Keluarga adalah Istana Paling Indah
Oleh O. Solihin
Waktu saya kecil inget banget, meski awalnya nggak paham kenapa orang tua saya cerewet banget melarang saya berantem dengan kawan main, melarang saya supaya jangan masuk rumah orang sembarangan tanpa diizinkan pemiliknya, menganjurkan saya untuk sopan santun kalo bermain, seringkali amat bawel dengan meminta supaya saya hormat sama orang yang lebih tua, supaya meminta maaf kalo memang saya bersalah. Wah, banyak banget deh aturannya. Saya sih nurut aja, meski nggak tahu ‘hikmah’ apa di balik semua larangan dan perintahnya. Saya berusaha untuk merealisasikan pesan tersebut tanpa pernah ngerti rencananya. Polos abis, nggak tahu apa-apa.
Nah, waktu besar dan udah bisa ngaji, karena suka ikut ke surau bareng anak-anak yang lain, pak ustadz ngasih penjelasan tentang banyak hal dari semua yang diajarkan orang tua saya di rumah. Ya, entah orang tua saya nggak mau ngejelasin karena mungkin percuma karena saya masih kecil, atau bisa juga kesulitan menerjemahkannya. Tapi yang pasti, sampe sekarang pelajaran itu amat berkesan bagi saya.
Nah, udah gedean dikit (baca: baligh), baru tahu bahwa memang sopan santun, berbuat baik sama keluarga dan juga kepada teman, menolong orang lain, menghargai dan menghormati sesama bukan semata sikap moral, tapi memang adalah hukum syara, alias memang ada dasar hukumnya yang diajarkan dalam Islam. Begitu kata pak ustadz suatu saat. Aduh, nambah neh wawasan.
Kita semua mendambakan keluarga yang baik-baik. Ayah bertanggung jawab, ibu perhatian, kakak penyayang, adik juga penurut. Nenek dan kakek menikmati masa tuanya dengan melihat perkembangan pribadi anak dan cucunya dengan baik. Keluarga penuh ceria, saling mengingatkan, mengamalkan ajaran-ajaran Islam dengan penuh ketaatan. Duh, indah banget deh. Pantes aja kalo Rasulullah mengilustrasikan kehidupan keluarga beliau yang penuh dengan keharmonisan, kebahagiaan, ketenangan, sakinah, mawaddah, dan rahmah dengan ungkapan Baitiy jannatiy alias rumahku, surgaku.
Bersama keluargalah kita lebih banyak berinteraksi, bersama keluarga pula kita lebih banyak punya waktu untuk belajar tentang makna hidup. Allah Ta’ala berfirman:
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا
“Dan hendaklah takut kepada Allah, orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah (iman, ilmu, dan amal), yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka, oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS an-Nisâ’ [4]: 9)
Kita semua berharap punya keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Kalo ada konflik, kita selesaikan baik-baik. Jangan sampai hawa nafsu yang jadi panglima, tetapi keikhlasanlah yang kita ke depankan. Konflik bukan berarti bencana, tapi konflik itu ibarat kerikil kecil yang bisa mendewasakan kita semua. Tapi yang pasti, taburkan ajaran Islam di dalam keluarga kita, insya Allah berkah. Yuk, kita bangun istana paling indah dalam hidup ini.
Syukur-syukur bisa dengan lega menyebut: rumahku, surgaku.
*) O. Solihin, Motivator Remaja | twitter @osolihin | www.osolihin.net
Post a Comment