Tidak Bersyukur, Jauh dari Barakah


Oleh O. Solihin

Kamu dan juga banyak kaum muslimin rasa-rasanya sudah sering dapetin keterangan dalam ajaran agama kita, bahwa kalo kita bersyukur, niscaya Allah akan tambah nikmat buat kita. Kalo kita kufur, maka tunggulah azabNya yang amat pedih. Nah, lebih jelasnya silakan buka al-Quran, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim [14]: 7)

Nah, gimana caranya bersyukur? Tentu bukan semata mengucapkan “alhamdulillah” ketika mendapat nikmat. Tetapi kudu dibarengi dengan ibadah dan amal shalih serta ketaatan kepada Allah Ta’ala. Seseorang yang udah bersyukur atas nikmat Allah kepadanya, maka ia akan rajin ibadahnya, rajin shadaqahnya, giat dakwahnya, taat terhadap syariat, memelihara akidahnya, getol usahanya dan senantiasa semua itu diniatkan untuk menggapai ridho Allah Ta’ala. Bagi orang seperti ini, maka Allah Swt. pasti akan menambahkan nikmatNya dan tentunya keberkahan.
Sebaliknya, kalo seseorang itu kufur nikmat (ingkar alias nggak bersyukur) terhadap nikmat Allah, maka Allah akan membalasnya dengan azab yang pedih. Naudzubillah. Banyak kasus juga kan, orang yang kaya raya, tetapi nggak bersyukur? Yup, bisa saja hartanya akan habis digerogoti biaya pengobatan penyakitnya, rumahnya kebakaran, anaknya nyusahin dia, istrinya selingkuh, dan semua keburukan lainnya.

Bagaimana dengan konteks negara? Kamu kudu paham juga dong. Indonesia ini negeri yang kaya raya. Coba deh hitung sendiri: tambang emas melimpah, batubara banyak, hutan paling lebat, kekayaan laut bejibun, nikel, timah, besi, tembaga, termasuk minyak bumi dan gas. Subhanallah, seharusnya pemimpin dan juga rakyat negeri ini bersyukur. Bukan semata mengucapkan kata “alhamdulillah”, tetapi juga ibadah dan melaksanakan syariatNya. Pemimpin negara bukan semata muslim, tetapi dia wajib menerapkan syariat Islam. Jika tidak, maka faktanya seperti sekarang. Barang tambang yang merupakan milik umum (milik rakyat), malah diserahkan kepada pihak asing, yakni negara lain untuk mengelola dan mengendalikannya.

Padahal seharusnya dikelola negara untuk kesejahteraan rakyat. Imam Abu Dawud meriwayatkan dalam Sunannya: Telah memberitahu kami Ali bin Ja’ad al-Lu’lu’iy. Telah memberitahu kami Hariz bin Ustman, dari Hibban bin Zaid al-Syar’abiy, dari laki-laki yang berasal dari Qarn. Telah memberitahu kami Musaddad. Telah memberitahu kami Isa bin Yunus. Telah memberitahu kami Hariz bin Ustman. Telah memberitahu kami Abu Khidasy. Dan ini adalah lafadh Ali dari laki-laki di antara kaum Muhajirin, di antara sahabat Nabi saw. Ia berkata saya mengikuti Nabi saw berperang sebanyak tiga kali, sedang saya mendengar beliau bersabda: “Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu padang rumput, air dan api.

Secara sederhananya, semua itu adalah milik kaum muslimin: padang rumput yang luas dimana semua ternak kaum muslimin boleh makan rumput di situ dengan gratis, air yang jumlahnya banyak sehingga semua kaum muslimin bisa memanfaatkannya dengan mudah dan gratis pula, serta yang dimaksud “api” di sini adalah semua yang kaitannya dengan energi: minyak bumi, gas, listrik, batubara dan sejenisnya. Sehingga, untuk semua kepemilikan tersebut, negara yang mengelolanya demi kesejahteraan rakyatnya.

Masalahnya, sekarang justru semua kepemilikan itu tak membuat rakyat sejahtera. Negara malah berbisnis dengan rakyatnya sendiri, dan mahal pula. Anehnya lagi, milik kaum muslimin justru dijual oleh negara, atau setidaknya negara berbisnis dengan pihak asing untuk eksplorasi minyak bumi dan gas yang hasilnya tentu saja lebih besar untuk mereka. Ironi tak bertepi dari negeri yang kaya minyak bumi dan gas, tetapi justru harga BBM-nya mahal dan membebani mayoritas rakyatnya. Dengan kata lain, hasilnya tak dinikmati rakyatnya, justru rakyat harus menanggung beban dari hasil korupsi para pejabat negaranya. Memilukan.

Inilah akibat tidak bersyukur—apalagi jika ditambah tidak beriman dan tidak bertakwa, sehingga keberkahan jauh dari negeri ini. Allah Swt. berfirman, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari makar Allah (ketika mereka lalai dengan nikmat yang Allah berikan kepada mereka sebagai bentuk istdroj kemudian Allah datangkan adzab yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dari makar Allah kecuali orang-orang yang merugi (QS al-A’raaf [7]: 96-99)

Kita seharusnya merenung: apakah kita sudah bersyukur selama ini? Apakah para pemimpin negeri ini sudah membuktikan keimanan dan ketakwaannya? Jika kita dan para pemimpin negeri ini sudah beriman, bertakwa dan besyukur, namun tetap mengalami kondisi sulit, semoga itu adalah ujian dari Allah agar kita semua makin kuat. Tetapi bagaimana jika sebaliknya? Kita—dan terutama para pemimpin negeri ini—justru tak menunjukkan buah dari keimanan kita, tak bertakwa dan bahkan kufur nikmat (dengan menerapkan aturan buatan manusia, yakni kapitalisme-sekularisme dengan instrumen politiknya bernama demokrasi), maka kesulitan-kesulitan yang mendera saat ini adalah bagian dari azab-Nya. Naudzubillah.

Itu sebabnya, kita mempertanyakan nih, kenapa harus menaikkan harga BBM bersubsidi sebagai solusi defisitnya APBN? Mengapa tidak membasmi mafia pajak, mafia migas, memberantas praktek korupsi di semua level pemerintahan, lalu menasinaliosasi perusahaan-perusahaan pertambangan minyak, itu jauh akan lebih efektif untuk mendapatkan pemasukan bagi keuangan negara, ketimbang membebani rakyat dengan efek domino dari kenaikan harga BBM.

Salam,
O. Solihin

# twitter @osolihin
# facebook O. Solihin
Powered by Blogger.
close