Jangan Begitu


Oleh: Mohammad Fauzil Adhim


Kepada Allah Ta'ala kumemohon ampunan. Alangkah banyak dosa, tetapi alangkah keruh hati sehingga merasa bersih. Kepada-Nya pula kuminta petunjuk dan peneguhan iman. Sesungguhnya agama ini haq dan Al-Qur’an itu benar. Tidak ada perkataan yang lebih baik melebihi kitabuLlah. Inilah pegangan kita.

Sungguh, Allah 'Azza wa Jalla haramkan kita memperolok di hadapan orang-orang yang tidak seiman dengan kita berkenaan dengan apa yang mereka sembah. Amat jelas perintah-Nya, sangat tegas larangan-Nya. Allah Ta’ala firmankan وَلَا تَسُبُّو (Dan janganlah memaki) berkait sesembahan mereka. Mari kita perhatikan lebih seksama ayat berikut ini:

وَلَا تَسُبُّوا۟ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ فَيَسُبُّوا۟ ٱللَّهَ عَدْوًۢا بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ كَذَٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِم مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

"Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan." (QS. Al-An'am, 6: 108).

Maka jika kita mengolok, lalu mereka berbalik menghinakan agama ini serta memperolok Allah Yang Maha Suci lagi Maha Mulia, sungguh kitalah yang harus bertanggung-jawab. Bersebab mengabaikan larangan Allah Ta'ala agar tidak mengolok-olok sesembahan orang-orang musyrik dan kafir, pintu keburukan dapat terbuka lebar. Lebih-lebih jika diperparah tuduhan tanpa dasar.

Jika bersebab caci maki dan ucapan buruk yang tersebar luas secara terbuka menyebabkan seorang muslim menjauh dari agama, itu salah kita. Boleh jadi ada seorang muslim yang sedang mulai tumbuh semangatnya kepada agama yang mulia ini. Tetapi ia berbalik gegara mendapati sikap kita yang tidak patut, meskipun mereka tidak sampai keluar dari agama ini.

Ada saatnya celaan itu dibolehkan, bahkan menjadi kebaikan, tetapi sangat ketat syaratnya. Inilah yang perlu kita ilmui dengan sungguh-sungguh melalui majelis ilmu dari orang yang memiliki kepatutan mengajarkannya karena faqih dalam soal tersebut. Jadi, kita mengambil ilmu dari seorang 'alim yang jelas. Bukan via bincang social media. Betapa pun banyak manfaat yang dapat kita petik dari social media untuk menyerap ilmu, tetapi banyak hal yang tidak dapat disampaikan melalui social media.

Allah 'Azza wa Jalla juga secara tegas melarang mengolok-olok dengan tujuan merendahkan, baik melalui ucapan maupun tindakan. Sangat keras larangan itu. Merendahkan dan menghinakan manusia melalui ucapan disebut lamz, sedangkan yang dilakukan melalui tindakan termasuk ekspresi adalah hamz, sebagaimana Allah subhanahu wa ta'ala firmankan dalam surat Al-Humazah:

وَيْلٌ لِّكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍ

"Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat (merendahkan orang lain menggunakan hamz) lagi pencela (menghinakan orang lain melalui lamz)." (QS. Al-Humazah, 104: 1).


Allah 'Azza wa Jalla tegaskan لَا يَسْخَرْ (jangan merendahkan) kepada sesama atau sekumpulan orang lain. Belum tentu kita lebih baik. Allah Ta’ala juga menegaskan larangan memperolok serta memberi julukan yang menghinakan kepada sesama muslim, sebagaimana kita dapati dalam ungkapan وَلَا تَلْمِزُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ (dan janganlah kamu suka mencela dirimu sendiri). Yang dimaksud dirimu sendiri adalah kepada sesama muslim karena sesungguhnya muslim yang satu dengan muslim lain diibaratkan satu tubuh.

Mari kita perhatikan firman Allah Ta'ala:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُوا۟ خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا۟ بِٱلْأَلْقَٰبِ ۖ بِئْسَ ٱلِٱسْمُ ٱلْفُسُوقُ بَعْدَ ٱلْإِيمَٰنِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (QS. Al-Hujuraat, 49: 11).

Bermula dari hal "kecil", tindakan mengolok untuk merendahkan dapat membawa kerusakan yang sangat besar. Permusuhan dapat berkobar dan tak kunjung padam. Permusuhan paling ringan adalah kebencian terbuka dari seseorang kepada orang lain yang mengoloknya. Sedangkan permusuhan terburuk adalah kebencian yang menimbulkan sikap maupun tindakan memerangi sebagian dari ajaran agama ini atau bahkan hampir seluruhnya, meskipun dia sendiri seorang muslim. Ia melakukan itu bukan karena mengingkari agama ini, tetapi karena tak mampu membedakan antara agama dengan seseorang yang membawakannya ke masyarakat. Bahkan boleh pada awalnya tidak memusuhi agama ini karena ia pun seorang muslim. Tapi bersebab hinaan, ia memusuhi Islam tanpa sadar. Na'udzubillahi min dzaalik.

Dakwah ini harus berlanjut. Risalah harus kita kabarkan. Yang Allah Ta'ala perintahkan kepada kita untuk tegas, maka sepatutnya kita bersikap tegas. Yang Allah Ta'ala suruhkan kita untuk menahan diri, sudah sepatutnya pula kita berusaha kuat menahan diri.

Kepada Allah Ta'ala kumemohon ampunan. Kepada-Nya pula kumemohon agar dijauhkan dari menjadi pembuka pintu keburukan dan penutup pintu kebaikan. Sebaliknya, kita mengharap semoga Allah Ta'ala jadikan kita sebagai pembuka pintu kebaikan dan penutup pintu keburukan.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ مِنْ النَّاسِ مَفَاتِيحَ لِلْخَيْرِ مَغَالِيقَ لِلشَّرِّ ، وَإِنَّ مِنْ النَّاسِ مَفَاتِيحَ لِلشَّرِّ مَغَالِيقَ لِلْخَيْرِ ، فَطُوبَى لِمَنْ جَعَلَ اللَّهُ مَفَاتِيحَ الْخَيْرِ عَلَى يَدَيْهِ ، وَوَيْلٌ لِمَنْ جَعَلَ اللَّهُ مَفَاتِيحَ الشَّرِّ عَلَى يَدَيْهِ

“Sesungguhnya di antara manusia ada orang yang menjadi pembuka pintu kebaikan dan penutup pintu keburukan. Sebaliknya ada di antara manusia yang menjadi pembuka pintu keburukan dan penutup pintu kebaikan. Karena itu, sungguh beruntung orang yang Allah (Ta'ala) jadikan sebagai kunci pintu kebaikan ada di tangannya, dan celaka bagi orang yang Allah (Ta'ala) jadikan kunci pintu kejahatan ada di tangannya.” (HR. Ibnu Majah).

Nah, termasuk yang manakah kita?

Masih panjang yang ingin kubincangkan. Tapi keluh lidah ini. Biarlah kutangisi sejenak kebodohan dan kelemahanku sendiri. Maafkanlah diriku yang lemah ini.

*) Mohammad Fauzil Adhim, Penulis Buku | twitter @kupinang | facebook Mohammad Fauzil Adhim
Powered by Blogger.
close