilalui anak. Pada saat yang sama
juga mampu menstimulus anak secara sadar membangun disiplin belajar yang lebih
baik lagi.
Jadi,
mendidik adalah membesarkan jiwa anak. Dan, ini tidak mungkin dicapai tanpa
kebesaran jiwa para orangtua. Selain itu, yakinlah. Hidup
ini adalah proses. Dan, proses tidak memberikan melainkan bukti. Wallahu a’lam.
*) Imam Nawawi, Pemimpin Redaksi
Majalah Mulia. Penulis di
hidayatullah.com, hikmah Koran Republika | twitter @abuilmia
Post a Comment