Positive Parenting : Ajari Mereka Belanjakan Harta
Oleh Mohammad Fauzil Adhim
Kitalah
yang bertanggungjawab mengantarkan anak-anak agar kelak menjadi manusia yang
benar-benar mampu menunaikan taklif
(bebanan syari’at). Salah satu perkara yang harus kita persiapkan pada diri
mereka adalah kemampuan membelanjakan harta (tasharruf) secara bertanggung jawab. Tidak terjatuh pada tabdzir, tidak pula tergelincir kepada
sikap ketat berlebihan. Sesungguhnya, salah satu kemampuan yang harus dimiliki
oleh setiap mukallaf adalah
membelanjakan harta sesuai peruntukannya. Dan ini semua memerlukan perangkat
ilmu syari’at dan pembekalan berupa penempaan diri oleh orangtua dan guru.
Kemampuan
mengendalikan diri, menumbuhkan himmah
(passion, hasrat besar) kepada
akhirat dan bukannya pada dunia, serta keterampilan mengatur keuangan secara
bertanggung jawab merupakan sebagian tugas penting pendidik untuk mewujudkannya
pada diri murid. Anak-anak harus mengilmui tentang perkara ini. Tetapi sekedar
mendapatkan pengetahuan secara teratur, runtut dan lengkap tentang hal ini
tidak menjadikan mereka mampu mengamalkannya. Harus ada pendampingan sebagai
bentuk latihan dan pengawasan. Para pendidik melatih mereka bukan hanya dengan
membatasi jumlah uang yang boleh mereka bawa dan miliki. Lebih dari itu, juga
melatih anak agar memiliki cara pandang yang sesuai dengan tuntunan Allah Ta’ala dan rasul-Nya.
Membatasi
jumlah uang yang boleh mereka miliki memang bermanfaat untuk melatih mereka
menahan diri dari hal-hal yang menggiurkan. Ini merupakan bekal penting agar
anak mampu menunda keinginan. Tetapi tanpa menata hasrat mereka terhadap dunia,
tanpa membangun orientasi hidup yang baik, pembatasan jumlah uang hanyalah
semacam karantina yang sewaktu-waktu dilepas akan membuat mereka seperti singa
lapar bertemu makanan.
Sungguh,
kita mendidik mereka bukan untuk melihat hasilnya hari ini. Kita mendidik
mereka untuk menyiapkan mereka menghadapi kehidupan di masa yang akan datang.
Kita tempa anak-anak agar orientasi akhirat tumbuh dengan kuat di dada mereka.
Mari kita
ingat sejenak sabda Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam:
“Barangsiapa
yang himmah (passion, hasrat kuat)nya adalah negeri akhirat, Allah akan
mengumpulkan kekuatannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya
dalam keadaan hina. Namun barangsiapa yang niatnya mencari dunia, Allah akan
menceraiberaikan urusan dunianya, dan menjadikan kefakiran di antara kedua
pelupuk matanya, dan dunia tidak akan menghampirinya kecuali sebesar apa yang
telah ditakdirkan baginya.” (HR Ibnu Majah, Ahmad, Al-Baihaqi, Ibn Hibban,
Ad-Damiri; shahih).
Pertanyaannya,
kampung akhiratkah yang menjadi impian anak-anak kita di sekolah Islam? Ataukah
kita lalai menumbuhkan kecintaan kepada akhirat karena hanya sibuk mengejar
prestasi? Padahal, andaikata anak-anak itu kuat keyakinannya kepada Allah Ta’ala dan memiliki penjagaan diri
serta pengendalian diri yang baik, maka mereka akan bersungguh-sungguh terhadap
hal-hal yang bermanfaat baginya.
Jadi, ada
tiga hal penting yang mempengaruhi kemampuan anak men-tasharruf-kan harta sesuai tuntunan, yakni ‘ilmu, keterampilan yang
didapatkan dari latihan, serta adanya orientasi yang benar terhadap harta.
Selain melatih mereka untuk menahan diri –di banyak sekolah berasrama
menerapkan pembatasan kepemilikan uang per hari atau per pekan—penting juga
untuk sering-sering mengajak mereka berdialog sehingga mereka mampu merasakan
dan menghayati prioritas belanja. Pendamping asrama perlu meluangkan waktu
untuk mengajak anak berbicara tentang barang-barang atau makanan yang mereka
beli. Dengan demikian, mereka bukan hanya memiliki ilmu tentang bagaimana men-tasharruf-kan harta dengan benar,
melainkan juga memiliki pengalaman menakar nilai penting apa yang telah mereka
belanjakan dan yang akan mereka belanjakan. Dialog ini bermanfaat untuk
menjadikan mereka berpikir dan merasakan apa yang mereka pikirkan.
(bersambung bulan depan yaa :) )
*) Mohammad Fauzil Adhim, Penulis Buku
‘Segenggam Iman Anak Kita’
Post a Comment