Ketika Musik Menggema di Andalusia

foto republika.co.id

Oleh Mohammad Fauzil Adhim


Ziryab. Ini lelaki yang mengubah Andalusia dari puncak kejayaan sebagai pusat peradaban Islam hingga Islam nyaris tak bersisa di sana. Andalusia yang awalnya hidup dengan semangat berislam dan menekuni ilmu diniyah sepenuh kesungguhan, berpaling kepada musik hingga melalaikan.

Jika Imam Syafi’i meninggalkan Baghdad karena menghindari taghbir(musik religius) yang mulai muncul, maka Ziryab meninggalkan Baghdad untuk berpindah ke Andalusia justru membawa taghbir dan beragam musik lainnya. Lelaki keturunan Persia kelahiran Iraq ini menjadi sumber fitnah syubhat yang menemukan lahan suburnya di Andalusia. Pintunya adalah musik.

Ziryab, begitu namanya panggilannya, atau Abul Hasan ‘Ali Ibn Nafi‘ pula yang pertama kali mendirikan sekolah musik di Spanyol dan pada gilirannya menjadi model di segenap penjuru Eropa. Atas gagasan Ziryab, pemisahan laki-laki dan perempuan saat belajar, dihapus. Sejak masa itu, mulai digabung laki-laki dan perempuan dalam satu ruang kelas.

Perhatian dan kecintaan muslimin Andalusia pun bergeser dari telaah ilmu beralih kepada bernikmat-nikmat dengan musik. Memang isi lirik tidak selalu buruk. Alasan bermusik pun tampak mulia. Tapi secara pasti menggeser himmah (passion) dan iltizam ummat. Andalusia yang sebelumnya mengepakkan sayapnya ke semakin banyak belahan bumi, disambut sebagai pembebas, pelahan terpuruk ambruk.

Bermula dari dihidupkannya musik oleh Ziryab, muslimin Andalusia melemah iltizam (komitmen)nya kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dakwah pun segera surut, walaupun majelis tampak kian gegap gempita. Meski gemuruh Islam tampak semarak, tapi tidak lagi menggugah. Hilang barakah. Tak membangkitkan ghirah agama yang meluap-luap. Secara fisik, fasilitas memadai harta berlimpah. Tapi jiwa-jiwa yang bertekun dengan ilmu dan senantiasa menyiapkan diri semakin jauh. Muslimin yang awalnya zuhud dan memuliakan ilmu beralih mengagungkan dunia maupun penampilan seraya meyakini sebagai faktor penentu.

Pintu masuknya musik, Ziryab kemudian menciptakan gaya hidup untuk berlomba mode dalam busana. Beda karena waktu, musim dan acara. Jilbab untuk menghadiri majelis ilmu, walimah, jalan santai bersama keluarga atau acara lain pun seakan-akan harus berbeda.

Alasan kadang tampak mulia. Tapi dampaknya kemudian sangat menyedihkan ketika penggerak sesungguhnya berlomba-lomba gengsi busana.

Soal makan pun, Ziryab mengubah budaya masyarakat. Ada hidangan pembuka, utama (main course) serta hidangan penutup. Semuanya menggunakan alasan yang indah dan baik, termasuk alasan kesehatan. Tetapi semuanya menyeru kepada sikap meninggalkan sunnah. Begitu pun alasan estetika kerap dijadikan acuan. Ini wilayah yang netral awalnya. Tapi manakala didahulukan dari sunnah, inilah yang menjadi masalah besar.

Beragam alasan yang dikemas dan akhirnya menjadi sikap muslimin, merupakan pintu fitnah syubhat. Inilah yang akhirnya melemahkan ummat. Mereka lemah. Yang awalnya sangat disegani, berbalik diremehkan dan setiap tahun kekalahan mereka dirayakan hingga hari ini. Andalusia tak lagi punya gigi. Dan sebab runtuhnya bukan sedikitnya amunisi maupun kurangnya harta, tetapi karena hanyut oleh musik.

Teringatlah saya kepada sebuah hadis. Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa sallam bersabda:


لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِى أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ

“Sungguh, benar-benar akan ada di kalangan umatku sekelompok orang yang menghalalkan zina, sutera, khamr dan alat musik.” (HR. Bukhari).


Semoga catatan sederhana ini bermanfaat dan barakah. Semoga kita dapat mengambil pelajaran darinya.


*) Mohammad Fauzil Adhim | Penulis | Kolomnis Positive Parenting di Majalah Fahma
Powered by Blogger.
close